Kolose 1:1-2: Salam | Garis Besar dan Pendahuluan Kitab

Klik:

Colossians / Kolose 1:1-2

Col 1:1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus, oleh kehendak Allah, dan Timotius saudara kita,

Col 1:2 kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu.

Tafsiran Wycliffe

Ayat 1:1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus, oleh kehendak Allah, dan Timotius saudara kita,

Seperti halnya di dalam sejumlah suratnya yang lain - II Korintus, Filipi, I dan II Tesalonika, Filemon - Paulus mencantumkan Timotius di dalam salamnya kepada jemaat di Kolose, tetapi hanya untuk dirinya saja ia memakai gelar rasul.

Istilah rasul ini mengandung pengertian penugasan, pemberian wewenang dan tanggung jawab.

Dan pengertiannya di dalam Perjanjian Baru mungkin berasal dari kata Ibrani shala, "mengutus" (Lih. J. B. Lightfoot. St. Paul's Epistle to the Galatians, hlm. 92 dst.; R. H. Rengsdorf, "Apostleship," Bible Keywords II, ed. J. R. Coates).

Bentuk substansif shaliah, sebuah padanan dari kata Perjanjian Baru "rasul", bukan sesuatu yang tidak lazim dalam tulisan para rabi.

Istilah ini terutama merupakan istilah hukum, menunjukkan adanya pemberian wewenang yang sah sebagaimana halnya dalam hukum modern tentang perwakilan, orang yang diutus dianggap sebagai sama dengan yang mengutus.

Menghina utusan raja berarti menghina raja (II Sam. 10; bdk. I Sam. 25:5-10, 39-42).

Sekalipun istilah rasul Yesus Kristus memiliki arti tambahan lainnya (Flp. 2:25; II Kor. 8:23), rupanya istilah ini terutama dipakai untuk orang-orang yang secara langsung diutus oleh Tuhan yang telah bangkit (bdg. I Kor. 9:1; 15:8-10).

Jadi, Paulus bertugas sebagai rasul oleh kehendak Allah.

Ayat 1:2 kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu.

Semua orang Kristen adalah orang kudus karena hubungan mereka dengan Allah di dalam Kristus. Pemakaian istilah ini untuk orang yang memiliki kesalehan khusus merupakan perkembangan yang agak kemudian.

Paulus memakai salam Ibrani kuno, damai sejahtera, tetapi mengubah kata Yunani yang biasa dipakai chaire, "salam", menjadi vharis, yaitu kasih karunia, sehingga memberi warna Kristen kepada salam ini.

Pendahuluan Kitab Kolose

Alasan Penulisan.

Kolose abad pertama merupakan sebuah pusat dagang kuno yang makin memudar kejayaannya, terletak sekitar seratus mil ke timur dari Efesus, terletak pada jalur kafilah di Lembah Lykhus dekat kota Laodikia dan Hierapolis (bdg. 4:13).

Sekalipun usaha untuk memberitakan Injil sebelumnya (mungkin oleh orang Kristen dari Galatia) tidak dapat diabaikan, orang-orang di Kolose mungkin pertama kali mendengar amanat Kristen ketika Paulus melayani di Efesus (sekitar tahun 53-56 M; bdg. Kis. 19:10).

Paulus mungkin melewati Kolose ketika menuju ke Efesus, tetapi dia tidak mengenal secara pribadi jemaat di sana (bdg. 2:1).

Rekan sekerjanya, yakni Epafras, yang melayani jemaat ini, mengunjungi sang rasul dan melaporkan perkembangan orang-orang percaya di sana dan munculnya sebuah ajaran sesat yang sedang merongrong mereka.

Orang-orang Yahudi sudah menetap di propinsi Frigia ini selama dua abad (Joseful, Antiquities 12, hlm. 147), jelas tidak begitu berhaluan ortodoks, mereka disebut dalam Talmud sebagai berikut: "Anggur dan tempat mandi di Frigia telah memisahkan kesepuluh suku dari saudara-saudara mereka" (Shabbath, 147b).

Penyesuaian diri dengan berbagai praktik orang non-Yahudi, ikut menandai orang-orang Yahudi yang menjadi Kristen.

Di propinsi perbatasan Galatia, iman yang masih baru ini terancam oleh legalisme, sebuah aliran Yudaisme yang sesat.

Di sini, seperti halnya di Efesus (bdg. Kis. 19:14, 18), bahayanya terletak pada pengaruh agama campuran Helenisme-Yudaisme.

Untuk mengatasi masalah yang pertama, Paulus menulis surat kepada jemaat-jemaat di Galatia, dan untuk mengatasi masalah yang sama-sama sulitnya di Kolose ini, dia menuliskan surat ini.

Ajaran Sesat di Kolose.

Pada abad kedua, Gereja berhadapan dengan munculnya sebuah gerakan dengan ajaran sesat yang dikenal dengan nama Gnostik.

Beberapa prinsip dasarnya sudah dikenal pada abad pertama, bukan hanya di Gereja Kristen, tetapi juga di kalangan Yudaisme Diaspora (bdg. R. McL. Wilson, The Gnostic Problem; C. H. Dodd, The Interpretation of the Fourth Gospel, hlm. 97 dst.; Rudolf Bultmann, "Gnosis," Bible Keywords, 11).

Gnostik yang baru muncul ini, lebih merupakan sebuah sikap dan kecenderungan berpikir religius filosofis daripada sebuah sistem, dan sikap ini dapat menyesuaikan diri dengan pandangan Yahudi, Kristen, atau kelompok-kelompok lainnya.

Sekalipun demikian, tampaknya beberapa pokok tertentu merupakan ciri khas pandangan Gnostik pada umumnya: dualisme metafisika, makhluk-makhluk perantara, penebusan melalui pengetahuan atau gnosis.

Semua agama, menurut ajaran Gnostik, yang merupakan manifestasi dari satu kebenaran yang tersembunyi, berusaha untuk menuntun orang menuju pengetahuan mengenai kebenaran tersebut.

Pengetahuan atau gnosis ini bukan pemahaman intelektual, tetapi pencerahan yang diperoleh melalui pengalaman mistik.

Karena manusia terikat pada dunia materi yang jahat, dia hanya dapat menghampiri Allah dengan bantuan berbagai makhluk seperti malaikat.

Dengan bantuan kekuatan-kekuatan ini, dan dengan menafsirkan kitab-kitab suci secara alegoris dan mistis, dapat dicapai pencerahan rohani dan pembebasan dari dunia materi dan dosa, dapat dipastikan.

Tentu saja dan mungkin pasti, sebagian orang dari jemaat mula-mula berusaha untuk memperkaya, atau menyesuaikan iman mereka dengan pemikiran religius yang sedang marak.

Orang-orang percaya, yang kurang memahami Kekristenan, mungkin secara tidak sadar, sudah mencampurkan kepercayaan-kepercayaan mereka sebelumnya dengan konsep-konsep Kristen.

Mungkin ini pula yang menjadi awal dari pengaruh Gnostik yang muncul di sejumlah jemaat yang didirikan Paulus.

Di Korintus, misalnya, kerinduan akan hikmat spekulatif (I Kor. 1:7 dst.) dan pengabaian tubuh jasmaniah (tercermin dalam penyangkalan kebangkitan, dalam askese dan dalam kebebasan seksual; bdg. I Kor. 15:5, 7), menunjukkan pengaruh Gnostik.

Ajaran sesat di Kolose, menggabungkan unsur-unsur Yahudi dan Helenis.

Ketaatan kepada peraturan-peraturan makanan dan hari Sabat, upacara penyunatan, dan mungkin juga fungsi perantara dari para malaikat, mengingatkan pada kebiasaan dan kepercayaan Yahudi (2:11, 16, 18); penekanan pada "hikmat" dan "pengetahuan", plērõma dari kekuatan-kekuatan alam, dan penilaian rendah terhadap tubuh jasmaniah mencerminkan pemikiran Yunani (2:3, 8, 23).

Beberapa orang Yahudi yang bertobat, mungkin membawa campuran ini dari Yudaisme heterodoks dan mengembangkannya lebih jauh lagi sesudah mereka menjadi orang Kristen.

Di dalam strategi yang dipakai di tempat lainnya, Paulus mempergunakan istilah dari golongan yang salah ini, untuk menyerang ajaran mereka dan di dalam melakukan hal itu, mengembangkan doktrin "Kristus yang meliputi alam semesta".

Di dalam Kristus, satu-satunya Perantara itu, terdapat segala hikmat dan pengetahuan di dalam kematian dan kebangkitan-Nya semua kuasa yang ada di alam semesta ini sudah dikalahkan dan tunduk kepada-Nya (2:3, 9, 10, 15).

Setiap pengajaran yang tidak menjadikan Kristus sebagai sentral dengan dalih menuntun orang kepada kedewasaan dan kesempurnaan, merupakan penyimpangan yang mengancam hakikat iman.

Sang rasul dengan demikian mengidentifikasi, dan mengungkapkan akar dari kesalahan yang ada di Kolose.

Asal-usul dan Tanggal Penulisan.

Surat Kolose, seperti halnya surat-surat Efesus, Filipi dan Filemon, ditulis oleh Paulus dari penjara dan disampaikan bersama dengan surat kepada Filemon dan (mungkin juga) jemaat di Efesus oleh Tikhikus dan Onesimus (4:3, 7-9; Flm. 12; Ef. 6:12).

Tradisi dari zaman Gereja Mula-mula, menetapkan bahwa surat ini ditulis di Roma ketika Paulus dipenjarakan sebagaimana dikisahkan dalam Kis. 28 (kurang lebih tahun 61-63 M).

Sekalipun pandangan ini tetap kuat sampai saat ini, namun sejumlah pakar menunjukkan, bahwa pemenjaraan yang lebih awal di Kaisarea (sekitar tahun 58-60 M), atau di Efesus (sekitar tahun 55/56 M) merupakan saat yang lebih mungkin untuk penulisan surat ini.

Tentang Kaisarea, hanya sedikit orang yang mendukungnya dewasa ini, tetapi teori pemenjaraan di Efesus telah menarik banyak perhatian.

Paling akhir teori ini dibuktikan oleh G. S. Duncan (St. Paul's Ephesian Ministry) yang mengemukakan, bahwa:

(1) Surat II Korintus (6:5; 11:23) yang ditulis pada akhir dari pelayanan di Efesus, menunjukkan bahwa Paulus dipenjarakan beberapa kali, namun tidak disebutkan dalam Kisah Para Rasul.

Andaikata I Korintus 15:32 ditafsirkan secara harfiah, karena rasanya itu yang paling masuk akal, maka setidak-tidaknya salah satu pemenjaraan tersebut adalah di Efesus.

(2) Kunjungan Epafras (Kol. 1:7; 4:12) dan kehadiran budak yang melarikan diri yang bernama Onesimus, lebih sesuai dengan teori tentang penulisan surat di Efesus dibandingkan dengan di Roma yang letaknya sangat jauh.

(3) Paulus merencanakan untuk mengunjungi Lembah Likhus ketika dibebaskan (Flm. 22), tetapi menurut kisah tradisi, Paulus berangkat ke Barat menuju ke Spanyol sesudah dibebaskan dari penjara di Roma (bdg. Rm. 15:24).

Alasan-alasan yang dikemukakan Duncan lebih meyakinkan untuk surat Filipi, namun gagasannya tetap merupakan sebuah pilihan terbuka untuk surat-surat penjara lainnya.

Mereka yang terus menganut pandangan, bahwa Roma merupakan tempat penulisan surat-surat ini, menganggap bahwa alasan-alasan yang dikemukakan untuk kota-kota yang lain itu tidak meyakinkan, dan mereka menunjuk kepada kebenaran dari kisah tradisi zaman Gereja Mula-mula dan kepada teologi yang lebih berkembang (khususnya) untuk kasus surat Kolose dan Efesus.

Mungkinkah surat ini ditulis sedini masa pelayanan di Efesus?

Kepenulisan.

Bahwa Paulus merupakan penulis surat ini masih tetap disangkal di kalangan tertentu, tetapi pandangan mayoritas berlawanan.

Beberapa orang peneliti, terpengaruh oleh kenyataan, bahwa seperempat surat Kolose ini terdapat juga di dalam surat Efesus, telah menganggap surat ini sebagai perluasan dari sebuah korespondensi Paulus.

Namun, hubungan di antara kedua surat ini secara paling mudah dan memadai dijelaskan sebagai - sadar atau tidak sadar - hasil pikiran sang rasul sendiri ketika ia menulis tentang pokok yang sama.

Keberatan-keberatan utama terhadap pendapat, bahwa Pauluslah penulisnya adalah:

(1) Pikiran dan penekanan dalam surat ini tidak sesuai dengan yang terdapat dalam Roma, Korintus dan Galatia.

(2) Ajaran sesat yang beredar di Kolose, mustahil sudah berkembang dengan begitu cepat.

Bagaimanapun juga adalah salah untuk menggambarkan Paulus seakan-akan pikirannya terkekang, situasi yang berubah merupakan jawaban yang memuaskan untuk menerangkan terjadinya perubahan tema dan kosakata.

Aneka penelitian akhir-akhir ini telah menunjukkan secara cukup meyakinkan, bahwa Gnostik, setidak-tidaknya dalam bentuk awalnya yang muncul di Kolose, sudah merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan pada abad pertama.

Suara bulat dari tradisi Gereja Mula-mula, bersatu dengan mayoritas pakar masa kini dalam menegaskan keaslian surat ini.

Kita dapat meyakini kebenaran keputusan ini.

Aneka Tema dan Perkembangan Pemikiran.

Susunan surat ini mengikuti pola Paulus yang sudah dikenal yang di dalamnya terdapat bagian doktrin (yang harus dipercayai) yang dilanjutkan dengan nasihat (bagaimana harus bertindak).

Untuk melawan ajaran palsu, Paulus menekankan sifat agung dari KeTuhanan Yesus Kristus serta maknanya bagi orang-orang yang telah dipersatukan dengan Dia.

Sebagai Tuhan atas ciptaan, Yesus merupakan ujud Tuhan yang sempurna.

Selaku Kepala Gereja dan Pendamai umat-Nya, Dia secara efektif menjadi Perantara melalui penebusan dosa untuk menghubungkan manusia dengan Allah (1:15-22; 2:9).

Untuk membuktikan bahwa Yesus saja cukup sebagai satu-satunya Tuhan dan Penebus (berlawanan dengan Gnostik yang menggantinya dengan disiplin-disiplin yang diharapkan dapat menebus dan suatu pleroma atau kelimpahan kekuatan yang menjadi perantara), Paulus menekankan kedua aspek dari watak Kristus tersebut.

Yang penting dalam hal ini ialah konsep mengenai tubuh Kristus, yang pasti cukup dikenal oleh jemaat di Kolose (1;18, 24; 2:17; 3:15).

Hubungan yang misterius dan unik ini, yang terpisah dari hubungan yang lain, menjadikan anatema suatu keyakinan atau praktik yang menggantikan kedudukan sentral Yesus sebagai Penebus dan Penyempurna umat-Nya.

"Tubuh Kristus" merupakan sebuah tema yang tertanam sangat dalam di dalam sub-struktur teologi Perjanjian Baru.

Sebagian orang berusaha menemukan asal-usulnya di dalam pemikiran Paulus, tetapi mungkin akar-akarnya terdapat di dalam ajaran Tuhan sendiri (bdg. Mrk. 14:58; Yoh. 2:19-22; E. E. Ellis, Paul's one of the Old Testament, hlm. 92).

Anggota persekutuan yang dipandang sebagai bagian dari tubuh merupakan suatu kiasan yang asing di dunia Yunani, misalnya di kalangan Stoa.

Sekalipun demikian, pemakaian gambaran ini oleh Paulus lebih daripada sekadar kiasan dan harus dipahami di dalam kerangka konsep Ibrani yang kuno dan realistis tentang solidaritas bersama (lih. R. P. Shedd. Man in Community).

Di dalam I Kor. 12:12-21 "tubuh" (Kristus) dilukiskan secara lengkap dengan "Kepala".

Karena itu, seorang Kristen dapat diumpamakan sebagai mata atau telinga dan juga sebagai tangan.

Di dalam surat Kolose dan Efesus, di mana Kristus diumpamakan sebagai "Kepala" dari tubuh, gambaran ini mula-mula kelihatannya mengalami perubahan yang hakiki.

Jika demikian, gambaran yang berbeda itu merupakan suatu penyesuaian terhadap keinginan sang rasul untuk menekankan di dalam surat-surat ini hubungan yang akrab antara Kristus dengan umat-Nya, dan bukan hanya suatu perkembangan yang sudah lama dari konsepnya yang terdahulu.

Gambaran-gambaran yang dipakai oleh Paulus, harus dipahami dalam kerangkanya sendiri-sendiri dan "sebuah analisis tunggal terhadap konsepnya secara menyeluruh akan sama bergunanya untuk menafsirkan tulisan sang rasul dengan sebuah buldozer untuk mengolah sebuah taman mini" (A Farrar, The Glass of Vision, hlm. 45).

Sekalipun demikian, mungkin sekali Kepala ilahi ini sama sekali bukan gambaran yang berbeda dengan "Tubuh" tadi, melainkan justru suatu gambaran yang melengkapi.

Konsep mengenai Kristus sebagai Kepala (kephale) Gereja disamakan dengan konsep dalam I Korintus 11:3, "Kepala dari tiap-tiap laki-laki."

Lebih spesifik lagi: "Suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh" (Ef. 5:23).

Gambaran tentang "Kepala", yang berkenaan dengan Kristus dan Gereja, harus dipahami dengan analogi suami istri.

Gambaran ini mengungkapkan kesatuan Kristus dengan Gereja, sebab suami dan istri adalah "satu daging".

Tetapi, yang lebih penting lagi, gambaran ini melukiskan perbedaan Kristus dengan Gereja, kewenangan Kristus atas Gereja dan tindakan-Nya menebus Gereja (bdg. 2:10).

Definisi Gereja sebagai perluasan dari Inkarnasi, kurang mencerminkan aspek kiasan Paulus ini.

Di dalam tulisan-tulisan Paulus, hubungan orang Kristen dengan zaman baru, dipandang sebagai peristiwa yang sudah lalu dan sebagai suatu harapan pada masa mendatang.

Pada masa lalu, orang-orang Kristen disalibkan bersama dengan Kristus, dibangkitkan untuk hidup yang baru, dipindahkan ke dalam kerajaan-Nya, dimuliakan dan didudukkan di samping-Nya di surga (Ef. 2:5-7; Kol. 1:13, 2:11-13; Rm. 8:30).

Sekalipun demikian, menjelang akhir hidupnya, Paulus mengungkapkan kerinduannya untuk mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati (Flp. 3:10-11).

Makna dari berbagai perspektif kronologis yang berbeda ini, dan hubungan mereka, sangatlah penting untuk memahami cara berpikir Paulus (E. E. Ellis. Paul and his Recent Interpreters, hlm. 37-40).

Singkatnya, dapat dikemukakan, bahwa konsep mengenai Tubuh Kristus merupakan petunjuk untuk memahami cara berpikir Paulus tersebut.

Ketika Paulus berbicara tentang orang-orang Kristen yang sudah mati dan bangkit untuk hidup baru, dia berbicara tentang suatu realitas bersama yang dialami oleh Yesus secara pribadi pada tahun 30 M, tetapi sebagai Perantara bagi orang Kristen secara bersama melalui Roh yang diam di dalam mereka.

Setelah menyatu dengan tubuh Kristus dan ditetapkan untuk secara pribadi menjadi serupa dengan Kristus, orang Kristen sekarang harus mewujudkan di dalam kehidupan pribadinya suatu kehidupan "di dalam Kristus", yang ke dalamnya dia sudah dibawa.

Sementara diri di dalam kefanaannya akan "mengenakan yang tidak dapat mati" pada saat parousia kedatangan Tuhan kembali (I Kor. 15:51-54), diri di dalam perwujudan moral dan psikologisnya mulai mengaktualisasikan berbagai realitas zaman baru di dalam kehidupan saat ini:

"Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus . . . mengapakah kamu menaklukkan dirimu kepada rupa-rupa peraturan?"

"Kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas."

"Kamu telah menanggalkan manusia lama . . . dan telah mengenakan manusia baru" (2:20; 3:1, 9, 10).

Watak dan pikiran Kristus dan di dalam kebangkitan-Nya, hidup-Nya yang tidak bisa mati harus direalisasikan di dalam Tubuh-Nya.

Di dalam kerangka inilah "nasihat" Paulus tampak terkait erat dengan ajaran teologi.

Garis Besar Kitab Kolose

I. Pendahuluan (1:1, 2)

II. Sifat dari Ketuhanan Kristus (1:3-2:7)

A. Ucapan Syukur Atas Iman Jemaat di Kolose Dalam Kristus (1:3-8)

B. Doa Agar Mereka Bertumbuh di Dalam Kristus (1:9-14)

C. Kristus Sebagai Tuhan (1:15-19)

1. Tuhan Atas Ciptaan (1:15-17)

2. Tuhan Atas Ciptaan Baru (1:18-19)

D. Kristus Sebagai Pendamai dari Allah (1:20-23)

1. Mendamaikan Segala Sesuatu (1:20)

2. Mendamaikan Orang Kristen di Kolose (1:21-23)

E. Paulus: Hamba Kristus untuk Pendamaian (1:24-29)

1. Ikut Berbagi Penderitaan Kristus (1:24)

2. Pembawa Berita Tentang Rahasia Kristen (1:25-27)

3. Pengajar Orang-orang Kudus (1:28, 29)

F. Keprihatinan Paulus Terhadap Orang Kristen di Lembah Likhus (2:1-7)

III. Ketuhanan Kristus dan Ajaran Palsu di Kolose (2:8-3:4)

A. Kecukupan Mutlak dari Kristus (2:8-15)

1. Kristus: Tuhan Atas Segala Pemerintah dan Penguasa (2:8-10)

2. Kristus: Sumber Kehidupan Baru Orang Kristen (2:11-14)

3. Kristus: Pemenang Atas Segala Kuasa di Bumi (2:15)

B. Berbagai Praktik Jemaat Kolose yang Bersifat Menyangkal Ketuhanan Kristus (2:16-19)

1. Keterikatan pada Ritual, Kemunduran ke Masa Lain (2:16, 17)

2. Tunduk kepada Kekuatan-Kekuatan Seperti Malaikat, Meninggalkan Kristus (2:18, 19)

C. Berbagai Praktik Jemaat Kolose yang Bertentangan dengan Kehidupan Bersama Mereka Dalam Kristus (2:20-3:4).

1. Mati Bersama Kristus Berarti Mati Terhadap Peraturan-peraturan "Zaman Lama" (2:20-23)

2. Kebangkitan Bersama Kristus Menuntut Suatu Pandangan Hidup "Zaman Baru" (3:1-4)

IV. Ketuhanan Kristus Dalam Kehidupan Kristen (3:5-4:6)

A. Kewajiban Kristiani: Amalkan Secara Pribadi Kenyataan Hidup "di Dalam Kristus" (3:5-17)

1. Sifat Zaman Lama Harus Ditanggalkan (3:5-9)

2. Sifat Zaman Baru Harus Dikenakan (3:10-17)

B. Ketetapan-ketetapan Khusus (3:18-4:6)

1. Rumah Tangga Kristen (3:18-4:1)

2. Doa (4:2-4)

3. Hubungan dengan Orang Non-Kristen (4:5, 6)

V. Penutup

A. Rekomendasi untuk Para Pembawa Surat (4:7-9)

B. Salam dari Rekan-rekan Sekerja Paulus (4:10-14)

C. Salam dan Berkat dari Sang Rasul (4:15-18)

Sumber ayat Alkitab / tafsiran: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel