Wahyu 1:1-3: Judul | Garis Besar dan Pendahuluan Wahyu

Klik:

Revelation / Wahyu 1:1-3

Rev 1:1 Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, supaya ditunjukkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi. Dan oleh malaikat-Nya yang diutus-Nya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes.

Rev 1:2 Yohanes telah bersaksi tentang firman Allah dan tentang kesaksian yang diberikan oleh Yesus Kristus, yaitu segala sesuatu yang telah dilihatnya.

Rev 1:3 Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat.

Tafsiran Wycliffe

1:1-8. Sekalipun pengertian surat kepada tujuh jemaat di Asia tidak disebutkan secara nyata di dalam pasal 1, di dalam ayat 4 kita menemukan frasa: Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil.

Dan kemudian (ay. 11), Yohanes menerima perintah untuk menulis apa yang ia lihat dan mengirimkan tulisan tersebut kepada ketujuh jemaat.

Letak dari ketujuh jemaat dibahas dalam tafsiran pasal 2.

Pasal 1 berisi suatu pewahyuan yang melimpah, bahkan nyaris mengaburkan, tentang Yesus Kristus sendiri.

Ayat 4-8 mengemukakan tiga penggambaran dasar tentang Kristus.

Yohanes rupanya melukiskan Kristus Baru dan yang dikenal olehnya, sebab tidak ada petunjuk, bahwa di dalam hal ini ia telah memperoleh pewahyuan yang khusus.

Kristus yang disajikan adalah Kristus yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang (ay. 4).

Pada masa lalu, Kristus adalah Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati.

Pada masa kini, Dia adalah yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita (ay. 5).

Dan pada masa yang akan datang, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia ... Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia (ay. 7).

Pernyataan bahwa Kristus telah menjadikan kita suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah (ay. 6), merupakan suatu pernyataan yang berdasarkan pada Keluaran 19:6 dan beberapa abad kemudian dikutip oleh Petrus (I Ptr. 2:5, 9).

Nas yang mengacu pada masa depan ini memiliki dua acuan Perjanjian Lama, yakni di Daniel 7:13 Anak Manusia dilukiskan sebagai datang dengan awan, dan fakta bahwa semua orang akan melihat Dia dinyatakan dalam Zakharia 12:10, 12.

Kata yang diterjemahkan dengan menikam, di bagian Perjanjian Baru hanya dipakai di Yohanes 19:37 (bdg. Za. 12:10).

Saya senantiasa beranggapan, bahwa frasa, yang berkuasa atas raja-raja bumi ini (ay. 5), merupakan gelar utama Kristus di dalam Kitab Wahyu ini.

Banyak raja disebutkan dalam Kitab ini, yaitu raja-raja bangsa yang memberontak menentang Anak Domba, raja dari kegelapan, dan sebagainya.

Tidak ada petunjuk hingga akhir Kitab, bahwa para raja di bumi tersebut mengakui Kristus sebagai Raja atas segala raja.

Sesungguhnya, Kitab Wahyu nyaris merupakan catatan tentang Kristus yang memaksakan gelar ini, dan akhirnya memperoleh keunggulan sebagaimana disebutkan oleh gelar tersebut.

Pendahuluan Kitab Wahyu

Catatan:

Pada awal dari tafsiran singkat atas Kitab terakhir yang tak kunjung habis dari kanon Perjanjian Baru ini, sesuatu hal tentang dua ciri yang akan dipakai sepanjang tafsiran ini tampaknya layak dikemukakan.

Pertama-tama, secara proporsional tempat yang lebih banyak diberikan untuk membahas masalah-masalah pendahuluan daripada yang secara normal dilakukan dalam buku tafsiran Kitab ini yang singkat maupun yang lebih lengkap.

Hal ini dilakukan sebab penafsir percaya, bahwa suatu penelaahan terhadap Kitab Wahyu ini memerlukan pembahasan pendahuluan yang lebih banyak dibandingkan Kitab lainnya dalam Alkitab.

Semakin baik pembaca telah memahami berbagai prinsip penafsiran yang fundamental, semakin siap pula dia akan mampu memahami ayat-ayat yang diakui sulit untuk dipahami tersebut.

Kedua, di dalam bagian ini terangkum cukup banyak bahan pembahasan dari berbagai tafsiran yang lebih penting atas Kitab Wahyu yang telah diterbitkan sepanjang abad yang terakhir, beberapa di antaranya berupa pernyataan-pernyataan yang sangat singkat dan tajam dari para pakar terkenal Gereja Kristen tentang pokok-pokok yang dibahas dalam Kitab ini.

Mengenai Kitab Wahyu, ada hal yang nyaris bersifat paradoks.

Kitab ini memiliki tingkat kesukaran yang sudah diakui umum, sekalipun demikian, sepanjang zaman Kitab ini bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot perhatian orang Kristen dari berbagai aliran teologi, kaum awam, para pendeta maupun para guru besar untuk mempelajarinya.

R. H. Charles benar ketika mengawali Lecturs on the Apocalypse (Ceramah tentang Kitab Wahyu) dengan pernyataan sebagai berikut.

"Sejak masa yang paling dini dari Gereja, secara universal Kitab ini sudah diakui sebagai Kitab yang paling sulit dipahami dalam Alkitab" (hlm. 1).

Calvin menolak untuk menulis sebuah tafsiran tentang Kitab Wahyu dan hampir tidak memperhatikannya di dalam semua karya tulisnya yang cukup banyak.

Selama bertahun-tahun, Luther mengabaikan pesan yang disampaikan Kitab ini.

Pada saat yang bersamaan, Kitab ini telah mendorong sejumlah orang untuk meneliti secara sangat teliti nubuat-nubuat di dalamnya, dan untuk terus-menerus membacanya kembali dalam rangka mempertimbangkan kembali tema-temanya dan memperoleh pemahaman baru tentang apa yang diwahyukan di sini.

Satu kesaksian pun cukup, yaitu yang dikemukakan oleh penafsir Alkitab yang secara umum diakui paling unggul dalam perempat pertama abad ini, G. Campbell Morgan.

"Tidak ada Kitab dalam Alkitab yang pernah saya baca begitu sering, tidak ada Kitab yang terhadapnya saya lebih sabar dan terus-menerus memberikan perhatian ... Tidak ada Kitab lain dalam Alkitab yang lebih ingin saya baca pada saat-saat saya tertekan dibandingkan dengan Kitab ini, dengan segenap rahasia dan rincian-rinciannya yang tidak saya pahami" (Westminster Bible Record, Jilid 3 [1912] hlm. 105, 109).

Kedudukan Penting Kitab Ini.

(1) Alkitab Perjanjian Baru tentu tidak akan lengkap, dan tentu para pembacanya sedikit banyak akan merasa tertekan, seandainya Kitab ini tidak tercantum di dalam Kanon.

Kitab ini bukan hanya Kitab terakhir dalam Kanon, tetapi juga merupakan penutup yang diperlukan dari penyataan Allah kepada manusia.

Kebenaran ini diungkapkan secara cemerlang oleh T. D. Bernard di dalam ceramah Bampton untuk tahun 1864 yang berjudul The Progress of Doctrine in the New Testament, (Perkembangan Doktrin dalam Perjanjian Baru).

"Saya tidak tahu bagaimana seseorang, waktu menutup Surat-surat, dapat berharap untuk melihat sejarah Gereja selanjutnya berbeda secara hakiki dengan keadaan saat itu. Di dalam tulisan-tulisan tersebut, kita tampaknya, seakan-akan, tidak akan menyaksikan badai-badai yang menjernihkan suasana, namun akan merasakan seluruh suasana yang sarat dengan berbagai unsur penderitaan dan kematian yang akan datang. Setiap saat kekuatan gelap tampil dengan lebih jelas. Kekuatan-kekuatan tersebut dihadapi, namun tidak hilang ... Kata-kata terakhir Paulus dalam Suratnya yang kedua kepada Timotius, dan kata-kata Petrus dalam Suratnya yang kedua, serta Surat-surat Yohanes dan Yudas, sudah menyiratkan suatu masa di mana berbagai kecenderungan dari sejarah tersebut telah secara khusus menampilkan diri; dan di dalam hal ini tulisan-tulisan tersebut merupakan pendahuluan dan bagian dari Kitab Wahyu."

"Demikianlah kita sampai ke Kitab ini dengan berbagai kebutuhan yang akan disediakan di dalamnya: kita sampai ke Kitab ini sebagai orang, yang bukan hanya secara pribadi berada di dalam Kristus dan yang mengetahui apa yang secara perseorangan mereka miliki di dalam Dia, tetapi yang juga selaku anggota-anggota tubuh-Nya, ikut dalam kehidupan bersama, yang dalam kesempurnaannya mereka akan dijadikan sempurna, dan dalam kemuliaannya Tuhan mereka akan dimuliakan. Kita menantikan kesempurnaan dan kemuliaan ini dengan sia-sia di antara berbagai kekacauan dunia dan bentuk kejahatan yang senantiasa aktif dan berubah-ubah. Apakah makna dari suasana yang ribut ini? Apakah yang menjadi masalahnya? Bagaimana kemungkinannya realisasi dari hal-hal yang kita inginkan? Terhadap pikiran seperti ini, dan terhadap berbagai kebutuhan lain yang terkait dengannya, ajaran Allah yang terakhir ini diarahkan, sesuai dengan sistem doktrin progresif yang berusaha saya lukiskan di dalam mana setiap tahap perkembangan terjadi sesuai dengan urutan alamiah karena akibat dari apa yang telah ada sebelumnya."

(2) Di antara semua Kitab di dalam Alkitab, Kitab ini dapat dikatakan merupakan satu-satunya Kitab mengenai akhir zaman.

Dan rupanya sepanjang tiga puluh tahun terakhir ini, dunia Barat, termasuk para negarawan, ilmuwan, ahli ekonomi dan para penulis esei, secara sadar maupun tidak, mengakui hal ini.

Ini kelihatan khususnya dalam pemakaian istilah Apocalypse.

Istilah ini telah memperoleh arti zaman pergolakan, keadaan dunia yang sarat dengan akibat-akibat menakutkan, dilepasnya sejumlah besar kekuatan yang berada di luar kemampuan manusia untuk mengendalikannya.

Penulis buku tafsiran Wahyu dalam serial Moffatt Commentary, Martin Kiddle, mengacu kepada "relevansi yang menyolok" dari amanat Kitab ini "dengan Gereja zaman kita. Hal ini merupakan satu bukti lagi dari peranan ilahi dan makna abadi dari semua penglihatan Yohanes. Manakala dunia berada di dalam krisis, manakala negara mengangkat diri dan menuntut kesetiaan yang menurut paham Kristiani tidak mungkin diberikan tanpa mengkhianati jiwa mereka sendiri, manakala Gereja terancam dihancurkan, dan iman menjadi pudar serta hati menjadi dingin, maka Kitab Wahyu akan menasihati dan memberikan dorongan, mengangkat dan membangkitkan semangat semua orang yang memperhatikan amanatnya" (hlm. xlix).

(3) Kitab ini terutama merupakan Kitab tentang satu dunia, dan dapat dipastikan, bahwa saat ini, di tengah-tengah abad kedua puluh ini, kita mendekati keadaan dunia yang menyatu.

Di dalam Kitab ini, kita sering kali menjumpai istilah seperti banyak bangsa dan kaum, dan bahasa dan raja (10:11; 11:9; 17:15) yang menunjukkan cakupan universal dari penglihatan.

Ketika raja-raja dikemukakan, maka mereka adalah "raja-raja di seluruh dunia" (16:14, 17:2, 18; 18:9; 19:19).

Tentang iblis dikatakan, bahwa dia adalah "yang menyesatkan seluruh dunia" (12:9).

Semua bangsa di dunia melakukan perzinahan dengan pelacur itu (18:3, 23).

Boikot ekonomi yang dilaksanakan oleh binatang itu meliputi seluruh umat manusia (13:16, 17).

Sesungguhnya, binatang dari laut telah memberikan kepadanya "kuasa atas setiap suku dan umat dan bahasa dan bangsa" (13:7); dan tentang dia dikatakan bahwa "semua orang yang diam di atas bumi akan menyembahnya" (13:8).

Merupakan fakta yang sangat penting, bahwa ketika saatnya tiba bagi Kristus untuk menduduki kedudukan-Nya yang sah sebagai Raja segala raja dan Tuan atas segala tuan, pemerintahan dunia disebut dengan memakai bentuk tunggal "pemerintahan atas dunia" (11:15).

(4) Kitab ini terutama ditujukan untuk masa yang sukar, masa di mana kegelapan makin kelam, ketakutan menyebar ke seluruh umat manusia dan kekuatan-kekuatan besar, yang tidak bertuhan dan jahat, tampil di atas panggung sejarah (sebagaimana munculnya mereka di dalam Kitab ini).

Namun, di dalam Kitab ini juga terdapat penghiburan dan dorongan: Allah mengetahui segala sesuatu sejak awal, bahkan juga kesengsaraan umat-Nya.

Bagaimanapun juga, akhir dari seluruh pertikaian, penganiayaan, penyiksaan dan kematian sebagai martir ini ditentukan oleh Kristus yang akhirnya akan menang.

Dosa dan Iblis serta segenap pasukannya akan dimusnahkan secara abadi; dan semua orang percaya akan bersama-sama dengan Anak Allah dalam kemuliaan untuk selama-lamanya.

(5) Bahkan, seandainya semua ini tidak benar, seperti yang terutama tampak pada zaman kita, kita hendaknya tidak melupakan, bahwa Kitab ini merupakan satu-satunya Kitab di dalam Alkitab yang mengucapkan berkat atas mereka yang membaca, mendengar serta menaati kata-katanya: "Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya" (1:3, 22:7).

(6) Akhirnya, di dalam Kitab inilah beberapa tema terbesar dari wahyu ilahi diungkapkan ujungnya.

Di dalam Kitab ini, semua nubuat mengenai Kristus sebagai Raja segala raja disingkapkan secara lengkap, dan tampak sedang terjadi.

Di dalam Kitab ini, istilah-istilah seperti tabernakel, bait suci, firdaus, Babel, dan lain-lain memperoleh makna yang sepenuhnya rohani.

Di dalam Kitab ini, semua janji mengenai hidup dalam kemuliaan terpusat dalam gambaran maha indah mengenai Kota yang Kudus.

Di dalam Kitab ini, dikisahkan kehancuran akhir dari Iblis, Antikristus, para nabi palsu dan semua musuh Allah.

Di dalam Kitab ini, para raja pemberontak dalam Mazmur 2 ternyata tunduk di bawah kaki Anak Domba Allah.

Penulis.

Sepanjang sejarah, keaslian Buku ini telah diragukan.

Di dalam buku tafsiran ini, tidak disediakan tempat untuk mengemukakan dan mengulas berbagai alasan yang menentang kepenulisan Yohanes, tetapi kita harus memperhatikan berbagai fakta yang menunjukkan, bahwa Rasul Yohanes merupakan penulis Kitab ini.

(1) Di dalam Kitab ini, nama penulis disebutkan sebanyak empat kali (1:1, 4, 9; 22:8).

(2) Sudah sejak pertengahan pertama abad kedua, terdapat keyakinan Gereja, bahwa Yohaneslah penulis Kitab ini.

Yustinus Martir dengan terus terang mengatakan: Dan bersama dengan kita seorang yang bernama Yohanes, salah satu dari Rasul Kristus, yang di dalam wahyu kepadanya ... (Dialogue with Trypho the Jew, ps. 81).

Sejarawan besar Eusebius berkali-kali menyebutkan Kitab ini ditulis oleh Yohanes (Ecclesiastical History III, xxiv, xxxix); demikian pula Tertulian (Contra Marcion, 3:14-24).

(3) Apapun gramatika dari Kitab ini, terdapat banyak kesamaan kosakata Kitab ini dengan Injil Yohanes.

Salah satu mata rantai penting yang menghubungkan kedua Kitab ini, kata Gloag, ialah pemakaian istilah Logos untuk Yesus Kristus.

Istilah ini tidak diragukan lagi berasal dari Yohanes.

Istilah ini tidak pernah dipakai di dalam Kitab lainnya di dalam Alkitab, tetapi dipakai dalam Kitab Wahyu.

Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan namanya ialah: Firman Allah (Why. 19:13).

Demikian pula istilah "Anak Domba" yang bukan sekadar sebagai lambang dari Kristus, melainkan Kristus sendiri, merupakan gaya yang khas Yohanes.

Sebagaimana di dalam Injil dikatakan: "Lihatlah, Anak Domba Allah", dan dalam Kitab Wahyu: "Di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah-tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih" (5:6).

Memang benar, bahwa istilah Yunani yang dipakai berbeda, di dalam Injil yang dipakai adalah istilah ho amnos, sedangkan di dalam Kitab Wahyu istilahnya ialah to arnion.

Tetapi, pengertian bahwa Yesus Kristus adalah Anak Domba merupakan maksud dari kedua istilah tersebut.

Istilah alethinos dipakai sepuluh kali dalam Kitab Wahyu, sembilan kali dalam Injil Keempat, empat kali di dalam Surat Yohanes dan hanya satu kali di dalam Surat-surat Paulus.

Demikian pula istilah nikos yang sering dipakai dalam Surat Yohanes, sering kali muncul dalam Kitab Wahyu, misalnya di bagian akhir dari Surat kepada Tujuh Jemaat dan di bagian lainnya sepanjang Kitab ini.

Barangsiapa menang (nitros), ia akan memperoleh semuanya ini (21:7).

Kata kerja skenoo hanya dijumpai di dalam tulisan-tulisan Yohanes, dipakai dalam Injil dengan arti Shekinah, yaitu Logos yang diam di antara manusia (1:14), dipakai empat kali di dalam Kitab Wahyu dengan arti Allah.

Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam (skenoo) bersama-sama dengan mereka (21:3).

(P. J. Gloag, Introducation to the Johannine writings, hlm. 306, 307).

Tanggal Penulisan.

Terdapat dua pandangan berbeda tentang saat Kitab ini ditulis.

Beberapa penafsir menyebutkan, bahwa Kitab ini sudah ditulis sejak masa pemerintahan Nero, yaitu dalam dasa warsa ketujuh abad pertama.

Tetapi, banyak alasan yang menyebabkan tanggal ini tampaknya terlalu dini.

Pendapat yang disepakati Gereja Mula-mula ialah, bahwa Rasul Yohanes diasingkan ke Pulau Patmos oleh kaisar Domitian (tahun 81 hingga 95 M), sedang beberapa penulis menempatkan pengasingan Yohanes pada tahun keempat belas dari pemerintahan kaisar ini, yaitu tahun 95 M.

(Untuk bukti yang agak dini tentang pandangan ini, lihat misalnya: Revere F. Weidner. Annotations on the Revelation of St. John the Divine, hlm. xiv-xvii).

Kitab Wahyu dengan jelas menunjukkan, bahwa Kitab ini ditulis di tengah-tengah penganiayaan besar.

Penganiayaan yang diperintahkan oleh Nero hanya terbatas di kota Roma saja, tetapi penganiayaan yang diperintahkan oleh Domitian menjangkau wilayah-wilayah yang lain dari kekuasaan Roma.

Domitian mengasingkan orang ke berbagai tempat pengasingan, Nero tidak melakukan hal itu.

Selanjutnya, ketujuh jemaat di Asia dalam Surat ini menunjukkan suatu perkembangan yang sudah lama, keadaan mana nyaris tidak mungkin sudah ada pada tahun 65 M.

Kemudian, kita tidak memiliki bukti apapun, bahwa Rasul Yohanes memiliki kewenangan tertentu atas jemaat-jemaat di Asia sebelum Yerusalem dihancurkan.

Pandangan ini dianut oleh para penulis seperti Lange, Alford, Elliott, Godet. Lee, Milligan, dan lain-lain.

Judul Kitab ini.

Istilah Wahyu merupakan terjemahan dari bahasa Latin revelatio (yang berasal dari kata revelare: menyingkapkan atau membuka sesuatu yang sebelumnya tertutup).

Judul ini diberikan untuk Kitab terakhir dalam Vulgata Latin.

Judul bahasa Yunani ialah Apocalypse, yang diambil langsung dari kata pertama dalam naskah Yunani.

Apocalypsis, bentuk kata benda ini tidak dijumpai dalam sastra Yunani lainnya, tetapi sebagai kata kerja, kata ini sering kali dipakai di dalam Kitab-kitab Injil dan Surat-surat, dengan berbagai arti, terutama berkaitan dengan suatu bentuk penyataan ilahi kepada manusia (misalnya tentang Anak Manusia di Lukas 17:30).

Kata kerja ini dipakai oleh Paulus untuk mengacu kepada peristiwa akan datang yang sama (Rm. 8:18; I Kor. 1:7; II Tes. 1:7), dan sering kali dalam I Petrus (1:7, 13; 4:13, 5:1).

Di dalam terjemahan Yunani dari Kitab Daniel, istilah ini sering kali dijumpai mengacu kepada penyingkapan rahasia atas penafsiran mimpi, atau wahyu dari Allah (lih. Dan. 2:19, 22, 28, 29, 30, 47; 10:1; 11:35).

Tema.

Kitab Wahyu merupakan Kitab nubuat.

Dalam penyingkapannya tentang masa depan, yang terutama ditekankan adalah berbagai usaha di seluruh dunia yang dilakukan berulang-ulang dan makin hari makin hebat oleh tokoh-tokoh dan bangsa-bangsa di dunia, yang diberi tenaga dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan jahat di bawah pimpinan Iblis, untuk menentang dan mencegah pelaksanaan rencana Kristus yang telah dinyatakan, yakni mendirikan pemerintahan-Nya sebagai Raja atas seluruh bumi.

Kitab ini menjelaskan, bahwa pertikaian tersebut pasti akan berakhir dengan kehancuran menyeluruh dari kekuatan-kekuatan jahat yang ada itu, serta pendirian Kerajaan Kristus yang abadi.

Pertikaian yang sudah berlangsung sejak dahulu kala ini, pertikaian mana, bahkan melibatkan surga terdiri atas berbagai rencana dari pihak lawan-lawan Kristus untuk mengalahkan Raja atas segala raja tersebut.

Setiap rencana berakhir dengan kegagalan, kegagalan mana diikuti dengan hukuman ilahi yang mengerikan.

Pertikaian yang berkepanjangan tersebut berakhir pada penghakiman terakhir dari Takhta Putih, tampilnya Yerusalem Baru, dan awal dari keabadian.

Kitab Penglihatan.

Kitab Wahyu, melebihi Kitab lainnya dalam Alkitab, merupakan catatan tentang apa yang diwahyukan kepada penulisnya dalam bentuk penglihatan.

Kita semua mengetahui betapa sulitnya memberikan laporan tentang apa yang telah kita lihat, khususnya apabila yang dilihat adalah sesuatu yang menggetarkan.

Bagaimana seseorang dapat melukiskan dengan memadai kemegahan dari matahari terbenam atau kemegahan dari pegunungan Alpen?

Berbagai kata kerja Yunani yang berbeda, yang berarti melihat, lihatlah, atau mengetahui, dipakai 140 kali di dalam Kitab ini, berawal dengan: "Apa yang engkau lihat, tuliskanlah ... " (1:11).

Yohanes langsung mengatakan: "Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling tampaklah ... " (ay. 12).

Pada awal pasal 4, sebuah suara dari surga terdengar berbicara kepada Yohanes: "Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini" (4:1).

Sejak saat itu, terdapat banyak sekali paragraf hingga akhir dari Kitab ini yang diawali dengan istilah: "Maka aku melihat."

Kitab ini bukan hanya berisi serangkaian penglihatan, tetapi juga sarat dengan bahasa lambang, dan lambang-lambang tersebut harus dipelajari dengan teliti.

Ini terutama berlaku untuk angka.

Pertama-tama, angka tujuh dipakai secara berulang-ulang.

Di dalam kaitan dengan lambang angka di dalam Kitab ini, disisipkan di sini ringkasan singkat dan komprehensif dari Moorehead dan Weidner.

"Angka (7) ini dipakai bukan hanya untuk menunjukkan obyek sejumlah itu," kata Moorehead, tetapi sebagian besar ikut serta dalam seluruh rencana Kitab ini.

Tujuh merupakan angka yang melambangkan kelengkapan, kesempurnaan, dan kegenapan dispensasional.

Semua pembaca tahu, bahwa terdapat empat perangkat tujuh yang meliputi bagian yang cukup besar dari Kitab ini.

Terdapat tujuh surat kepada tujuh jemaat (ps. 2, 3).

Penglihatan tentang tujuh meterai yang mencakup 6-8:1 (dengan sebuah episode di antara meterai yang keenam dan meterai yang ketujuh).

Penglihatan tentang tujuh sangkakala, 8:2-11:16 (dengan episode di antara sangkakala keenam dengan sangkakala ketujuh, 10-11:13).

Penglihatan tentang tujuh cawan, 15:5-16.

Jadi hampir setengah dari Kitab ini dipakai untuk membahas empat rangkaian tujuh ini ... Angka tujuh berperan dalam bagian-bagian di mana angka tersebut tidak disebutkan secara langsung.

Pada 5:12 dipanjatkan pujian kepada Anak Domba yang memiliki tujuh sifat. Kawanan berjubah putih pada 7:12 menyembah Allah dengan jumlah sifat yang sama.

Pasal 14:1-20 terdiri dari tujuh bagian, yaitu: Anak Domba dengan kawanan-Nya yang mulia di bukit Sion; Injil yang abadi; kejatuhan Babel; ancaman serius terhadap semua bentuk persekutuan dengan Binatang itu; nasib bahagia dari orang-orang yang mati di dalam Tuhan sesudah itu; masa menuai anggur yang baik.

Di samping itu, di dalam pasal ini disebutkan adanya enam malaikat, dan satu yang mirip Anak Manusia.

Tempat terhormat diberikan kepada Anak Manusia, di masing-masing sisi-Nya terdapat tiga orang malaikat, dengan Dia di tengah, mengatur semua gerakan yang ada.

Puncak dari rangkaian ini terdapat di dalam angka empat, di mana Dia duduk di atas Awan putih.

"Ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya" (1:4) mengungkapkan kesempurnaan tak terbatas dari Roh Kudus.

"Tujuh bintang" yang ada di tangan kanan Kristus (1:16) berarti kewenangan mutlak yang dimiliki oleh-Nya atas semua Gereja.

Anak Domba memiliki "tujuh tanduk dan tujuh mata" (5:6), yang merupakan lambang dari kekuatan tak terbatas, intelegensi tertinggi, dan kemahatahuan sempurna yang dengannya Dia dibekali (William G. Moorehead, Studies in the Book of Revelation. hlm. 30-32).

Setengah dari tujuh yang dipakai dalam Perjanjian Lama, kata Weidner, berarti masa penganiayaan.

Angka ini muncul di dalam berbagai bentuk, baik di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru.

Musibah kelaparan pada zaman Elia berlangsung selama tiga setengah tahun (I Raj. 17:1; Luk. 4:25; Yak. 5:17).

Periode yang sama ialah satu masa dan dua masa dan setengah masa dari Daniel 7:25 dan 12:7, serta pertengahan tujuh masa yang disebutkan pada Daniel 9:27.

Periode yang sama ini muncul kembali di dalam Kitab Wahyu dengan bentuk empat puluh dua bulan (11:2; 13:5), atau 1260 hari (11:3; 12:6) atau satu masa dan dua masa dan setengah masa (12:14).

Dua orang saksi pada 11:9, 11, tergeletak mati sepanjang tiga setengah hari.

Angka pecahan ini dengan demikian merupakan lambang yang sangat penting dan telah ditafsirkan sebagai berarti perjanjian yang atau penderitaan atau malapetaka ...

Sepuluh merupakan lambang kesempurnaan mutlak dan perkembangan lengkap, yang mengacu kepada Allah atau kepada dunia.

Sepuluh merupakan "tanda tangan" dari kesatuan yang lengkap dan sempurna.

Sepuluh merupakan jumlah dari perintah Tuhan; tempat Yang Mahakudus merupakan sebuah kubus dengan masing-masing sisi berukuran sepuluh hasta: sepuluh kali sepuluh, atau 100 merupakan jumlah kawanan domba Allah (Luk. 15:4, 7); dan kubus dari sepuluh, atau 1000, merupakan kurun waktu pemerintahan orang-orang kudus (20:4).

Angkatan kesepuluh artinya "untuk selama-lamanya" (bdg. Ul. 23:3 dengan Neh. 13:1).

Sepuluh juga merupakan angka kelengkapan duniawi, lambang kekuasaan sempurna.

Sepuluh tulah atas Mesir melambangkan pencurahan dari murka Allah yang lengkap; binatang keempat di dalam Kitab Daniel memiliki sepuluh tanduk (Dan. 7:7, 24); Naga Merah dari Kitab Wahyu memiliki sepuluh tanduk (12:3) sebagaimana halnya binatang Antikristus yang pertama (13:1).

Dua belas merupakan angka yang menekankan Kerajaan Allah, "tanda tangan" Allah (tiga) dikalikan "tanda tangan" dunia (empat).

Lee beranggapan, bahwa jika tujuh merupakan angka yang suci dalam Alkitab, maka dua belas merupakan angka Umat Perjanjian yang di tengah-tengah mereka Allah tinggal, dan dengan siapa Dia telah mengikat hubungan Perjanjian.

Dua belas merupakan jumlah suku Israel.

Terdapat kelompok imam yang terdiri dari dua kelompok masing-masing beranggotakan dua belas orang.

Empat kali dua belas kota orang Lewi.

Dua belas merupakan jumlah Rasul.

Dua kali dua belas merupakan jumlah Penatua yang mewakili Gereja yang Ditebus.

Perempuan pada 12:1 memiliki mahkota dengan dua belas bintang di kepalanya.

Yerusalem Baru memiliki dua belas gerbang (21:12).

Tembok kota memiliki dua belas dasar (21:14).

Dan pohon kehidupan menghasilkan buah dua belas kali (22:2)

(Weidner, op. cit., hlm. xxxix, x1).

Mengenai perlambangan warna.

Putih terutama merupakan lambang ketidaksalahan, kemurnian dan kebenaran, juga usia rohani, kedewasaan dan kesempurnaan.

Hitam melambangkan bencana kelaparan, kesusahan, penderitaan.

Merah darah, mungkin seperti darah itu sendiri, melambangkan peperangan, pembunuhan, atau kematian sebagai kurban.

Ungu adalah warna kerajaan atau kemudahan yang menggembirakan.

Kuning pucat adalah warna kehidupan yang memudar dan kerajaan maut (6:8).

(Lihat pembahasan bagus mengenai lambang warna di dalam tulisan John Peter Lange, The Revelation of St. John, hlm. 16-18).

Kosakata.

Di dalam naskah Yunani dari Kitab Wahyu, terdapat 916 kata yang berbeda.

416 di antaranya juga dijumpai di dalam Injil yang keempat, 98 hanya dipakai satu kali saja di bagian lainnya dalam Perjanjian Baru, sedangkan 108 kata tidak dijumpai di bagian manapun dalam Perjanjian Baru.

Di dalam Kitab ini, terdapat banyak istilah yang berbicara tentang otoritas.

Misalnya, istilah yang diterjemahkan menjadi takhta muncul 44 kali. Raja, kerajaan, pemerintahan 37 kali. Otoritas dan kuasa 40 kali.

Kata-kata yang diterjemahkan menjadi lihat, tampak, dan sebagainya muncul hampir 150 kali.

Kata yang artinya menulis dan hasil tulisan, yaitu, Kitab, dijumpai 60 kali.

Pemakaian Perjanjian Lama dalam Kitab Wahyu.

Kitab terakhir dari Alkitab ini, merupakan, katakanlah, paduan yang menarik dari berbagai tema Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Di bagian lampiran dari Greek New Testament karangan Westcott dan Hort (hlm. 184-188), diperkirakan bahwa di antara 404 buah ayat dalam Kitab ini, terdapat 265 ayat yang berisi kalimat-kalimat yang mengandung sekitar 550 acuan kepada berbagai nats Perjanjian Lama: 13 kepada Kejadian, 27 kepada Keluaran, 79 kepada Yesaya, 53 kepada Daniel, dan seterusnya.

Banyak penafsir akan setuju dengan pernyataan profesor Briggs almarhum, bahwa "khotbah eskatologis oleh Yesus (Mat. 24:25; Mrk. 13; Luk. 21), merupakan bagi pikiran kita, kunci untuk memahami Kitab Wahyu. Kitab ini merupakan Kitab yang ditulis seseorang Yahudi yang kental pemahamannya tentang nubuat Perjanjian Lama, di bawah tuntunan perkataan Yesus dan ilham dari Allah. Kitab ini merupakan puncak dari nubuat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru."

Pemasukan bahan Perjanjian Lama yang cukup banyak ini terlihat di bagian-bagian yang besar, di berbagai ayat dan frasa.

Jadi gambaran mengenai Babel di pasal 18 banyak persamaannya dengan Yeremia 51.

Kedua binatang di pasal 13, dengan sepuluh tanduknya yang melambangkan sepuluh raja, bersumber langsung pada penglihatan-penglihatan dalam Daniel 7, 8.

Penglihatan mengenai dua pohon zaitun dan dua kandil (ps. 11) merupakan penyusunan kembali dari penglihatan Zakharia (ps. 4).

Berbagai periode di dalam Kitab ini bersumber pada Daniel seperti satu masa, dua masa dan setengah masa (12:14 dari Dan. 12:7).

Banyak hukuman sangkakala menunjukkan persamaan yang menakjubkan dengan sepuluh tulah atas Mesir, kenyataan mana akan kita bahas lebih terinci lagi pada bagian tafsiran.

Bahkan di pasal pertama, ayat 6 mengacu kepada Keluaran 19:6; ayat 7 kepada Daniel 7:13 dan Zakharia 12:10, 12; ayat 14 terdiri atas dua nas yang diambil dari Daniel 7:9, 13; 10:5.

Ayat 15 bersumber pada Daniel 10:6; Yehezkiel 1:24; ayat 16 dari Yesaya 11:4; 49:2; ayat 17 dari Yesaya 44:6; 48:12; dan ayat 18 dari Yesaya 38:10.

Banyak gelar untuk Tuhan yang dipakai dalam Kitab ini pada mulanya terdapat di dalam Perjanjian Lama: "Yang Mahakuasa" dari 1:8, dan seterusnya, di Kejadian 17:1; "Alfa dan Omega" seperti di atas.

(Pembahasan yang bagus mengenai pokok ini dijumpai dalam buku Merrill C. Tenney, Interpreting Revelation, hlm. 101-116).

Hubungan Kitab Wahyu dengan Khotbah Tentang Akhir Zaman di Bukit Zaitun.
Bahwa ada banyak alur berpikir di dalam Kitab Wahyu yang menunjukkan kemiripan yang kuat dengan khotbah mengenai akhir zaman di bukit zaitun dari Tuhan kita, akan disetujui semua orang.

Saya rasa beberapa penafsir telah menekankan kemiripan ini terlalu jauh, sehingga telah memaksakan Kitab Wahyu ke dalam sebuah kerangka yang diciptakan dari tiga bagian dari Khotbah di Bukit Zaitun.

Rangkaian peristiwa di dalam khotbah itu secara kronologis dapat dibagi menjadi tiga periode: pra-penganiayaan, penganiayaan dan pasca-penganiayaan.

Sulit untuk membuat garis besar yang sama tentang Kitab Wahyu.

Sekalipun demikian, terdapat banyak nas yang sejalan, khususnya yang melukiskan adanya kekacauan jasmaniah dan ekonomi yang harus terjadi menjelang akhir zaman, misalnya: Lukas 21:9-11.

Peperangan, kelaparan, wabah sampar dan berbagai gempa bumi muncul di dalam empat penghukuman pertama dari meterai-meterai, peperangan sering kali dijumpai sejak 16:12 hingga akhir pasal 19, dan gempa bumi di 16:18 dan 18:8.

Pokok tentang mati sebagai martir seperti dalam Lukas 21:12-16 seringkali disisipkan, seperti di 6:9-11; 11:7-10; 13:7, 15; 16:6; 17:6; 18:24.

Kesengsaraan Besar disebutkan di 7:14.

Kristus-kristus palsu dan nabi-nabi palsu tampak dalam bentuk mereka yang terakhir dalam pasal 13.

Kekacauan di angkasa dari Lukas 21:25-28 terdapat di 6:12-14 dst.

Kedatangan Anak Manusia diumumkan di 1:7 dan digenapi ketika Firman Allah turun dari surga pada saat perang Armagedon.

(Bab yang membahas hal ini terdapat di dalam tulisan saya. A Treasury of Books for Bible Study, hlm. 235-242. Beberapa tahun yang lalu Henry W. Frost menulis sebuah buku yang membahas pokok ini, Matthew Twenty Four and the Revelation, New York 1924).

Prinsip Penantian.

Sepanjang Kitab ini, penulis berkali-kali menggunakan cara yang dikenal dengan nama prolepsis: maksudnya, di bagian awal dari Kitab ini penulis memakai frasa yang kemudian muncul kembali, dan yang pada umumnya merupakan perkembangan lebih lanjut.

Jadi, sebagai contoh, di awal Kitab, Yesus disebut sebagai "Saksi yang setia" (1:5), dan muncul kembali pada 3:14, 17:6; 20:4.

Pada mulanya, gelar yang diberikan kepada-Nya ialah "yang berkuasa atas raja-raja bumi ini" (1:5).

Tetapi, pada saat kita mendekati akhir zaman, ketika mana beberapa hak istimewa dari gelar ini harus dimanfaatkan, kita menemukan, bahwa Dia kembali disebut demikian (17:14; 19:16).

Diumumkan di awal Kitab (1:6), bahwa Kristus telah menjadikan kita raja dan imam, tetapi hal tersebut muncul kembali pada akhir Kitab (20:6).

Demikian pula gelar "Alfa dan Omega" dijumpai di bagian awal (1:8) dan di bagian akhir (21:6; 22:13), hal mana juga berlaku untuk gelar "Yang Mahakuasa" (1:8; 19:6, 15; 21:22).

Perintah untuk menyimpan kata-kata nubuat ini diberikan di bagian awal, tetapi juga kita jumpai berkali-kali di akhir Kitab ini (22:7, 10. 18).

Janji-janji yang diberikan kepada orang-orang percaya dalam ketujuh jemaat dari pasal 2 dan 3, muncul kembali dengan pengulangan yang menakjubkan pada saat berbagai pergumulan besar di atas bumi ini sudah berlalu, dan anak-anak Allah berada dalam kemuliaan kebangkitan di Yerusalem Baru.

Dengan demikian, janji mengenai "pohon kehidupan" (2:7), dijumpai kembali di bagian paling akhir dari Kitab ini (22:2, 14).

Pelepasan dari kematian kedua dijanjikan kepada orang-orang yang setia di Smirna (2:11), dan janji tersebut diucapkan kembali pada saat Penghakiman Terakhir (20:6, 14).

"Roh" memberitakan di dalam surat yang keempat, bahwa Kristus akan memerintah bangsa-bangsa dengan "tongkat besi" (2:27), dan hal ini pula dikatakan akan dilakukan oleh-Nya pada saat perang di Armagedon (19:15).

Janji tentang "bintang fajar" kepada mereka yang setia (2:28) muncul kembali di 22:16.

Ide tentang berjalan bersama Kristus "dengan jubah putih" disajikan bukan hanya kepada orang yang setia di Sardis dan di Laodikea saja, tetapi kepada semua orang percaya pada akhir zaman (3:4, 5, 18; 19:14).

"Kitab Kehidupan" (3:5) muncul empat kali, berawal dari masa penganiayaan (13:8; 17:8; 20:12, 15; 21:17).

Kepada Filadelfia diberikan empat buah janji (3:12), masing-masing janji tersebut muncul kembali pada akhir Kitab ini: "Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru dalam Bait Suci Allah-Ku ... dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka (22:4), dan nama kota Allah-Ku, Yerusalem baru... . dan nama-Ku yang baru" (21:2, 10).

Akhirnya, janji kepada mereka yang menang dari Laodikea, bahwa mereka akan duduk bersama dengan Kristus di takhta-Nya, muncul kembali pada awal gambaran mengenai Yerusalem Baru (20:4).

Pergantian Pemandangan Di Surga dengan Pemandangan di Bumi.

Sebuah faktor pokok di dalam Kitab ini, yang sering kali diabaikan oleh para penafsir, sangat membantu untuk memahami pasal-pasal ini jika faktor itu dikenali.

Maksudnya, banyak pemandangan di dalam Kitab ini berada di surga, sedangkan semua penghukuman terjadi di bumi. Dan pemandangan di surga senantiasa mendahului berbagai kejadian di bumi yang terkait dengannya.

Jadi, pesan kepada tujuh jemaat didahului dengan penglihatan mengenai Tuhan yang telah naik ke surga.

Pembukaan enam meterai di pasal 6 didahului dengan penglihatan tentang Anak Domba di surga, satu-satunya yang layak untuk membuka Kitab Kehidupan (ps. 4. 5).

Hukuman-hukuman yang menyertai peniupan tujuh sangkakala didahului oleh pemandangan di surga mulai dari 7:1 hingga 8:5.

Rangkaian peristiwa yang mengerikan dalam pasal 11, 12 dan 13, kembali didahului oleh pemandangan di surga di mana Yohanes memperoleh perintah-perintah.

Berbagai bencana yang menyertai tujuh malapetaka (ps. 15, 16) didahului oleh sejumlah pernyataan dari para malaikat dan penglihatan tentang "Bait Suci . .. di sorga."

Dan sesudah penghukuman terakhir dalam pasal 20, Kitab ini diakhiri dengan penglihatan tentang rumah surgawi dari orang-orang yang tertebus.

Saya senantiasa merasa, bahwa ada dua kebenaran besar yang dapat digali dari kenyataan ini.

Pertama, apa saja yang akan terjadi di atas muka bumi ini, sekalipun tidak dikenal dan tidak diduga oleh manusia, diketahui sepenuhnya oleh mereka yang berada di surga - Tuhan yang sudah naik, para malaikat, dua puluh empat penatua, makhluk-makhluk yang hidup, dan lainnya.

Kedua, apa yang akan terjadi di atas muka bumi ini terjadi dalam kendali penuh dari surga, sehingga kita dapat mengatakan dengan aman, bersumber pada Kitab ini, maupun kitab nubuat lainnya dalam Alkitab, bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini hanyalah menggenapi Firman Allah.

Prinsip ini secara menonjol dikemukakan di dalam pemberitaan pembukaan mengenai para raja di bumi yang berkumpul untuk berperang melawan Anak Domba.

Sekalipun kita membaca tentang adanya sepuluh raja yang dikuasai Iblis, sehingga memiliki satu pikiran dan menyerahkan kekuasaan dan kewenangan mereka kepada binatang itu (17:12, 13), tetapi tetap Allahlah yang "menerangi hati mereka untuk melakukan kehendak-Nya dengan seia sekata dan untuk memberikan pemerintahan mereka kepada binatang itu, sampai segala Firman Allah telah digenapi" (17:17).

Kitab Penghakiman.

Sejak awal hingga nyaris akhir dari Kitab ini, kita harus senantiasa ingat, bahwa Kitab Wahyu merupakan Kitab tentang penghakiman, sehingga Kitab ini membahas penghancuran, kekacauan, kematian, penderitaan dan penganiayaan.

Penggambaran tentang Tuhan Yesus sebagai akan mengirim pesan-pesan kepada berbagai jemaat sudah mengandung sejumlah faktor yang tidak diragukan lagi mengandung unsur penghakiman - mata yang "bagaikan nyala api", kaki yang "mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian", yang dari mulut-Nya "keluar sebilah pedang tajam bermata dua".

Nas-nas berikut secara khusus membahas pokok penghakiman tersebut: 6:16, 17; 11:17, 18; 14:7, 10; 16:5, 7; 18:8, 10, 20; 19:2 dan 20:11-15.

Termasuk dalam Kanon.

Gereja Barat sudah sejak dulu percaya, bahwa Kitab Wahyu harus dimasukkan dalam Kitab-kitab kanon Perjanjian Baru, dan bahwa Kitab ini harus dibaca di hadapan jemaat dalam Gereja.

Tetapi, Gereja Timur rupanya enggan untuk menganut pandangan yang sama, dan tidak menyetujui bahwa Kitab Wahyu termasuk dalam kanon hingga abad keempat.

Kanon Muratoria, yang dikumpulkan sekitar tahun 200 M, mencantumkan Kitab ini dalam daftarnya.

Pada pertengahan abad ketiga, Uskup Alexandria, menerima Kitab ini sebagai kanonik.

Vulgata Siria tidak mencantumkan Kitab ini.

Konsili ketiga di Cartago (397) menerima Kitab ini sebagai kanonik, dan seluruh Kitab ini terdapat dalam naskah yang mula-mula, yaitu Kodeks Sinaitikus, Kodeks Vatikanus, dan Kodeks Alexandrinus.

Luther melakukan kesalahan besar ketika menempatkan Kitab ini, bersama surat Yakobus, Yudas dan Ibrani dalam lampiran.

Selama berabad-abad Gereja Protestan secara umum, serta Gereja Barat dan Gereja timur telah setuju, bahwa Kitab ini merupakan karya kanonik.

(Pokok ini secara lengkap dibahas dengan sangat mendalam di dalam karya Ned B. Stonehouse, The Apocalypse in the Ancient Church, Goes, Holland, 1929).

Empat Aliran Penafsiran Utama.

Kitab Wahyu merupakan satu-satunya Kitab dalam Alkitab yang untuk penafsirannya telah berkembang empat buah sistem dasar yang berbeda.

Sistem penafsiran yang dianut seseorang akan sangat mempengaruhi pemahaman orang itu mengenai apa yang diajarkan oleh Kitab ini.

(1) Skema Penafsiran Rohani.

Sejak zaman Agustinus, selalu ada sarjana Alkitab yang bersikukuh, bahwa tujuan penulisan Kitab ini bukan membina Gereja mengenai masa depan, bukan untuk menubuatkan berbagai peristiwa tertentu, tetapi sekadar untuk mengajarkan sejumlah prinsip rohani yang mendasar.

Pandangan ini dikemukakan berulang-ulang oleh Milligan (W. Milligan. Lectures on the Apocalypse), walaupun kadang-kadang dia menentang keyakinannya sendiri.

Di satu tempat, beliau mengatakan, Kitab Wahyu membahas dengan cara yang amat berbeda dan tegas soal kedatangan Tuhan yang kedua kali.

Gloag dengan gigih berpandangan sama: "Kitab ini dimaksudkan untuk mengajarkan sejarah rohani Gereja Kristus untuk mengingatkan kita akan berbagai bahaya rohani yang ada di sekeliling kita, untuk memberitahu kita tentang berbagai pencobaan rohani yang dapat kita alami, untuk melukiskan pertikaian dengan kejahatan, dan untuk menghibur kita dengan kepastian akan kemenangan Kristus atas segala kuasa kegelapan."

Harus diakui, bahwa semua ini benar.

Kitab ini memang mengajarkan prinsip-prinsip rohani.

Kitab ini memberikan pesan yang menghibur di dalam jaminan tentang kemenangan Kristus.

Tetapi, seluruh isi Kitab ini bertentangan dengan pandangan, bahwa pesan tersebut tidak menyingkapkan masa depan yang sudah dinubuatkan.

Kitab ini sendiri mengakui, bahwa isinya merupakan nubuat asli.

"Kejahatan," sebagaimana dikatakan oleh Moorehead, "senantiasa berusaha untuk berkonsentrasi dalam diri seseorang atau dalam sebuah sistem; demikian pula kebenaran. Kitab Wahyu menunjukkan kepada kita kejahatan yang terpusat pada binatang itu dan pada nabi palsu."

Pastilah kedatangan Kristus kembali dibahas dalam Kitab ini, dan peristiwa tersebut merupakan nubuat tentang peristiwa yang masih akan terjadi.

Demikian pula halnya dengan kebangkitan orang percaya, serta penghakiman Takhta Putih.

(Pandangan ini dianut oleh sebagian besar penafsir dari aliran Reformed, Peters dan lain-lain).

(2) Skema Penafsiran Preteris.

Sistem penafsiran Kitab Wahyu yang ini menandaskan, bahwa penulis hanya melukiskan berbagai peristiwa yang terjadi di bumi di kerajaan Roma pada zamannya Baja, khususnya menjelang akhir abad pertama.

Pandangan ini pada dasarnya dikembangkan pada abad ketujuh belas oleh sarjana Jesuit, Alcazar, di dalam usahanya untuk menanggapi argumentasi yang dikemukakan oleh para pembaharu (reformer), yang bersikukuh, bahwa Kitab ini menubuatkan kebinasaan dan kehancuran dari Gereja Katolik Roma, khususnya dalam dua pasal yang membahas tentang Babel.

Pandangan Alcazar ini telah dianut oleh berbagai penafsir modern - Mozes Stuart, A. S. Peake, Moffatt, Sir William Ramsay, Simcox, dan lain-lain.

Mereka beranggapan, bahwa pemimpin dengan luka mematikan yang disembuhkan ialah Nero, dan bahwa binatang dalam pasal 13 adalah Domitian.

Harus diakui, bahwa pandangan preteris ini harus dipakai dalam menafsirkan surat kepada tujuh jemaat.

Tetapi, beranggapan bahwa seluruh Kitab ini hanya mengacu kepada berbagai peristiwa dari abad pertama, sesungguhnya berarti menyangkal sifat nubuatnya, dan memaksa banyak pernyataan di dalamnya ke dalam sebuah pola yang terlalu sempit.

Sebagaimana telah dikemukakan oleh Milligan: "Seluruh nada Kitab ini mengarah kepada kesimpulan yang bertentangan. Kitab ini demikian banyak membahas apa yang masih harus terjadi hingga akhir zaman, hingga saat penggenapan penuh dari pergumulan Gereja, yaitu saat kemenangan mutlaknya, dan saat perhentiannya tercapai dengan sempurna. Kitab Wahyu dengan khas menunjukkan, bahwa yang dibahas olehnya adalah sejarah Gereja hingga Gereja memasuki perhentian surgawinya" (op.cit, hlm. 41).

(3) Skema Penafsiran Historis.

Di dalam sejarah penafsiran Kitab Wahyu, mungkin ada lebih banyak nama besar yang terkait dengan skema penafsiran ini dibandingkan dengan skema yang lain, dengan perkecualian skema futuris.

Menurut pandangan ini, Kitab Wahyu, khususnya berbagai nubuat tentang meterai, sangkakala dan cawan, mengemukakan berbagai peristiwa tertentu di dalam sejarah dunia yang berkaitan dengan kesejahteraan Gereja sejak abad pertama hingga masa modern ini.

Karya terbesar berdasarkan teori ini adalah penafsiran empat jilid oleh Elliott (E. B. Elliott, Horae Apocalypticae), yang dapat dianggap sebagai ilustrasi dari skema penafsiran ini.

Elliott mengatakan, bahwa penghukuman sangkakala meliputi masa dari tahun 395 hingga 1453, bahwa sangkakala pertama mengacu kepada penyerbuan bangsa Got, sangkakala ketiga kepada penyerbuan bangsa Hun di bawah pimpinan Atila, sedangkan sangkakala kelima mengacu kepada penyerbuan pasukan Muslim ke Barat pada abad keenam dan ketujuh, dan seterusnya.

Ilustrasi yang lain, dari Mede, di dalam karyanya yang terkenal, mengatakan bahwa meterai keenam menubuatkan dikalahkannya kekafiran oleh kaisar Konstantinus, cawan kedua mengacu kepada Luther, cawan ketiga kepada berbagai peristiwa di masa pemerintahan ratu Elizabeth I, dan seterusnya.

Banyak penganut skema penafsiran ini bersikukuh, bahwa gempa bumi pada 11:19 mengacu kepada Revolusi Perancis, penafsir lainnya menemukan Napoleon Bonaparte di dalam Kitab Wahyu, dan lain-lain.

Terlepas dari semua keberatan terhadap skema penafsiran ini, harus diakui, bahwa skema ini tidak memberikan sebuah prinsip atau kriteria dasar melalui mana kita bisa menentukan dengan tepat peristiwa historis mana yang dimaksudkan di dalam nas tertentu.

Hal ini telah mengakibatkan kekacauan dan pertentangan besar di kalangan penganut pandangan ini.

Milligan di dalam kecaman yang kuat terhadap skema penafsiran ini mengatakan:

"Kita memang mengakui, bahwa peristiwa-peristiwa yang dijumpai di dalam Kitab ini sebagaimana dikemukakan oleh penafsir historis tentu akan mengandung pelajaran dan penghiburan bagi orang-orang Kristen mula-mula jika peristiwa-peristiwa itu dipahami dengan benar-benar. Kesulitan utamanya terletak pada kenyataan bahwa pemahaman semacam itu mustahil dicapai ... Di samping tidak berguna bagi orang yang pertama kali menerima Kitab ini, berbagai penglihatan dalam Kitab Wahyu ini, jika skema penafsiran ini dipakai, akan juga tidak berguna bagi sebagian besar Tubuh Kristus, bahkan sesudah semua peristiwa ini terjadi, dan penggenapannya hanya diketahui oleh segelintir penyelidik yang cakap. Orang percaya yang miskin dan tidak terpelajar selama ini senantiasa mengetahui, dan mungkin akan senantiasa mengetahui sedikit saja tentang berbagai peristiwa historis yang disebutkan di sini. Mungkinkah merupakan bagian dari Rencana Ilahi untuk membuat pemahaman tentang pewahyuan yang secara begitu sungguh-sungguh diserahkan kepada kita tergantung pada pengetahuan mengenai sejarah Gereja dan politik dunia selama sekian ratus tahun? Gagasan itu saja sudah muskil. Gagasan ini tidak konsisten dengan janji pertama di dalam Kitab ini, 'Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini!' ... Pemilihan peristiwa sejarah yang dianut skema ini sangat acak, dan tidak bisa disebut cocok dengan tingkat sifat pentingnya yang dibuktikan kebenarannya oleh peristiwa-peristiwa itu sendiri di dalam perjalanan sejarah" (op.cit, hlm. 131).

(4) Skema Penafsiran Futuris.

Hampir tidak diragukan lagi, bahwa Kitab Wahyu adalah Kitab nubuat.

Menyangkal kenyataan ini berarti menyangkal gaya penulisan, tema, dan berbagai peristiwa mendatang yang disebutkan dalam Kitab ini.

Jelas kedatangan Kristus yang kedua kali, konflik-Nya yang terakhir dengan kekuatan jahat, Kerajaan Seribu Tahun, penghakiman terakhir, merupakan peristiwa-peristiwa yang masih akan terjadi.

Skema penafsiran futuris menandaskan, bahwa sebagian besar penglihatan di dalam Kitab ini akan digenapi menjelang dan ketika mencapai akhir zaman.

Pandangan futuris dahulu pernah didefinisikan secara cemerlang sebagai skema yang "memandang kepada penggenapan dari semua nubuat ini, bukan di dalam upacara-upacara dan berbagai ajaran sesat di dalam Gereja mula-mula, juga bukan di dalam rangkaian panjang abad-abad sejak pemberitaan Injil yang pertama hingga saat ini, namun di dalam serangkaian peristiwa yang akan mendahului, menyertai serta mengikuti Kedatangan Kedua kali Tuhan dan Juruselamat kita" (Lecture on the Apocalypse, hlm. 68).

Aneh bahwa Gloag (pada tahun 1891) mengatakan: "Sistem ini tidak memiliki banyak pendukung" (op.cit, hlm. 372).

Kenyataannya ialah skema ini memiliki banyak pendukung, di antaranya terdapat beberapa penafsir Alkitab yang terkemuka pada zaman modern dan juga beberapa peneliti nubuat yang dikenal luas.

Di antara mereka terdapat Todd, Benjamin Wills Newton, Seiss, William Kelly, Peters, dan praktis semua penulis yang menulis di dalam rangka the Plymouth Brethren, misalnya S. P. Tregelles, Nathaniel West, A. C. Gaebelein, Scofield, Moorhead, Walter Scott, Alford dan lain-lain.

Tafsiran bagus Theodor Zahn (yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris) menganut pandangan futuris, dan Zahn dikenal sebagai pakar Perjanjian Baru konservatif paling hebat pada penutupan abad kesembilan belas.

Simcox yang tidak menganut pandangan ini dengan jujur mengakui "sejak zaman Tertulian dan Hipolitus - belum lagi Yustinus dan Irencus - kita terus-menerus menantikan rangkaian peristiwa yang akan mendahului penghakiman terakhir" (G. A. Simcox, The Revelation of St. John the Divine dalam CBSC, hlm. xliv).

Tentu saja terdapat futurisme ekstrem yang harus ditolak dengan tegas.

Beberapa penganut futuris melangkah demikian jauh, sehingga mengatakan, bahwa ketujuh jemaat di Asia akan ditata dan didirikan ulang pada akhir zaman ini ketika mana nubuat tentang mereka akan digenapi -- pandangan ini sepenuhnya tidak perlu dan tidak masuk akal.

Keberatan yang sering kali terdengar, bahwa aneh kalau di dalam Perjanjian Baru terdapat sebuah Kitab yang sebagian besar membahas hal-hal yang berkenaan dengan akhir zaman, tidak akan bertahan kalau orang melihat lagi faktor mendasar mengenai semua nubuat jangka panjang yang pokok dalam Alkitab, yaitu semuanya menunjuk pada akhir zaman untuk penggenapannya.

Bukankah ini berlaku untuk nubuat pertama dalam Alkitab -- Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya" (Kej. 3:15).

Bukankah ini adalah nubuat tentang kemenangan Mesias yang masih dinantikan penggenapannya?

Nubuat yang luas dari Yakub dalam Kejadian 49 mengacu kepada zaman akhir.

Berkali-kali di dalam Kitab Daniel, kita diberi tahu, bahwa nubuatan yang tercantum di dalam Kitab tersebut mengacu kepada "kesudahan" (7:26; 9:26, 27; 11:13, 27; 12:8, 13).

Bukankah khotbah Tuhan Yesus di bukit Zaitun secara langsung menunjuk kepada akhir zaman, dan kepada kedatangan kedua kali Kristus yang masih pada masa yang akan datang?

(Mat. 24:3, 14; juga berbagai perumpamaan-Nya yang bersifat nubuat, misalnya: Mat. 13:39, 40).

Demikian pula halnya ketika Paulus berbicara kepada jemaat Tesalonika tentang manusia berdosa; kisah Petrus tentang kesesatan pada akhir zaman; nubuat eskatologis terkenal Paulus dalam II Timotius 3, dan keseluruhan bagian nubuat dalam pasal terkenal yang membahas kebangkitan, I Korintus 15.

Semua ini harus memakai penafsiran futuristis.

Bukan tidak masuk akal, apabila Alkitab diakhiri dengan sebuah Kitab nubuat yang sebagian besar darinya akan digenapi pada penggenapan besar terakhir zaman ini - akhir dari permusuhan terhadap Allah, dan awal dari zaman keadilan itu yang dirindukan oleh semua orang benar.

Tentu saja masing-masing skema penafsiran mengandung kebenaran di dalamnya.

Tiga pasal pertama harus ditafsirkan secara historis.

Terdapat sejumlah besar prinsip rohani yang dikemukakan dalam berbagai penghukuman, janji, nubuat dan kemenangan Mesias di dalam Kitab ini.

Sekalipun demikian, sebagian besar Kitab Wahyu akan ditafsirkan secara paling tepat apabila yang dipakai adalah skema futuristis.

Kitab Wahyu dan Sastra Apokaliptik.

Pada saat pemberian nubuat yang sesungguhnya berakhir dalam Perjanjian Lama dengan Kitab Maleakhi, sekitar tahun 400 SM, di dalam persemakmuran Yahudi berkembang sebuah bentuk sastra yang sebagiannya disebut sebagai apokaliptik.

Sastra ini ditulis dengan memakai bahasa perlambang.

Sebagian besar sastra ini ditulis pada masa penganiayaan, khususnya pada zaman pemerintahan Antiokhus Epifanes pada abad kedua SM, dan juga pada abad pertama era ini ketika umat Yahudi mulai menyaksikan bagaimana kota kudus mereka dihancurkan.

Sastra apokaliptik pada hakikatnya bersifat eskatologis.

Yang menjadi pusat perhatian sastra ini adalah peristiwa-peristiwa yang akan datang ketika musuh-musuh Israel, dan juga musuh-musuh Tuhan, akan dihancurkan, dan Israel sendiri akan dipulihkan ke dalam kemuliaannya yang semula.

Kitab Wahyu dalam Perjanjian Baru secara keseluruhan sangat jelas berbeda dengan sastra apokaliptik sebelumnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh George Ladd:

(1) Penulis menyebut Kitab yang ditulisnya sebagai nubuat (1:3; 22:7 dst.), karena itu, Kitab ini merupakan hasil dari roh nubuat.

(2) Yohanes tidak memakai nama seorang nabi Israel yang lebih dikenal, tetapi mempergunakan namanya sendiri.

(3) Yohanes tidak menyelidiki kembali sejarah dengan kedok nubuat, tetapi melihat sendiri pada masa depan secara nubuat.

(4) Kitab tulisan Yohanes ini, sekalipun dipenuhi dengan nas-nas yang gelap dan tidak menyenangkan, tidak mengandung pesimisme, seperti pada sastra apokaliptik pada umumnya, melainkan bernada optimis, sebab sang pelihat senantiasa mengulangi kebenaran besar, bahwa Kristus akan mengalahkan semua musuh-Nya, dan bahwa semua kerajaan di dunia ini akan tunduk di bawah pemerintahan Tuhan kita, Yesus Kristus.

(5) Akhirnya, Kitab Wahyu menekankan kepada para pembacanya tuntutan etika yang berat.

Di sini terasa ada urgensi moral.

Keselamatan bukanlah sesuatu yang secara otomatis dianugerahkan, melainkan hal yang akan diberikan kepada orang-orang yang membawa tanda-tanda anak-anak Allah sejati (G. E. Ladd, "Apocalyptic, Apocalypse" dalam Baker's Dictionary of Theology, hlm. 50-54).

Telaah Berkesinambungan Diperlukan untuk Memahami Kitab Ini.

Karena simbolismenya, karena banyaknya nas dan tema-tema Perjanjian Lama di dalamnya, karena aneka ragam skema penafsiran yang telah dikembangkan tentang Kitab ini selama berabad-abad, dan karena kedalaman serta keluasan dari pokok-pokok yang diungkapkan dalam Kitab ini, saya yakin, bahwa Kitab Wahyu, lebih daripada Kitab-kitab lainnya dalam Alkitab, hanya dapat dimengerti oleh mereka yang mempelajarinya secara berkesinambungan dan cermat.

Profesor William Milligan secara menantang telah mengingatkan kita, bahwa:

"Kitab ini ada di situ, dan Kitab ini harus disingkirkan dari Perjanjian Baru, atau Gereja harus terus berjuang untuk memahaminya hingga berhasil.

Perhatikan - Pertama, bahwa kita mulai dengan anggapan itu - anggapan yang tidak akan disangkal oleh mereka yang kepadanya Kitab ini ditulis - bahwa wahyu kepada rasul Yohanes ini merupakan bagian dari Firman Allah.

Pertimbangan ini menyelesaikan semua persoalan.

Kenyataan sederhana, bahwa sebuah Kitab telah dianugerahkan oleh Yang Mahakuasa kepada manusia, membuat manusia harus berusaha sungguh-sungguh untuk memahaminya.

Mungkin sulit untuk melakukan hal itu.

Kita mungkin berkali-kali gagal.

Yang tidak kurang dari itu ialah usaha keras yang diperlukan.

Mempergunakan segala sarana yang dapat dimanfaatkan, dan memperhatikan, apabila kita masih merasa di dalam gelap, tanda-tanda pertama munculnya terang.

Tidak ada yang lebih pasti daripada kenyataan, bahwa Kitab ini memang dimaksudkan untuk dipahami sehingga Penebus yang mulia itu telah memberikannya kepada hamba-Nya, Yohanes melalui pewahyuan" (Lectures on the Apoealypse, hlm. 4).

Banyak peneliti, baik sebelum maupun sesudah Lange telah mengungkapkan pengharapan yang sama dengan yang diungkapkan olehnya pada tahun 1870:

"Tidak diragukan lagi, bahwa pada masa yang akan datang, kedudukan penting dan pengaruh dari Kitab ini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kekacauan dan kesuraman zaman, dengan meningkatnya bahaya terhadap iman yang benar dan bersahaja" (Revelation, hlm. 63).

Garis Besar Kitab Ini.

Berbagai skema telah diusulkan sebagai garis besar dari kedua puluh dua pasal Kitab ini, beberapa di antaranya cukup fantastis.

Menurut hemat saya, skema-skema yang berusaha untuk membuat garis besar berdasarkan tujuh kali angka tujuh dalam Kitab ini terlalu dipaksakan dan dibuat-buat.

Misalnya, garis besar yang diajukan oleh B. B. Warfield: tujuh jemaat (1:1-3:22), tujuh meterai (4:1-8:1), tujuh sangkakala (8:2-11:19), tujuh tokoh misterius (12:1-14:20), tujuh cawan (15:1-16:21), tujuh macam hukuman terhadap pelacur (17:1-19:1) dan tujuh sangkakala (19:11-22:5).

Semua orang akan setuju, bahwa empat dari pembagian di atas tidak dapat dielakkan: tujuh jemaat, kitab dengan tujuh meterai, tujuh sangkakala, dan tujuh cawan penghakiman.

Tetapi, konsep tujuh tidak disebutkan dalam bagian yang lain.

Setelah saya mempelajari Kitab ini selama bertahun-tahun, akhirnya terbuka kepada saya sebuah garis besar, yang menurut hemat saya, tidak dibuat-buat, namun tetap mudah untuk diingat.

Selain dari bagian pendahuluan (1:1-8) dan penutup (22:6-21), Kitab ini secara logika dapat dibagi sebagai berikut:

Garis Besar Kitab Wahyu

I. Surat kepada tujuh jemaat di Asia (1:9-3:22).

II. Kitab bermeterai tujuh dan peristiwa di bumi yang diumumkan olehnya (4:1-6:17).

III. Rangkaian penghukuman yang dikumandangkan oleh tujuh sangkakala (7:1-9:21).

IV. Masa paling gelap dalam sejarah dunia (10:1-13:18).

V. Tujuh cawan penghukuman (14:1-16:21).

VI. Babel dan Armagedon (17:1-19:21).

VII. Kerajaan Seribu Tahun: Penghakiman Terakhir; Yerusalem Kekekalan (20:1-22:5).

Sumber ayat Alkitab / tafsiran: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel