Job 36: Tujuan Sengsara Ialah Pertobatan
Kamis, Juli 12, 2018
Edit
Klik:
Job 36
Job 36:1 Berkatalah Elihu selanjutnya:
Job 36:2 "Bersabarlah sebentar, aku akan mengajar engkau, karena masih ada yang hendak kukatakan demi Allah.
Job 36:3 Aku akan meraih pengetahuanku dari jauh dan membenarkan Pembuatku;
Job 36:4 karena sungguh-sungguh, bukan dusta perkataanku, seorang yang sempurna pengetahuannya menghadapi engkau.
Job 36:5 Ketahuilah, Allah itu perkasa, namun tidak memandang hina apapun, Ia perkasa dalam kekuatan akal budi.
Job 36:6 Ia tidak membiarkan orang fasik hidup, tetapi memberi keadilan kepada orang-orang sengsara;
Job 36:7 Ia tidak mengalihkan pandangan mata-Nya dari orang benar, tetapi menempatkan mereka untuk selama-lamanya di samping raja-raja di atas takhta, sehingga mereka tinggi martabatnya.
Job 36:8 Jikalau mereka dibelenggu dengan rantai, tertangkap dalam tali kesengsaraan,
Job 36:9 maka Ia memperingatkan mereka kepada perbuatan mereka, dan kepada pelanggaran mereka, karena mereka berlaku congkak,
Job 36:10 dan ia membukakan telinga mereka bagi ajaran, dan menyuruh mereka berbalik dari kejahatan.
Job 36:11 Jikalau mereka mendengar dan takluk, maka mereka hidup mujur sampai akhir hari-hari mereka dan senang sampai akhir tahun-tahun mereka.
Job 36:12 Tetapi, jikalau mereka tidak mendengar, maka mereka akan mati oleh lembing, dan binasa dalam kebebalan.
Job 36:13 Orang-orang yang fasik hatinya menyimpan kemarahan; mereka tidak berteriak minta tolong, kalau mereka dibelenggu-Nya;
Job 36:14 nyawa mereka binasa di masa muda, dan hidup mereka berakhir sebelum saatnya.
Job 36:15 Dengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga mereka.
Job 36:16 Juga engkau dibujuk-Nya keluar dari dalam kesesakan, ke tempat yang luas, bebas dari tekanan, ke meja hidanganmu yang tenang dan penuh lemak.
Job 36:17 Tetapi engkau sudah mendapat hukuman orang fasik sepenuhnya, engkau dicengkeram hukuman dan keadilan;
Job 36:18 janganlah panas hati membujuk engkau berolok-olok, janganlah besarnya tebusan menyesatkan engkau.
Job 36:19 Dapatkah teriakanmu meluputkan engkau dari kesesakan, ataukah seluruh kekuatan jerih payahmu?
Job 36:20 Janganlah merindukan malam hari, waktu bangsa-bangsa pergi dari tempatnya.
Job 36:21 Jagalah dirimu, janganlah berpaling kepada kejahatan, karena itulah sebabnya engkau dicobai oleh sengsara.
Job 36:22 Sesungguhnya, Allah itu mulia di dalam kekuasaan-Nya; siapakah guru seperti Dia?
Job 36:23 Siapakah akan menentukan jalan bagi-Nya, dan siapa berani berkata: Engkau telah berbuat curang?
Job 36:24 Ingatlah, bahwa engkau harus menjunjung tinggi perbuatan-Nya, yang selalu dinyanyikan oleh manusia.
Job 36:25 Semua orang melihatnya, manusia memandangnya dari jauh.
Job 36:26 Sesungguhnya, Allah itu besar, tidak tercapai oleh pengetahuan kita, jumlah tahun-Nya tidak dapat diselidiki.
Job 36:27 Ia menarik ke atas titik-titik air, dan memekatkan kabut menjadi hujan,
Job 36:28 yang dicurahkan oleh mendung, dan disiramkan ke atas banyak manusia.
Job 36:29 Siapa mengerti berkembangnya awan, dan bunyi gemuruh di tempat kediaman-Nya?
Job 36:30 Sesungguhnya, Ia mengembangkan terang-Nya di sekeliling-Nya, dan menudungi dasar laut.
Job 36:31 Karena dengan semuanya itu Ia mengadili bangsa-bangsa, dan juga memberi makan dengan berlimpah-limpah.
Job 36:32 Kedua tangan-Nya diselubungi-Nya dengan kilat petir dan menyuruhnya menyambar sasaran.
Job 36:33 Pekik perang-Nya memberitakan kedatangan-Nya, kalau dengan murka Ia berjuang melawan kecurangan."
Tafsiran Wycliffe
36:1-37:24. Dengan melanjutkan pokok mengenai kebenaran ilahi, Elihu kemudian mengulas tujuan baik dari penderitaan yang dialami oleh orang benar sambil menasihati Ayub untuk memanfaatkan kebenaran tersebut (36:1-25; bdg. 33:19 dst.).
Di dalam ayat-ayat penutup dalam nasihat Elihu ini, himbauan beralih kepada kehebatan kuasa Allah (bdg. 34:12 dst.), dan hal itu pula yang menjadi pokok penting dari kesimpulan Elihu (36:26-37:24), yaitu seruan sang bentara sebelum kedatangan Tuhan (ps. 38 dst.).
36:1-25. Elihu menyebut teodisenya sebagai kebenaran yang lengkap (ay. 2-4).
Ayat 4b mungkin mengacu kepada Allah (bdg. 37:16).
Keperkasaan Allah adalah keperkasaan dalam soal kemurahan dan hikmat (ay. 5), dalam soal keadilan yang diberikan bagi semua orang, tanpa pandang bulu, dan kasih karunia yang dicurahkan secara berkelimpahan pada orang benar (ay. 6, 7).
Di sini Elihu tampaknya kembali memakai pendekatan para sahabat itu, namun perbedaan dengan mereka tampak di dalam penafsirannya tentang berbagai perkecualian dari pola umum yang dapat diamati di dalam pemerintahan ilahi (8 dst.; bdg. taf. 33:12-30).
Penderitaan memanggil orang benar untuk lebih rajin dalam pergumulan rohani, dan dengan demikian merupakan alat yang efektif untuk melepaskan manusia dari dosa dan segenap akibatnya (ay. 8-10, 15).
Penderitaan itu baru menghilang, bila maksud utamanya sudah tercapai (ay. 11); jadi hanya sesudah itu (ay. 12).
Demikian pula, jika orang-orang yang fasik hatinya (ay. 13a) bereaksi terhadap peringatan berupa penderitaan dari Allah yang panjang sabar itu dengan keras kepala (ay. 13), maka mereka hanya akan mati cepat karena kejahatan mereka (ay. 14).
Janganlah besarnya tebusan menyesatkan engkau (ay. 18b; bdg. 33:24). Kehilangan luar biasa dalam penghajaran itu menarik Ayub menjauhi ajaran (harfiah, mulut) dari penderitaan itu (ay. 16a; bdg. 15b), dan menanggapinya dengan sebuah kesimpulan, dan pencemoohan yang penuh kemarahan (ay. 17, 18a).
Dapatkah teriakanmu meluputkan engkau dari kesesakan? (ay. 19a). Di dalam keluhan Ayub yang penuh kemarahan, disertai kerinduan yang sangat akan malam gelap dari kuburan (ay. 20), Ayub mengabaikan karya penyucian dari penderitaan itu (ay. 21).
Oleh karena itu, hendaknya dia memperhatikan karya-karya Allah yang agung (ay. 22a, 25), memperhatikan dengan sikap penuh penyerahan kepada ajaran yang diberikan Allah (ay. 22b, 23), sehingga dengan demikian mengubah keluhan menjadi kidung pujian (ay. 24; bdg. 35:10).
36:26-37:24. Dengan menggunakan nasihatnya sendiri (36:24), Elihu memanjatkan sebuah mazmur pujian kepada Tuhan sang Khalik.
Kekuasaan ilahi diilustrasikan dengan berbagai gejala atmosfer: siklus hujan berupa penguapan dan pengendapan (36:26-28), guntur kilat yang gemuruh menakutkan (36:29-37:4), dan es serta salju musim dingin (37:5-13).
Masing-masing gejala alam ini dikemukakan dengan diawali sebuah pengakuan tentang tak terpahaminya karya-karya Allah (36:26, 29; 37:5).
Elihu mengamati, bahwa berbagai kekuatan dasar dari alam ini ketika dilepaskan tidak berada di luar kendali Allah; namun, seperti halnya rudal-rudal yang dilontarkan oleh pasukan-pasukan elit (36:32; bdg. Iliad 21:183; I Taw 12:2), semua itu melaksanakan perintah Allah (37:12), entah sebagai kutukan (36:31a; 37:13a; bdg. 1:16,19), atau sebagai berkat (36:31b; 37:13b; bdg. 37:7).
Hubungan erat yang ditunjukkan di antara kekuasaan Allah atas alam dan kekuasaan-Nya atas sejarah tersebut mempersiapkan kesimpulan dari nasihat Elihu untuk Ayub: jika manusia tidak dapat memahami hukum alam yang ditetapkan Allah, janganlah dia berharap dapat memahami hukum moral yang dari Allah.
Dengan serangkaian pertanyaan yang membuat orang rendah hati (37:15 dst.), Elihu menekankan kedudukan Ayub sebagai makhluk ciptaan, mengingatkan dia, bahwa dengan patokan-patokan yang terbatas, Ayub tidak mungkin dapat menghakimi Allah yang seluruh jalan-jalanNya tak terhingga lebih tinggi daripada pikiran manusia.
Oleh karena itu, mempertanyakan cara Allah mengatur kehidupan ini adalah bodoh (37:19, 20, 24b).
Jalan hikmat adalah takut akan Dia yang tidak terpahami dan yang sempurna sifat-sifatNya (ay. 23, 24a).
Sesudah melaksanakan tugas pelayanannya, Elihu mundur dari perhatian.
Dia telah mempersiapkan jalan bagi Tuhan di dalam hati Ayub dan sahabat-sahabatnya.
Dari sudut sastra, uraian Elihu merupakan sebuah peralihan yang sangat berhasil untuk menuju penampakan Allah berikutnya.
Gambaran yang sangat jelas dari tokoh yang lebih muda itu tentang kemurkaan unsur-unsur alam mempersiapkan suasana hati untuk (mungkin sebetulnya diilhami oleh) munculnya badai sebagai sarana kehadiran Allah.
Perhatiannya yang cermat terhadap penyataan alam dilanjutkan oleh Tuhan, demikian pula gaya interogasi dalam nasihatnya yang terakhir (bdg. 38:3 dst.).
Di dalam menilai kontroversi di antara Ayub dengan ketiga sahabatnya (bdg. 42:7-9), Tuhan tidak menyebut Elihu sebab orang yang lebih muda itu, tidak merupakan bagian dari perdebatan kaum yang lebih tua itu, juga kata-kata yang diucapkannya tidak perlu dibahas lebih jauh lagi.
Sekalipun Sang Pembicara dari dalam badai itu tidak menyebut nama Elihu, Ia tidak mengabaikan Elihu.
Dengan melanjutkan argumentasi Elihu, dan mendukung penilaian Elihu mengenai Ayub (bdg. 32:2 dan 40:8), dan para sahabat Ayub (bdg. 32:3 dan 42:7 dst.), Tuhan menunjukkan, bahwa Elihu adalah bentara pembuka jalan bagi Dia.
Pelayanan Elihu (32:1-37:24).
Elihu yang tampaknya merupakan salah satu pendengar dalam jumlah lebih besar, yang ikut mendengarkan perdebatan itu, kini tampil ke depan dan mengemukakan teodisenya.
Jika dia diperkenalkan lebih dulu, pasti perjalanan dramatis kisah ini akan dikotori oleh sebuah antisipasi yang janggal tentang hasil perdebatan tersebut.
Tokoh yang lebih muda ini, juga sama-sama tidak tahu seperti yang lainnya tentang percakapan di surga yang disebutkan pada pembukaan kisah ini.
Karena itu, penafsirannya terhadap penderitaan Ayub, tidak komprehensif.
Namun, Elihu mengenali pentingnya prinsip kasih karunia Allah yang cuma-cuma yang tidak diperhatikan oleh tokoh-tokoh lainnya.
Oleh karena itu, dengan uraiannya ini, terang jalan hikmat mulai muncul sesudah masa gelap perdebatan yang panjang yang hanya sekali-sekali saja menampakkan percikan hikmat.
Keangkuhan Ayub berkurang, sehingga Elihu merupakan utusan Tuhan untuk membuka jalan bagi kedatangan-Nya di dalam angin badai (ps. 38 dst.).
Uraian Elihu (32:6-37:24), walaupun ditandai dengan sejumlah waktu sela (34:1; 35:1; 36:1), pada dasarnya merupakan satu kesatuan.
Sesudah pembelaan (32:6-22), dikembangkanlah teodise sebagai jawaban terhadap sejumlah keluhan Ayub (terkutip di 33:8-11; 34:5-9; 35:2, 3; bdg. 36:17 dst.) dan dengan memakai sebuah paparan tentang kasih karunia (33:12-33), kebenaran (34:10-36:25) dan kuasa (36:26-37:24) Allah.
Keputusan-keputusan Manusia (4:1-37:24).
Karena dialog antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya terkait dengan keluhan Ayub dan bukan secara langsung dengan penderitaan yang dialaminya, maka misi dari para sahabat lebih merupakan usaha penghakiman daripada penghiburan pastoral, dan ini makin nyata dalam siklus pembicaraan selanjutnya (tentang struktur siklus dialog ini lihat Garis Besar).
Para sahabat tersebut mengambil kedudukan sebagai dewan penatua yang siap menghakimi seorang pelanggar yang keras hati.
Pertimbangan kesalahan Ayub mencakup pembahasan tentang aspek-aspek yang lebih luas dari masalah teodise, tetapi selalu dengan memperhatikan penghukuman dan kasus khusus Ayub.
Oleh karena itu, bagi Ayub perdebatan itu bukan merupakan penyelidikan akademis yang obyektif tentang penderitaan pada umumnya, melainkan suatu fase baru yang lebih menyakitkan dari penderitaannya.
Para sahabat itu diperdaya oleh ketaatan mereka pada teori tradisional sehingga ikut membantu serta bersekongkol dengan Iblis dalam memusuhi Allah dan menggelapkan jalan hikmat bagi hamba Allah, Ayub.
Tetapi perdebatan ini berguna untuk membungkam hikmat dunia dan dengan demikian mempersiapkan penyajian pendekatan sesuai perjanjian terhadap hikmat yang muncul dalam percakapan antara Elihu dan Tuhan sendiri.
Sekali lagi, di dalam permohonan banding Ayub kepada mahkamah tertinggi mengingat keputusan-keputusan manusia tidak sesuai dengan keadaan, yang terungkap dalam kerinduan Ayub yang mendalam untuk membela dirinya di hadapan Tuhan, perdebatan tersebut sampai membuat Allah harus menampakkan diri.
Sumber bahan: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.