1 Petrus 1:1-2: Salam | Garis Besar dan Pendahuluan

Klik:

1 Peter / 1 Petrus 1:1-2

1Pe 1:1 Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia,

1Pe 1:2 yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu.

Tafsiran Wycliffe

1. Dari Petrus, rasul Yesus Kristus. Pengakuan terus terang Surat ini mengenai siapa penulisnya secara manusia, yaitu Petrus sang rasul.

Hanya satu orang saja yang dikenal dengan sebutan demikian.

Menolak pengakuan ini berarti menganggap Surat ini sebagai "penipuan" dan menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana tulisan yang dikarang sedemikian rupa, dapat dijadikan pegangan untuk pengajaran moral dan rohani.

Kepada orang-orang pendatang, yang tersebar. Kalimat Yunani aslinya dapat diterjemahkan: Kepada para warga asing yang tersebar.

Mereka bukan orang asing bagi Petrus, melainkan warga sementara di berbagai propinsi di Asia Kecil.

Kewargaan mereka sesungguhnya adalah surga (bdg. Flp. 3:20, Yunaninya).

Sang rasul yang dengan sengaja menulis Surat ini untuk menghibur para musafir, yang sebagian pasti sudah bertobat setelah mendengar khotbahnya pada hari Pentakosta, langsung menyadari pemisahan dan pengasingan mereka dari lingkungan hidup di sekitar mereka.

Ungkapan tersebar sarat dengan makna yang pedih bagi orang-orang Yahudi yang tersebar.

Petrus menyesuaikan gambaran ini kepada para pembaca non-Yahudinya.

2. Orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah. Roh Kudus membantu Petrus, bahkan hingga di dalam menuliskan kata pengantar untuk mengemukakan sebuah landasan yang tepat untuk memberikan semangat kepada orang-orang Kristen yang merasa makin lama makin sendirian ini.

Mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang telah dipilih dan dikhususkan oleh Dia, yang perkenan-Nya adalah yang utama.

Sebagaimana dikemukakan juga di bagian lain dari Perjanjian Baru, doktrin pemilihan ini dibuat sesuai dengan tanggung jawab pribadi, sebagaimana dimungkinkan melalui penetapan Allah sejak semula (lih. Rm. 8:29), dan yang tampak beroperasi dalam kehidupan nyata melalui kekudusan yang dianugerahkan (yang dikuduskan oleh Roh. Lihat II Tes. 2:13).

Hasilnya ialah taat kepada Allah dan penyucian dari pencemaran insidentil melalui percikan darah Yesus Kristus secara berkesinambungan (Ibr. 12:24).

Kepada saudara-saudara yang dikasihinya itu, Petrus berdoa agar mereka dilimpahi kasih karunia (kata Yunani yang dipakai bernada salam kaum non-Yahudi Chaire! "Bersukacitalah"), dan damai sejahtera (mengingatkan kita akan salam Ibrani Shalom).

Perhatikan pula dicantumkannya ketiga Pribadi Tritunggal di dalam salam ini.

Pendahuluan Kitab 1 Petrus

Penulis.

Menurut catatan, Surat ini ditulis oleh Rasul Petrus (1:1).

Penulis menyebut dirinya seorang penatua dan saksi dari penderitaan Kristus (5:1).

Dia menulis dengan bantuan seseorang yang bernama Silwanus (5:12), dan berbicara mengenai seorang anggota keluarganya bernama Markus yang ada bersama dengan dia (5:13).

Waktu membahas suatu naskah kuno, sang penulis kelihatannya pandai dan terus terang.

Pernyataan-pernyataannya tentang berbagai hal, tampaknya diketahui benar olehnya, dan terutama pernyataan yang berkenaan dengan dirinya, atau kegiatannya dianggap sebagai dapat dipercaya.

Karya tulisnya yang masih ada, kemudian diteliti untuk memeriksa konsistensi amanatnya, dan berbagai karya tulis yang sezaman, atau yang belakangan dipelajari untuk menemukan acuan langsung mengenai penulis ini atau karya tulisnya, dan untuk menemukan kutipan-kutipan darinya atau bukti lainnya yang terkait.

Dugaan semula mengenai keaslian dan ketepatan tulisan ini tidak akan banyak berubah, kecuali kalau berbagai penelitian ini menunjukkan bukti yang bertentangan.

Dalam hubungannya dengan Kitab Suci, tulisan ini merupakan faktor penting lain bagi para pakar Kristen untuk studi mereka.

Gereja sepanjang sejarah, mempercayai dengan teguh, bahwa tulisan-tulisan kanonik bukan sekadar laporan yang cermat dari orang-orang yang jujur, tetapi juga, bahwa hasil karya mereka mengandung unsur mukjizat ilahi; tulisan-tulisan tersebut "diilhamkan oleh Allah" (II Tim. 3:16), yang kadang-kadang, bahkan melampaui pemahaman penulisnya (1:10-12).

Surat I Petrus ini jelas dikatakan telah ditulis oleh Rasul Petrus, dan sama sekali tidak ada bukti dari dalam Surat tersebut yang membuat kenyataan tersebut diragukan.

Sesungguhnya, di dalam Surat ini di sana-sini terdapat berbagai pernyataan yang secara kuat mengingatkan orang kepada ungkapan khas Petrus sebagaimana tercatat di Kisah Para Rasul.

Acuan penulis kepada Bapa sebagai menghakimi "tanpa memandang muka" (1:17), mengingatkan kita akan perkataan Petrus sebelumnya kepada Kornelius dan sekelompok orang bukan Yahudi di rumahnya (Kis. 10:34).

Sebutan-sebutan tentang Allah yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati (1:21 dan lain-lain), mengingatkan kita akan kesaksian khas Petrus mengenai peristiwa kebangkitan di Kisah Para Rasul (2:32; 3:15; 10:40).

Dan pemberitaan mengenai Kristus sebagai "Batu Penjuru" yang secara nubuat telah dilihat Yesaya, sangat mirip dengan pernyataan Petrus kepada Sanhedrin di Kisah Para Rasul 4:11.

Beberapa pakar Alkitab telah menunjukkan beberapa kemiripan dengan tulisan-tulisan Paulus (Harnack beranggapan bahwa I Petrus terlalu dipengaruhi oleh keKristenan gaya Paulus, sehingga mustahil ditulis oleh Petrus), hubungan Surat ini dengan Yakobus, dan ikatannya yang sangat jelas dengan Surat Ibrani.

Namun pakar lainnya, khususnya Dr. Charles Bigg (St. Peter and St. Jude, di dalam International Critical Commentary) menyatakan, bahwa kemiripan-kemiripan tersebut dapat ditafsirkan sebagai mencerminkan peminjaman pokok pikiran Petrus oleh para penulis yang lain tersebut atau sebaliknya, bahwa semua kemiripan itu dapat saja dipandang sebagai menunjukkan berbagai pemahaman dan gaya berbicara yang umum di kalangan Kristen pada zaman rasuli, sehingga tidak ada alasan untuk meragukan individualitas penulis I Petrus, atau menunjukkan bahwa penulisnya bukan Rasul Petrus sebagaimana dikemukakan di bagian pembukaan Surat ini.

Berbagai acuan kepada penganiayaan dan penderitaan yang demikian menonjol di dalam Surat ini, telah dipelajari dengan teliti oleh para pakar untuk memeriksa apakah sesuai dengan apa yang diketahui sejarah mengenai serangkaian penganiayaan orang Kristen mula-mula.

Dr. S. J. Case ('Peter, Epistles of," di dalam HDAC) membedakan adanya tiga gelombang utama penganiayaan ketika itu: yang terjadi semasa pemerintahan Nero (54-68 M), Domitian (81-96) dan Trajan (98.117).

Dia mengikuti pandangan para pakar yang melihat I Petrus sebagai tidak saja menggambarkan tahap yang sudah lanjut dan sangat keras dari penganiayaan, tetapi yang juga sudah menyebar ke berbagai propinsi di Asia Kecil sebagaimana disebutkan di 1:1.

Mengacu kepada korespondensi Plini dengan raja Trajan mengenai penghukuman orang Kristen pada masa bakti Plini (dimulai tahun 111 M) memimpin Pontus dan Bitinia, alamat tujuan Surat I Petrus ini, Case menganggap kenyataan ini sebagai latar belakang yang paling cocok dengan pernyataan-pernyataan Surat ini tentang penganiayaan.

Mengikuti jalan pikiran tersebut hingga mencapai kesimpulannya, dengan menempatkan saat penulisan Surat ini pada masa kepemimpinan Trajan, membuat Surat ini berdasarkan tanggal penulisan tersebut, tidak mungkin ditulis oleh Petrus.

Dr. Case sendiri, sambil mempertimbangkan bukti-bukti lain yang ada, juga tidak menerima kesimpulan ini.

Pakar lainnya menafsirkan I Petrus sebagai sebuah peringatan antisipatif menghadapi penganiayaan yang akan dialami, sebab keadaan ketika itu mengarah ke situ.

Bigg mengemukakan, bahwa penganiayaan yang mula-mula sebagian besar didorong oleh Sanhedrin Yahudi, yang karena pemerintah Roma dengan cepat menyadari, bahwa di sini mereka berhadapan dengan sebuah pandangan hidup yang bertentangan dengan kekafiran, maka menurut hemat mereka, harus dihentikan.

Penganiayaan Paulus dan Silas di Filipi, tampaknya terjadi akibat alasan ini, dan tanpa ada hasutan dari kalangan Yahudi.

Para misionaris itu telah merusak kehidupan para peramal kafir.

Dan hukum Romawi melindungi hak setiap orang untuk mencari nafkah, tanpa ada yang campur tangan.

Dr. Bigg menduga, bahwa I Petrus berasal dari tahap yang lebih dini dari perlawanan golongan kafir tersebut, bahkan sebelum penganiayaan di bawah perintah Nero, yaitu sesudah peristiwa pembakaran kota Roma (th. 64 M) yang menurut Nero dilakukan oleh kalangan Kristen.

Tanggal yang agak dini ini bukan mustahil dan cukup masuk akal, dan juga sesuai dengan pernyataan kepenulisan Surat ini oleh Petrus.

Tentu saja tidak dikatakan, bahwa surat-surat Plini kepada Trajan tidak sangat membantu kita memahami penganiayaan yang dibahas di dalam Surat ini.

Bukti dari luar sangat mendukung keaslian Surat ini.

Sekalipun Ireneus (kurang lebih 130-216 M) merupakan tokoh pertama yang diketahui mengutip Petrus dengan menyebut namanya, para sarjana Perjanjian Baru telah menemukan, bahwa I Petrus disinggung di dalam Surat Barnabas (k. l. 80 M), di dalam karya Klemens dari Roma (95-97 M), di dalam The Stepherd of Hermas (awal abad kedua), dan di dalam tulisan bapa-bapa Gereja lainnya.

Polikarpus yang mati sebagai martir pada tahun 155, mengutip dari I Petrus walaupun tidak menyebut nama penulisnya.

Eusebius (kurang lebih 324 M) mengatakan, bahwa Papias (yang menulis kurang lebih 130-140 M) "memanfaatkan kesaksian dari Surat I Yohanes dan juga dari Petrus" (Ecclesiastical History, 3.39.17).

Dia mencantumkan I Petrus di antara Kitab-kitab yang diterima tanpa diragukan oleh seluruh Gereja.

Selain itu, I Petrus dijumpai di dalam versi Alkitab Siria yang dinamakan Peshita dan juga di dalam versi Koptik, Etiopia, Armenian dan Arab.

Pembuktian dari luar Kitab itu sendiri sangat kuat dan mendukung pengakuan, bahwa Surat ini ditulis oleh Rasul Petrus.

Saat dan Tempat Penulisan.

Waktu dan tempat penulisan, jika kepenulisan Petrus diakui, terkait erat sekali.

Dari 5:13, tampak bahwa Surat ini ditulis dari Babilon.

Memang terdapat tempat penampungan pengungsi Asyur dengan nama tersebut di Mesir, yaitu di lokasi Kairo dewasa ini.

Namun, sepanjang abad pertama tempat itu merupakan sekadar pos militer, dan tradisi tidak memberikan dukungan mengenai keberadaan Petrus di sana.

Babilon di tepi sungai Eufrat tercatat pernah menaungi sebuah jemaat Yahudi pada tahun 36 M, dan pada hari Pentakosta terdapat orang-orang Yahudi dari Babilon di Yerusalem.

Sangat mungkin kemudian terbentuk sebuah jemaat Kristen di Babilon.

Tetapi, menjelang akhir pemerintahan Kaligula (wafat tahun 41 M), pendatang Yahudi di Babilon tersebar karena dianiaya dengan keras dan dibantai.

Rasanya mustahil, bahwa Surat ini ditulis dari sana.

Ada tradisi dini dan kuat yang menyebutkan, bahwa masa terakhir dari hidupnya dijalani Petrus di Roma.

Ide ini dianut oleh hampir semua Gereja pra-Reformasi.

Mungkin saja para Reformator dahulu berusaha menekankan Babilon di Asyur sebagai tempat yang dimaksudkan dalam 5:13 sebagian disebabkan oleh perlawanan mereka terhadap pengakuan bahwa Paus di Roma merupakan kelanjutan dari kepemimpinan Petrus.

Namun, pemakaian nama-nama Perjanjian Lama secara simbolis untuk kota-kota yang ada merupakan kebiasaan yang cukup umum pada zaman rasuli.

Paulus menyamakan Hagar dan gunung Sinai dengan Yerusalem (Gal. 4:25).

Di Wahyu 11:8, Yerusalem disebut Sodom dan Mesir, dan di Wahyu 17:18 jelas bahwa pelacur yang disebut Babilon mengacu kepada Roma.

Bagi penerima Surat ini, yang melihat siapa yang membawa Surat tersebut pasti tidak ada kesulitan untuk melihat, bahwa 5:13 ini menunjuk kepada Roma.

Menurut perhitungan Case (op. cit), Petrus tiba di Roma pada sekitar akhir tahun 63 M.

Lightfoot menentukannya sebagai awal tahun 64 M.

Kedatangan Paulus sebagai tahanan di Roma terjadi beberapa saat sebelumnya, tahun 61 atau 62 M.

Ada tradisi yang menyatakan, bahwa Paulus dibebaskan sesudah ditahan dua tahun di Roma, dan bahwa II Timotius ditulis sesaat sebelum dia dihukum mati beberapa saat kemudian di luar Roma, yaitu sekitar tahun 67 atau 68 M.

Sekalipun demikian, anggapan tentang pemenjaraan yang kedua tersebut telah dipertanyakan, dan mereka yang mempertanyakan ini beranggapan, bahwa Surat II Timotius ditulis sekitar dua tahun sesudah Paulus tiba di Roma, yaitu tahun 63 atau 64 M.

Tanggal ini tentu tidak lama sebelum Paulus mati sebagai martir, dan sekitar tibanya Petrus di Roma.

Menarik untuk dicatat, bahwa Markus yang dipanggil ke Roma oleh Paulus (II Tim. 4:11) ada bersama dengan Petrus ketika Surat ini ditulis, seperti juga Silas, teman seperjalanan Paulus yang setia (5:12, 13).

Kalau begitu, Surat ini sangat mungkin ditulis dari Roma sekitar saat penganiayaan oleh Nero dimulai, yaitu tahun 64 M.

Menetapkan bahwa tanggal penulisannya adalah tidak lama sesudah penganiayaan tersebut dimulai, tampaknya dibenarkan oleh adanya acuan yang demikian jelas mengenai penderitaan hebat itu di dalam Surat ini.

Amanat Surat Ini.

Ditulis kepada orang Kristen yang tinggal di lima propinsi di Asia Kecil, Surat ini menyapa pada pembacanya sebagai pendatang dan pengembara yang tersebar, suatu gambaran yang sangat dikenal oleh orang Israel yang terserak dan tertindas, tetapi juga sangat cocok untuk banyak pembaca Kristen non-Yahudi.

Bahwa yang disapa adalah orang-orang Kristen non-Yahudi, cukup jelas dari Surat ini.

Petrus mengingatkan mereka, bahwa sekalipun sebelumnya mereka bukan umat Allah, saat ini mereka adalah umat Allah (2:10).

Dia melukiskan kehidupan mereka sebelumnya sebagai "melakukan kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah" (4:3, 4).

Mengapa Petrus memperhatikan mereka?

Banyak orang dari kelima propinsi di Asia Kecil ini telah mendengarkan khotbah Petrus pada hari Pentakosta (Kis. 2:9), dan tidak diragukan lagi, bahwa banyak di antara mereka kemudian pulang dan mendirikan jemaat rohani.

Paulus kemudian memberitakan Injil di Asia, tetapi hanya wilayah yang terbatas saja berhasil dilayani, sebab Paulus telah dilarang oleh Roh Kudus untuk memberitakan Injil secara luas di wilayah ini (Kis. 16:6-8).

Mungkin larangan ini disebabkan karena Injil sudah mulai bertumbuh dengan luar biasa di wilayah tersebut.

Petrus mungkin mengingat perintah yang disampaikan Tuhan Yesus kepada mereka, "Jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (Luk. 22:32), dan kemudian, "Apakah engkau mengasihi Aku ... ? Gembalakanlah domba-domba-Ku" (Yoh. 21:15-17).

"Jika engkau sudah insaf," tentu saja. Sebab Petrus pra-Pentakosta, jauh dari menjadi batu karang rohani, justru merupakan campuran yang berubah-ubah antara kesetiaan manusiawi dengan sifat mementingkan diri.

"Jangan ke salib" adalah nasihatnya kepada Tuhan (Mat. 16:22). Dan ketika Yesus menuju ke alat penyiksaan itu atas kehendak Bapa-Nya, Dia ke sana tanpa didampingi oleh Petrus.

Tetapi Pentakosta, dengan pengurapan Roh yang luar biasa, telah mendatangkan perubahan radikal.

Sekarang Petrus, yang sudah menderita penyesalan dan sudah menghadapi maut di tangan Herodes, maju untuk memberikan semangat dan kekuatan kepada saudara-saudaranya di Asia untuk menghadapi Kalvari mereka yang sudah dekat.

Garis Besar Kitab 1 Petrus

Tema: Penderitaan di dalam kehidupan orang percaya.

Ayat kunci: 4:1

I. Penghiburan dan Kepastian di Dalam Penderitaan (1:1-25)

A. Salam (1:1. 2)

B. Kepastian Dalam Fakta-fakta yang Diketahui dari Injil Kristus (1:3-12)

C. Kepastian Dalam Kekudusan Hidup yang Disediakan Allah (1:1.3-25)

II. Tanggapan Berhati-hati Tentang Kekudusan Praktis (2:1-3:22)

A. Dasar-dasar Positif dan Negatif dari Kekudusan (2:1-3)

B. Keterlibatan Pembaca Dalam Masyarakat Kudus, Gereja (2:4-10)

C. Hidup Tanpa Cela, Jawaban Terhadap Penganiayaan (2:11-3:13)

1. Menghormati Undang-undang, Pejabat dan Sesama Warga (2:11-17)

2. Para Hamba Harus Tunduk. Bahkan Terhadap Ketidakadilan (2:18-25)

3. Sikap Hormat Para Istri Terhadap Suami (3:1-6)

4. Perhatian Terhadap Para Istri (3:7)

5. Kasih Ilahi di Antara Para Kudus (3:8-13)

D. Kemenangan di Tengah Penderitaan Tidak Adil (3:14-22)

1. Kebahagiaan Dasar, Bebas dari Takut (3:14-15a)

2. Membela iman dengan sikap Hormat yang Didukung oleh Kemurnian Hidup (3:15b-17)

3. Kristus Teladan Orang Percaya (3:18-21)

4. Kristus Jaminan Orang Percaya (3:22)

III. Makna Rohani dari Penderitaan (4:1-19)

A. Penderitaan Jasmani Sebagai Lambang Matinya Kehidupan Daging (4:1-6)

1. Kematian Kristus Sebagai Teladan dan Sumber Kekuatan (4:1a)

2. Kematian Terhadap Sifat Dosa: Hidup Bagi Allah (4:Ib-6)

B. "Hidup Tersalib" Ditandai oleh Kasih Ilahi (4:7-11)

C. Api Penganiayaan Dilihat Sebagai Pengudusan (4:12-19)

IV. Kasih Ilahi Selaku Pedoman Hidup Bergereja (5:1.11)

A. Para Penatua Harus Memimpin dengan Kasih (5:1-7)

B. Iblis Harus Dilawan dengan Kasih Karunia Ilahi (5:8-11)

V. Salam Penutup dan Berkat (5:12-14)

Sumber ayat Alkitab / tafsiran: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel