1 Korintus 8: Tentang Persembahan Berhala
Kamis, September 17, 2020
Edit
Klik:
1 Corinthians / 1 Korintus 8:1-13
1Co 8:1 Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun. 1Co 8:2 Jika ada seorang menyangka, bahwa ia mempunyai sesuatu "pengetahuan", maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya. 1Co 8:3 Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah. 1Co 8:4 Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: "tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa." 1Co 8:5 Sebab sungguhpun ada apa yang disebut "allah", baik di sorga, maupun di bumi--dan memang benar ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian-- 1Co 8:6 namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup. 1Co 8:7 Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang, yang karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka itu dinodai olehnya. 1Co 8:8 "Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan." 1Co 8:9 Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. 1Co 8:10 Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai "pengetahuan", sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala? 1Co 8:11 Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena "pengetahuan" mu. 1Co 8:12 Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus. 1Co 8:13 Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku.Tafsiran Wycliffe
Nasihat Mengenai Makanan yang Dipersembahkan Kepada Berhala (8:1-11:1). Kata tentang (peri de), menunjukkan dimulainya pokok pembahasan yang baru. Daging persembahan berhala, ialah sisa-sisa dari hewan yang dikurbankan kepada dewa-dewa kafir. Apakah hewan itu dipersembahkan sebagai kurban pribadi maupun kurban umum, bagian-bagian tertentu dari daging yang tersisa adalah untuk pihak yang memberikan kurban itu. Jika hewan itu dikurbankan sebagai persembahan pribadi, maka daging sisanya bisa dimanfaatkan untuk hidangan pesta, dengan mengundang para kerabat pihak yang mempersembahkan kurban. Jika hewan itu dikurbankan sebagai persembahan umum, maka daging yang tersisa, sesudah bagian-bagian yang diinginkan diambil oleh para pejabat, bisa dijual ke pasar untuk dijual kembali kepada penduduk kota itu. Masalah-masalah yang timbul kemudian adalah ini: (1) Bolehkan seorang Kristen ikut memakan daging yang telah dipersembahkan kepada allah palsu di dalam suatu pesta orang kafir? (2) Bolehkah seorang Kristen membeli dan memakan daging dari hewan yang sebelumnya telah dipersembahkan kepada berhala? (3) Ketika diundang ke rumah seorang sahabat, bolehkah seorang Kristen ikut memakan daging yang sebelumnya telah dipersembahkan kepada berhala? Prinsip-prinsipnya (8:1-13). Paulus terlebih dahulu mengemukakan prinsip-prinsip umum untuk menuntun orang percaya, di dalam masalah-masalah yang mudah menyinggung perasaan ini. 1. Kita semua mempunyai pengetahuan, mungkin merupakan kutipan dari surat mereka kepadanya. Orang Kristen memang memiliki pengetahuan, tetapi pengetahuan itu mungkin hanya dangkal dan tidak lengkap (bdg. 2, 7). Pengetahuan, dalam pada itu, tidak cukup untuk menyelesaikan semua persoalan, sebab pengetahuan itu sendiri membuat orang menjadi sombong. 2. Ia belum juga mencapai pengetahuan, artinya pengenalan yang benar akan Allah. Selama di dunia ini, pengenalan manusia akan Allah senantiasa tidak sempurna (bdg. 13:12). 3. Mengasihi Allah, mendatangkan pengenalan akan Allah, dan juga kesadaran bahwa Allah mengenal dirinya. Sebagai contoh: Di dalam sebuah istana, semua orang mengenal sang raja, tetapi tidak semua orang dikenal oleh raja. Tahap berikutnya adalah keakraban pribadi dan pengenalan langsung sebagai hasilnya (bdg. Godet, op.cit, 1:410; Gal. 4:9). 4. Sebuah berhala, tidak mungkin benar-benar melukiskan Allah. Bagaimana mungkin, kayu atau batu dapat menggambarkan sifat Allah yang tidak dapat rusak? 5. Sekalipun demikian, sang rasul mengakui, bahwa ada banyak "allah". 6. Namun bagi kita, menandai sebuah kontras yang kuat. Yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu, menunjuk kepada ciptaan yang pertama: Sang Bapa adalah sumber segala sesuatu (bdg. Kej. 1:1). Untuk Dia kita hidup, berarti Sang Bapa merupakan tujuan dari ciptaan baru, yaitu Gereja. Fungsi Gereja adalah memuliakan Dia. Oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan. Ini menunjuk kepada Tuhan kita, Yesus Kristus selaku agen Allah dalam penciptaan (bdg. Yoh. 1:3). Karena Dia kita hidup. Dia adalah sebagai agen yang bertanggungjawab atas ciptaan baru (bdg. Kol. 1:15-18). 7. Mulai ayat ini hingga akhir dari pasal 8, Paulus menguraikan kata-kata dari kasih membangun (ay. 1). Hal ini memang perlu, sebab bukan semua orang mempunyai pengetahuan tentang satu-satunya Allah dan satu-satunya Tuhan, yang bisa membuat orang mampu untuk memakan daging yang dipersembahkan kepada berhala, tanpa mendatangkan kerugian. 8. Paulus mengemukakan, bahwa daging itu sendiri tidak akan membawa orang percaya makin dekat kepada Allah. "Yang penting adalah hati yang bersih, bukan makanan yang halal; dan saudara seiman yang lemah mengacaubalaukan kedua hal itu" (ICC, hlm. 170). 9. Di dalam beberapa ayat selanjutnya, Paulus mengingatkan mereka yang kuat untuk menjaga, agar kebebasan (harfiah: kewenangan, penggunaan hak mereka) mereka, tidak menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah. Dengan kata lain, pengetahuan tidak akan menyelesaikan persoalan tersebut (bdg. ay. 1-3). 10. Dikuatkan (harfiah: dibangun), bersifat ironis. Pembinaan macam apa ini: dikuatkan untuk berdosa. 11. Dengan jalan demikian. Ungkapan ini membawa kepada alasan, mengapa orang percaya yang kuat, bisa menjadi batu sandungan. Apabila Kristus cukup mengasihi saudara seiman yang lemah itu, sehingga Ia bersedia mati baginya, maka orang percaya yang kuat, seharusnya cukup mengasihi dia, sehingga bersedia membiarkan dia memakai haknya untuk makan makanan tertentu. Binasa, mengacu kepada kebinasaan jasmaniah, bukan kebinasaan abadi. Saudara seiman yang lemah, yang terus-menerus melanggar nuraninya dengan makan makanan yang menurut pikirannya tidak boleh ia makan, berbuat dosa dan menjadikan dirinya cenderung berbuat dosa sampai mati (bdg. 5:5; 11:30; I Yoh. 5:16, 17). Bentuk waktunya adalah sekarang; proses kebinasaan berlanjut terus selama dia tetap makan makanan yang menurut nuraninya tidak boleh dimakan. 12. Akibat yang paling buruk dari persoalan ini ialah, bahwa orang percaya yang kuat itu juga berdosa terhadap Kristus, dengan berbuat dosa terhadap saudara seimannya. Argumentasi yang dikemukakan berlandaskan pada prinsip kesatuan Tubuh Kristus (bdg. 12:12, 13, 26). 13. Karena itu, merupakan ungkapan yang membawa kepada kesimpulan Paulus. Kasih, bukan terang (pengetahuan), yang dapat menyelesaikan persoalan ini. Mengenai masalah-masalah moral, yang sedang dibicarakan oleh Firman ini, Firman mempunyai kewenangan tertinggi. Mengenai masalah-masalah yang secara moral tidak penting, seperti makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala, kebebasan harus dikendalikan oleh kasih. Sekalipun demikian, beberapa hal harus selalu diingat. Yang pertama, nas ini tidak mengacu kepada keinginan penganut legalisme yang memaksakan peraturan-peraturan mereka yang berwawasan sempit kepada orang lain. Mereka itu bukan saudara seiman yang lemah, melainkan saudara seiman yang dengan sengaja ingin bermegah di dalam tunduknya pihak lain kepada pendirian mereka (bdg. Gal. 6:11-13). Ini namanya tirani, dan agama Kristen harus senantiasa waspada terhadap hal ini. Yang kedua, perlu diperhatikan dalam ayat ini, bahwa keputusan untuk mengikuti jalan kasih ada pada Paulus dan bukan pada orang yang lemah. Orang yang kuat hendaknya tunduk kepada himbauan kasih secara sukarela, dan bukan karena tuntutan mereka yang lemah (penganut legalisme senantiasa menghendaki hukum-hukum ciptaan mereka ditaati). Akhirnya, penting bahwa Paulus waktu menangani masalah percabulan dan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala, tidak mengacu kepada keputusan Sidang di Yerusalem (bdg. Kis. 15:19, 20). Sebaliknya, dia mengacu kepada konsep-konsep rohani yang lebih luhur, yang akan dapat dihargai oleh orang-orang Yunani.Sumber ayat Alkitab / tafsiran: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.