Job 37: Kemuliaan Allah di Alam Semesta
Jumat, Juli 13, 2018
Edit
Klik:
Job 37
Job 37:1 "Sungguh, oleh karena itu hatiku berdebar-debar dan melonjak dari tempatnya.
Job 37:2 Dengar, dengarlah gegap gempita suara-Nya, guruh yang keluar dari dalam mulut-Nya.
Job 37:3 Ia melepaskannya ke seluruh kolong langit, dan juga kilat petir-Nya ke ujung-ujung bumi.
Job 37:4 Kemudian suara-Nya menderu, Ia mengguntur dengan suara-Nya yang megah; Ia tidak menahan kilat petir, bila suara-Nya kedengaran.
Job 37:5 Allah mengguntur dengan suara-Nya yang mengagumkan; Ia melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak tercapai oleh pengetahuan kita;
Job 37:6 karena kepada salju Ia berfirman: Jatuhlah ke bumi, dan kepada hujan lebat dan hujan deras: Jadilah deras!
Job 37:7 Tangan setiap manusia diikat-Nya dengan dibubuhi meterai, agar semua orang mengetahui perbuatan-Nya.
Job 37:8 Maka binatang liar masuk ke dalam tempat persembunyiannya dan tinggal dalam sarangnya.
Job 37:9 Taufan keluar dari dalam perbendaharaan, dan hawa dingin dari sebelah utara.
Job 37:10 Oleh nafas Allah terjadilah es, dan permukaan air yang luas membeku.
Job 37:11 Awanpun dimuati-Nya dengan air, dan awan memencarkan kilat-Nya,
Job 37:12 lalu kilat-Nya menyambar-nyambar ke seluruh penjuru menurut pimpinan-Nya untuk melakukan di permukaan bumi segala yang diperintahkan-Nya.
Job 37:13 Ia membuatnya mencapai tujuannya, baik untuk menjadi pentung bagi isi bumi-Nya maupun untuk menyatakan kasih setia.
Job 37:14 Berilah telinga kepada semuanya itu, hai Ayub, diamlah, dan perhatikanlah keajaiban-keajaiban Allah.
Job 37:15 Tahukah engkau, bagaimana Allah memberi tugas kepadanya, dan menyinarkan cahaya dari awan-Nya?
Job 37:16 Tahukah engkau tentang melayangnya awan-awan, tentang keajaiban-keajaiban dari Yang Mahatahu,
Job 37:17 hai engkau, yang pakaiannya menjadi panas, jika bumi terdiam karena panasnya angin selatan?
Job 37:18 Dapatkah engkau seperti Dia menyusun awan menjadi cakrawala, keras seperti cermin tuangan?
Job 37:19 Beritahukanlah kepada kami apa yang harus kami katakan kepada-Nya: tak ada yang dapat kami paparkan oleh karena kegelapan.
Job 37:20 Apakah akan diberitahukan kepada-Nya, bahwa aku akan bicara? Pernahkah orang berkata, bahwa ia ingin dibinasakan?
Job 37:21 Seketika terang tidak terlihat, karena digelapkan mendung; lalu angin berembus, maka bersihlah cuaca.
Job 37:22 Dari sebelah utara muncul sinar keemasan; Allah diliputi oleh keagungan yang dahsyat.
Job 37:23 Yang Mahakuasa, yang tidak dapat kita pahami, besar kekuasaan dan keadilan-Nya; walaupun kaya akan kebenaran Ia tidak menindasnya.
Job 37:24 Itulah sebabnya Ia ditakuti orang; setiap orang yang menganggap dirinya mempunyai hikmat, tidak dihiraukan-Nya."
Tafsiran Wycliffe
36:1-37:24. Dengan melanjutkan pokok mengenai kebenaran ilahi, Elihu kemudian mengulas tujuan baik dari penderitaan yang dialami oleh orang benar sambil menasihati Ayub untuk memanfaatkan kebenaran tersebut (36:1-25; bdg. 33:19 dst.).
Di dalam ayat-ayat penutup dalam nasihat Elihu ini, himbauan beralih kepada kehebatan kuasa Allah (bdg. 34:12 dst.), dan hal itu pula yang menjadi pokok penting dari kesimpulan Elihu (36:26-37:24), yaitu seruan sang bentara sebelum kedatangan Tuhan (ps. 38 dst.).
36:26-37:24. Dengan menggunakan nasihatnya sendiri (36:24), Elihu memanjatkan sebuah mazmur pujian kepada Tuhan sang Khalik.
Kekuasaan ilahi diilustrasikan dengan berbagai gejala atmosfer: siklus hujan berupa penguapan dan pengendapan (36:26-28), guntur kilat yang gemuruh menakutkan (36:29-37:4), dan es serta salju musim dingin (37:5-13).
Masing-masing gejala alam ini dikemukakan dengan diawali sebuah pengakuan tentang tak terpahaminya karya-karya Allah (36:26, 29; 37:5).
Elihu mengamati, bahwa berbagai kekuatan dasar dari alam ini ketika dilepaskan tidak berada di luar kendali Allah; namun, seperti halnya rudal-rudal yang dilontarkan oleh pasukan-pasukan elit (36:32; bdg. Iliad 21:183; I Taw 12:2), semua itu melaksanakan perintah Allah (37:12), entah sebagai kutukan (36:31a; 37:13a; bdg. 1:16,19), atau sebagai berkat (36:31b; 37:13b; bdg. 37:7).
Hubungan erat yang ditunjukkan di antara kekuasaan Allah atas alam dan kekuasaan-Nya atas sejarah tersebut mempersiapkan kesimpulan dari nasihat Elihu untuk Ayub: jika manusia tidak dapat memahami hukum alam yang ditetapkan Allah, janganlah dia berharap dapat memahami hukum moral yang dari Allah.
Dengan serangkaian pertanyaan yang membuat orang rendah hati (37:15 dst.), Elihu menekankan kedudukan Ayub sebagai makhluk ciptaan, mengingatkan dia, bahwa dengan patokan-patokan yang terbatas, Ayub tidak mungkin dapat menghakimi Allah yang seluruh jalan-jalanNya tak terhingga lebih tinggi daripada pikiran manusia.
Oleh karena itu, mempertanyakan cara Allah mengatur kehidupan ini adalah bodoh (37:19, 20, 24b).
Jalan hikmat adalah takut akan Dia yang tidak terpahami dan yang sempurna sifat-sifatNya (ay. 23, 24a).
Sesudah melaksanakan tugas pelayanannya, Elihu mundur dari perhatian.
Dia telah mempersiapkan jalan bagi Tuhan di dalam hati Ayub dan sahabat-sahabatnya.
Dari sudut sastra, uraian Elihu merupakan sebuah peralihan yang sangat berhasil untuk menuju penampakan Allah berikutnya.
Gambaran yang sangat jelas dari tokoh yang lebih muda itu tentang kemurkaan unsur-unsur alam mempersiapkan suasana hati untuk (mungkin sebetulnya diilhami oleh) munculnya badai sebagai sarana kehadiran Allah.
Perhatiannya yang cermat terhadap penyataan alam dilanjutkan oleh Tuhan, demikian pula gaya interogasi dalam nasihatnya yang terakhir (bdg. 38:3 dst.).
Di dalam menilai kontroversi di antara Ayub dengan ketiga sahabatnya (bdg. 42:7-9), Tuhan tidak menyebut Elihu sebab orang yang lebih muda itu, tidak merupakan bagian dari perdebatan kaum yang lebih tua itu, juga kata-kata yang diucapkannya tidak perlu dibahas lebih jauh lagi.
Sekalipun Sang Pembicara dari dalam badai itu tidak menyebut nama Elihu, Ia tidak mengabaikan Elihu.
Dengan melanjutkan argumentasi Elihu, dan mendukung penilaian Elihu mengenai Ayub (bdg. 32:2 dan 40:8), dan para sahabat Ayub (bdg. 32:3 dan 42:7 dst.), Tuhan menunjukkan, bahwa Elihu adalah bentara pembuka jalan bagi Dia.
Pelayanan Elihu (32:1-37:24).
Elihu yang tampaknya merupakan salah satu pendengar dalam jumlah lebih besar, yang ikut mendengarkan perdebatan itu, kini tampil ke depan dan mengemukakan teodisenya.
Jika dia diperkenalkan lebih dulu, pasti perjalanan dramatis kisah ini akan dikotori oleh sebuah antisipasi yang janggal tentang hasil perdebatan tersebut.
Tokoh yang lebih muda ini, juga sama-sama tidak tahu seperti yang lainnya tentang percakapan di surga yang disebutkan pada pembukaan kisah ini.
Karena itu, penafsirannya terhadap penderitaan Ayub, tidak komprehensif.
Namun, Elihu mengenali pentingnya prinsip kasih karunia Allah yang cuma-cuma yang tidak diperhatikan oleh tokoh-tokoh lainnya.
Oleh karena itu, dengan uraiannya ini, terang jalan hikmat mulai muncul sesudah masa gelap perdebatan yang panjang yang hanya sekali-sekali saja menampakkan percikan hikmat.
Keangkuhan Ayub berkurang, sehingga Elihu merupakan utusan Tuhan untuk membuka jalan bagi kedatangan-Nya di dalam angin badai (ps. 38 dst.).
Uraian Elihu (32:6-37:24), walaupun ditandai dengan sejumlah waktu sela (34:1; 35:1; 36:1), pada dasarnya merupakan satu kesatuan.
Sesudah pembelaan (32:6-22), dikembangkanlah teodise sebagai jawaban terhadap sejumlah keluhan Ayub (terkutip di 33:8-11; 34:5-9; 35:2, 3; bdg. 36:17 dst.) dan dengan memakai sebuah paparan tentang kasih karunia (33:12-33), kebenaran (34:10-36:25) dan kuasa (36:26-37:24) Allah.
Keputusan-keputusan Manusia (4:1-37:24).
Karena dialog antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya terkait dengan keluhan Ayub dan bukan secara langsung dengan penderitaan yang dialaminya, maka misi dari para sahabat lebih merupakan usaha penghakiman daripada penghiburan pastoral, dan ini makin nyata dalam siklus pembicaraan selanjutnya (tentang struktur siklus dialog ini lihat Garis Besar).
Para sahabat tersebut mengambil kedudukan sebagai dewan penatua yang siap menghakimi seorang pelanggar yang keras hati.
Pertimbangan kesalahan Ayub mencakup pembahasan tentang aspek-aspek yang lebih luas dari masalah teodise, tetapi selalu dengan memperhatikan penghukuman dan kasus khusus Ayub.
Oleh karena itu, bagi Ayub perdebatan itu bukan merupakan penyelidikan akademis yang obyektif tentang penderitaan pada umumnya, melainkan suatu fase baru yang lebih menyakitkan dari penderitaannya.
Para sahabat itu diperdaya oleh ketaatan mereka pada teori tradisional sehingga ikut membantu serta bersekongkol dengan Iblis dalam memusuhi Allah dan menggelapkan jalan hikmat bagi hamba Allah, Ayub.
Tetapi perdebatan ini berguna untuk membungkam hikmat dunia dan dengan demikian mempersiapkan penyajian pendekatan sesuai perjanjian terhadap hikmat yang muncul dalam percakapan antara Elihu dan Tuhan sendiri.
Sekali lagi, di dalam permohonan banding Ayub kepada mahkamah tertinggi mengingat keputusan-keputusan manusia tidak sesuai dengan keadaan, yang terungkap dalam kerinduan Ayub yang mendalam untuk membela dirinya di hadapan Tuhan, perdebatan tersebut sampai membuat Allah harus menampakkan diri.
Sumber bahan: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.