Job 1-2: Kesalehan Ayub Dicoba
Senin, Juli 02, 2018
Edit
Klik:
Job 1-2
Job 1:1 Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.
Job 1:2 Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.
Job 1:3 Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur.
Job 1:4 Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka.
Job 1:5 Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: "Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati." Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.
Job 1:6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.
Job 1:7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
Job 1:8 Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."
Job 1:9 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?
Job 1:10 Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu.
Job 1:11 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
Job 1:12 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN.
Job 1:13 Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
Job 1:14 datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya,
Job 1:15 datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
Job 1:16 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
Job 1:17 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
Job 1:18 Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,
Job 1:19 maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."
Job 1:20 Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah,
Job 1:21 katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"
Job 1:22 Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
Job 2:1 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN.
Job 2:2 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
Job 2:3 Firman TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan."
Job 2:4 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya.
Job 2:5 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu."
Job 2:6 Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya."
Job 2:7 Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.
Job 2:8 Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.
Job 2:9 Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!"
Job 2:10 Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.
Job 2:11 Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia.
Job 2:12 Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit.
Job 2:13 Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.
Tafsiran Wycliffe
Hikmat Ayub Diutarakan (1:1-5).
Takut akan Tuhan yang merupakan awal dari hikmat adalah ciri khas Ayub. Sumber kehidupan dan wataknya adalah agama perjanjian berupa iman kepada Kristus yang dijanjikan, "yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita" (I Kor. 1:30; bdg. Yes. 11:2).
1. Negeri di mana Ayub tinggal, Us, terletak di sebelah timur Kanaan, dekat dengan perbatasan yang memisahkan sisi barat dan sisi timur dari daerah Bulan Sabit yang Subur (Fertile Crescent).
Di wilayah itu terdapat banyak kota, peternakan dan kelompok-kelompok pengembara.
Orang itu saleh dan jujur, tidak mengacu kepada kesempurnaan tanpa dosa (bdg. pengakuan Ayub akan dosa-dosanya; mis.: 7:20; 13:26; 14:16 dst.), tetapi kejujuran atau integritas yang terus terang, terutama kesetiaan kepada perjanjian (bdg. Kej. 17:1, 2).
Terdapat sebuah keselarasan yang nyata di antara apa yang diakui Ayub dengan perilaku hidupnya, sangat bertentangan dengan kemunafikan yang dituduhkan kepadanya oleh Iblis dan kemudian juga oleh rekan-rekannya.
Ia takut akan Allah. Di dalam Perjanjian Lama "takut akan Tuhan" merupakan nama dari agama yang sejati.
Kesalehan Ayub merupakan hasil komitmen yang sungguh-sungguh kepada Tuhannya, yaitu Tuhan yang dihadapan-Nya Ayub hidup dengan hormat, dengan menolak dengan tegas apa yang Ia larang.
2, 3. Hikmat yang sejati ditunjukkan dengan melaksanakan secara giat tugas-tugas yang Allah berikan ketika penciptaan, yaitu untuk bertambah banyak dan memenuhi bumi (Kej. 1:28).
Akibat ketidaknormalan sejarah, yang disebabkan oleh kejatuhan manusia dalam dosa, kegagalan sering kali menghalangi usaha orang-orang saleh sekalipun.
Namun semua usaha Ayub dalam hidup berkeluarga, bertani dan berternak telah dimahkotai dengan berkat oleh sang Khalik (bdg. uraian Ayub mengenai periode ini dalam ps. 29).
4, 5. Sadar akan Allahnya baik pada masa yang baik maupun yang tidak baik, Ayub dengan setia melaksanakan tugasnya sebagai imam dalam keluarganya.
Ayub bukan sekadar melaksanakan tugas itu secara lahiriah sebab Ayub mengetahui, bahwa akar dosa ada di dalam hati manusia (bdg. ps. 31); dan sebagai orang yang bukan sekadar moralis, Ayub mengetahui, karena sudah dijelaskan dalam penyataan penebusan khusus, bahwa tidak ada pengampunan dosa tanpa penumpahan darah kurban.
Korban bakaran, yang merupakan lambang pengampunan dosa oleh Mesias, juga merupakan upacara pengkhususan untuk maksud kudus.
Melalui upacara ini, Ayub menyerahkan semua hasil dari perkembangan di bidang budaya (bdg. 1:2, 3) kepada sang Khalik.
Jadi, kebudayaan manusia mencapai tujuannya yang sebenarnya di dalam menyembah Allah.
Hikmat Ayub Disangkal dan Diperagakan (1:6-2:10).
Orang yang diberi hikmat sehingga mencapai keselamatan yang disediakan Allah sadar akan adanya unsur jahat di dalam sejarah, yaitu kebencian Iblis selama berabad-abad terhadap 'benih" perempuan (bdg. Kej. 3:15), yaitu Kristus dan umat-Nya.
Musuh itu beranggapan, bahwa hikmat Ayub tidak murni, bahwa kesalehannya hanyalah hasil sampingan bersifat sementara dari kemakmurannya.
Setelah diuji, Ayub ternyata berhasil meruntuhkan anggapan Iblis dengan menunjukkan, bahwa ia bersedia melayani Allah tanpa pamrih.
Karena hikmat yang sejati, yaitu takut akan Allah, merupakan anugerah penebusan yang diberikan oleh Tuhan, tuduhan Iblis terhadap Ayub sesungguhnya merupakan penyangkalan yang tegas terhadap hikmat Allah, sebuah tantangan terhadap kemanjuran dari ketetapan penebusan Allah yang berdaulat untuk "mengadakan permusuhan" di antara orang pilihan dengan ular itu (Kej. 3:15).
Tujuan utama dari penderitaan Ayub, yang tidak diketahui olehnya, adalah agar dia berdiri di hadapan manusia dan malaikat sebagai tanda keperkasaan Allah untuk menyelamatkan, sebuah peragaan hikmat ilahi itu yang merupakan contoh utama, sumber dan landasan dari hikmat manusia yang sejati.
6, 7. Agar pembaca bisa mengetahui tujuan utama dari penderitaan Ayub sehingga bisa melihat dengan jelas bagaimana wujud hikmat sejati di dalam kisah ini, tirai yang menutupi dunia para malaikat yang tidak bisa dilihat, diangkat dan ditampilkan sebagai sebuah ruangan istana dengan Yang Berdaulat bertakhta di singgasana-Nya di tengah para pelayanNya.
Anak-anak Allah. Di dalam mitos-mitos politeistik kuno, frasa ini mengacu kepada makhluk-makhluk ilahi.
Di dalam Alkitab, frasa ini mengacu kepada manusia (mis. Kej. 6:2), atau, seperti halnya di sini, kepada makhluk-makhluk surgawi.
Iblis, secara harfiah musuh, termasuk makhluk-makhluk yang harus memberikan laporan di hadapan takhta surgawi.
Hal tersebut, dan juga kenyataan, bahwa Iblis tidak bisa mencobai Ayub tanpa izin, memperlihatkan, bahwa Iblis tunduk secara mutlak kepada Allah yang ditakuti Ayub itu seperti halnya semua makhluk lain, baik yang kelihatan maupun yang tidak.
8-10. Allah bermegah dengan menunjuk kepada Ayub sebagai hasil ciptaan kasih karunia-Nya yang bersifat menebus.
Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia (ay. 8b). Pembenaran ilahi ini bahkan melampaui gambaran yang disajikan di ayat 1.
Namun sekalipun penuduh yang memusuhi itu tidak dapat menemukan apa-apa di dalam kehidupan lahiriah Ayub untuk disalahkan (kontras dengan situasi di Za. 3), dia menyinggung kemungkinan, bahwa kesalehan Ayub itu berasal dari sikap mementingkan diri.
Sebetulnya, Iblis mengatakan, "Ayub itu penipu seperti saya, ayah sejatinya, yakni Iblis."
Iblis berusaha merampas Ayub dari tangan Allah, karena itu dia mempersoalkan klaim Tuhan, bahwa Ayub telah menjadi anak-Nya karena kasih karunia penebusan.
Iblis secara tidak langsung menyinggung, bahwa dengan tidak menyadari kepalsuan dari kesalehan Ayub, Allah itu naif.
Sebab siapakah yang setelah diberi segala sesuatu yang ia dambakan beserta pagar pelindung di sekitarnya tidak akan berusaha agar selalu tampak setia kepada si pemberi?
Serangan Iblis terhadap kejujuran Ayub sesungguhnya merupakan serangan terhadap kejujuran Allah sendiri: Allah sudah menyuap Ayub yang duniawi untuk bertindak seakan-akan dia itu rohani.
Dengan demikian, kesempatan yang diberikan kepada Ayub melalui pencobaan ini lebih untuk membenarkan Allah daripada Ayub.
11, 12. Di dalam pencobaan di taman Eden, Iblis menghina Allah di hadapan manusia; di sini dia menghina manusia di hadapan Allah. Namun Iblis memakai teknik halus yang sama di dalam kedua peristiwa ini.
Dia mulai dengan sebuah pertanyaan yang mengandung sindiran, sesudah itu dia baru melanjutkannya dengan sebuah tuduhan yang terang-terangan terhadap firman ilahi.
Singkirkan kemakmuran Ayub, katanya, maka semua kesalehan yang dibangun di atasnya akan runtuh dengan sendirinya.
Allah menerima tantangan itu.
Sesungguhnya, dengan mengarahkan perhatian Iblis kepada Ayub, Allah, di dalam hikmat-Nya yang tidak terselami, sebenarnya mengundang tantangan tersebut.
Bahwa adegan di surga dan perjanjian yang disepakati di sana tidak diungkapkan kepada Ayub sesuai dengan kenyataan, bahwa kitab ini tidak dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan: Mengapa orang benar menderita?
Sebaliknya, kitab ini menunjukkan penyerahan diri mutlak kepada sang Khalik - Juruselamat setiap manusia sebagai hikmat yang sejati.
Orang harus tetap takut akan Allah sekalipun dunia di sekitarnya hancur berkeping-keping dan kehidupan mengandaskan dirinya, seperti Ayub, dalam kebingungan luar biasa di atas timbunan penolakan.
13-19. Alangkah tidak seimbangnya pertandingan itu. Pengetahuan dan kekuatan adikodrati - ditambah dengan unsur kejutan - diarahkan melawan seorang yang fana.
Daud dan Goliat, sebagai perbandingan, merupakan lawan yang sebanding.
Namun kebenaran yang kokoh dari Ayub, seperti halnya kepahlawanan Daud, hanya merupakan petunjuk yang dapat dilihat tentang penebusan ilahi yang bekerja di dalam dan melalui seorang hamba Allah.
Strategi Allah, seperti halnya strategi Elia di Gunung Karmel, adalah menutup semua kemungkinan bagi Iblis untuk memberikan kepada para saksi suatu penjelasan alamiah tentang mukjizat yang akan dilakukan oleh-Nya.
Keuntungan besar yang diberikan Allah kepada Iblis nantinya menjadi ukuran perbuatan tercela Iblis dan pujian bagi Dia.
Pada suatu hari (ay. 13a). Mungkin minggu-minggu pesta itu merupakan perayaan berkala khusus; jika terus ada rangkaian perayaan setiap minggu, maka pada hari itu adalah waktunya Ayub mempersembahkan kurban bakaran.
Dengan demikian kesalehan dan malapetakanya terjadi bersamaan sehingga malapetakanya kelihatan makin tidak diketahui penyebabnya.
Tentu pengulangan gambaran tentang kebahagiaan keluarga Ayub sebagai pendahuluan catatan tentang pukulan-pukulan yang memusnahkan kebahagiaan tersebut bertujuan untuk memperlihatkan betapa sangat kontrasnya kemakmuran penuh sukacita dengan malapetaka yang datang secara mendadak itu.
Orang-orang Syeba (ay. 15). Orang Arab Badui.
Api telah menyambar dari langit (ay. 16). Mungkin yang dimaksudkan adalah kilat.
Orang-orang Kasdim (ay. 17) masa itu, berbeda dengan orang-orang Kasdim yang kemudian mendirikan kerajaan, merupakan gerombolan pengembara.
Angin ribut (ay. 19). Tampaknya suatu angin puting beliung dari gurun pasir, seperti angin puting beliung yang darinya Allah belakangan menyapa Ayub.
Perhatikan bagaimana serangan gerombolan yang memusnahkan segala yang berhasil dikumpulkan Ayub selama itu muncul bergantian dengan bencana alam.
Para pembawa berita itu dibiarkan lolos hanya untuk menyampaikan berita tentang musibah-musibah tersebut secara bergantian dengan cepat kepada tuan mereka yang sangat terpukul.
20-22. Ayub ... menyembah (ay. 20). Perhatikan apa yang dilakukan orang tua bijaksana itu.
Dia bijaksana bukan karena memahami rahasia penderitaannya, namun karena ia tetap takut kepada Allah sekalipun tidak bisa memahami rahasia itu.
Dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya (ay. 21b), maksudnya, di luar arena kehidupan di bawah matahari ini, yaitu kembali kepada debu (yang mungkin dimaksudkan Ayub). Bandingkan Kejadian 3:19.
Terpujilah nama Tuhan (ay. 21c). Yang menakjubkan ialah, bahwa Ayub yang menyadari, bahwa dirinya tidak bisa melawan kedaulatan Allah, bukan hanya berhasil mempertahankan sikap rohaninya, tetapi bahkan juga menemukan kesempatan untuk memuji Allah dalam kemalangannya itu.
Mungkin waktu menghitung besarnya kerugian yang ia derita, Ayub juga menghitung segenap kelimpahan yang selama ini dipercayakan kepadanya.
Lagipula, saat kehancuran ini merupakan saat Ayub menyadari kebenaran.
Setelah semua miliknya di dunia dilucuti habis, Ayub bisa merasakan secara luar biasa kehadiran Allah.
Lalu bagaimana hati yang sudah ditebus bisa menanggapi kehadiran Allah selain dengan mengucapkan madah: "Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau?" (Mzm. 73:25).
Iblis bernubuat: "Ia pasti mengutuki Engkau" (ay. 11).
Namun Ayub justru memuji Allah Juruselamatnya.
Dalam bahasa Ibraninya ada sebuah permainan kata di sini.
Iblis memakainya dengan arti mengutuk, Ayub memakainya dengan arti memuji.
2:1-3. Ketika berkumpul kembali di hadapan singgasana surgawi untuk memberikan laporan, Iblis secara sukarela tidak melaporkan tentang usahanya mencobai Ayub.
Sekalipun demikian, untuk memuliakan nama-Nya, Allah menyatakan secara terus terang, fakta tentang ketulusan hati hamba-Nya itu yang sudah terbukti kebenarannya.
Tanpa alasan (ay. 3c). Istilah Ibraninya sama dengan tidak mendapat apa-apa di dalam pertanyaan Iblis pada 1:9.
Allah mengulangi istilah tersebut untuk menunjukkan salahnya sindiran Iblis.
Kini jelas sudah, bahwa Ayub tetap mengabdi kepada Allah meskipun tidak mendapat apa-apa, karena itu sia-sia Iblis menuduhnya.
4-6. Kulit ganti kulit (ay. 4b). Sebuah parodi sinis terhadap pujian penuh hormat yang merupakan sikap Ayub waktu menanggapi malapetaka yang menimpa dirinya (1:21).
Iblis menyindir, bahwa pujian Ayub bagi Allah, yang diutarakan pada saat dukacita yang mendalam itu pun merupakan tanggapan penuh perhitungan dari seorang tukang tawar-menawar yang lihai.
Walaupun kecewa, bahwa Allah telah mengambil semua yang dipercayakan kepadanya, Ayub menyembunyikan kepahitannya itu karena masih mementingkan kesejahteraan jasmaninya: Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya (ay. 4b).
Iblis secara tersirat mengungkapkan, bahwa dengan pujiannya kepada Allah tersebut, Ayub hanya berpura-pura mengasihi Allah sebagai bayaran yang berlebihan tetapi diperlukan untuk memperoleh jaminan kesehatan.
Jamahlah tulang dan dagingnya (ay. 5). Jika saja Allah mengizinkan Iblis untuk bukan hanya menyentuh harta milik Ayub, melainkan juga orangnya sehingga tidak ada keuntungan lagi di dalam "dagang rohani" tersebut, maka pastilah Ayub akan mengutuk Allah.
Jadi Iblis kembali beralih dari kesalehan Ayub kepada nubuat, bahwa Ayub ternyata bersifat duniawi.
Maka sekali lagi Allah mengizinkan misteri penderitaan melanda hamba-Nya.
7, 8. Barah yang busuk (ay. 7). Pandangan ilmu kedokteran modem bermacam-macam tentang diagnosa penyakit yang diderita Ayub ini, namun menurut ilmu kedokteran pada zaman Ayub, penyakit yang dideritanya sudah tidak tertolong lagi.
Gejala-gejala penyakit Ayub yang mengerikan mencakup bisul-bisul bernanah yang disertai dengan rasa gatal yang amat sangat (ay. 7, 8), adanya belatung di dalam bisul-bisul itu (7:5), tulang-tulang yang makin rapuh (30:17), kulit yang menjadi makin gelap dan mengelupas (30:30), dan mimpi-mimpi buruk yang mengerikan (7:14), walaupun beberapa di antaranya mungkin disebabkan oleh penyakit yang berkepanjangan ini.
Seluruh tubuh Ayub tampaknya dengan cepat terkena gejala-gejala penyakit yang menjengkelkan dan menyakitkan ini.
Sekalipun Iblis berkewajiban untuk tetap menjaga nyawa korbannya, si penderita mungkin berpikir, bahwa ajalnya sudah dekat.
Duduk di tengah-tengah abu (ay. 8). Penyakit yang tidak bisa disembuhkan itu sedemikian parah sehingga mantan tokoh di wilayah timur yang sangat dihormati itu kini terusir dari masyarakat.
Orang yang pernah terkenal sebagai garam dunia itu diusir sebagai kotoran dunia.
Kini dia tinggal di tempat kumuh yang mungkin merupakan tempat pembuangan sampah kota.
9, 10. Kisah ini berkali-kali mengingatkan kita akan pencobaan di taman Eden (Kej. 3).
Istri Ayub secara menakjubkan memainkan peranan seperti Hawa.
Masing-masing wanita itu tunduk kepada si penggoda dan menjadi alatnya untuk menghancurkan sang suami.
Iblis tidak mengusik istri Ayub - seperti halnya dia tidak mengusik keempat sahabat Ayub - untuk ia manfaatkan lebih lanjut dalam perjuangannya melawan Ayub.
Kutukilah Allahmu dan matilah (ay. 9). Kemurtadan dalam bentuk hujatan yang disarankan sang istri sangat cocok dengan apa yang dinubuatkan Iblis terhadap Ayub.
Saran jahat si istri menjerumuskan Ayub ke dasar terdalam dari penderitaannya dan membuat dia mengutarakan tanggapannya yang kedua.
Seperti perempuan gila (ay. 10a). Pengendalian diri Ayub yang lembut sebagaimana tampak dari jawabannya terhadap saran istrinya membuktikan secara meyakinkan, seperti halnya madah pujian yang ia utarakan sebelumnya, bahwa kesalehannya itu murni.
Dia tidak menyebut istrinya gila, namun dia menuduh istrinya berbicara di dalam keputusasaan itu seperti orang dari kumpulan yang nasihatnya biasanya tidak ia ikuti.
Kebodohan perilaku sang istri makin menajamkan hikmat dari kesabaran Ayub yang saleh.
Di dalam Alkitab, "hikmat" merupakan sebuah kebajikan religius, dan 'kebodohan' yang dimaksudkan Ayub bukanlah kurang ketajaman intelektual, melainkan kehidupan yang tanpa hukum dan tidak mengenal Allah (bdg. Mzm. 14:1).
Tidak mau menerima yang buruk (ay. 10b). Menerima maksudnya menerima dengan pasrah dan sabar.
Kata ini dipakai di dalam sebuah amsal Kanaan kuno, "Jika semut dipukul, mereka tidak menerimanya (dengan pasif) namun mereka menggigit tangan orang yang memukul mereka" (Surat-surat Amarna, 252:18).
Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya (ay. 10c). Dia tidak mengucapkan kutukan terhadap Allah sebagaimana dinubuatkan Iblis dengan penuh harapan.
Jelas tidak ada kesan, bahwa Ayub diam-diam mengutuk Allah di dalam hatinya.
Hikmat Ayub terbukti benar; dia benar-benar melayani Allah tanpa pamrih selain demi Allah sendiri.
Iblis menggoda Adam bahkan saat Adam masih berada dalam kebenaran yang dengannya dia diciptakan.
Dari kenyataan ini tampaknya Iblis bisa menggoda anak-anak Adam yang tercemar dengan seenaknya dan menginjak-injak mereka.
Namun di sini terdapat keajaiban besar dari kasih karunia yang menebus: Ayub si orang berdosa tetap jaya padahal Adam yang benar jatuh secara menyedihkan.
Dengan demikian, untuk meruntuhkan Iblis dan memberikan jaminan kepada orang-orang kudus, Tuhan memberikan bukti yang nyata, bahwa kebenaran yang lebih unggul daripada kebenaran Adam disediakan melalui Adam kedua.
Menangnya kesabaran Ayub atas maksud jahat musuh merupakan sebuah meterai, khususnya bagi zaman sebelum Inkarnasi, tentang janji Allah, bahwa Dia akan mencurahkan karunia keselamatan abadi atas orang-orang yang setia melalui Kristus yang akan datang.
Kedatangan Orang-orang Berhikmat (2:11-13).
Pencobaan terhadap hikmat Ayub sama sekali belum berlalu.
Kini pencobaan itu memasuki babak baru dengan makin parahnya keadaan Ayub akibat siksaan rohani.
Walaupun Iblis tidak disebutkan lagi, dia masih saja hadir, kini dia dengan halus memakai rekan-rekan Ayub yang bermaksud baik sebagai alat-alatnya, dengan keberhasilan yang lebih tampak daripada usaha-usaha Iblis sebelumnya.
11. Sesudah krisis pencobaan yang kedua berlalu dan sebelum rekan-rekannya datang, ada selang waktu beberapa bulan (7:3), saat mana roh Ayub menjadi sangat kelelahan akibat keadaan tertekan yang tidak kenal belas kasihan dan penderitaan akibat penyakitnya yang membuat tubuhnya cacat sehingga tidak bisa dikenali lagi (lih. ps. 19; 30).
Ketiga sahabat Ayub. Para sahabat dan penasihat yang dihargai, yaitu "tokoh-tokoh terbesar di antara semua orang timur" pastilah merupakan pemimpin-pemimpin bangsa mereka dan orang-orang berhikmat yang terkenal: Teman di Edom terkenal untuk hikmat (Yer. 49:7). Suku Suah (bdg. Kej. 25:2, 6) dan tidak diragukan lagi, suku Naama, terletak di timur, yaitu negeri orang berhikmat (bdg. I Raj. 4:30).
12, 13. Sekalipun sahabat-sahabat Ayub mengetahui malapetaka yang menimpa Ayub, mereka tidak menduga keadaannya separah itu.
Kebisuan mereka selama seminggu bagaikan ratapan atas orang yang meninggal (bdg. Kej. 50:10; I Sam. 31:13).
Sekalipun mereka sungguh-sungguh merasa simpati, kehadiran mereka yang membisu itu jelas tidak banyak menghibur.
Mengingat penafsiran mereka sesudah itu mengenai keadaan Ayub yang sangat menyedihkan, tujuan mereka untuk menghibur tentu sudah gagal bahkan lebih cepat lagi seandainya mereka sudah berbicara.
Sekalipun demikian, tampaknya disesalkan, bahwa kebisuan yang berkepanjangan itu harus dipecahkan oleh si penderita dan bukan oleh ucapan menghibur yang bisa menyembuhkan dari seorang sahabat.
Garis Besar Ayub
I. Malapetaka Hikmat Ayub Dicobai (1:1-2:10)A. Hikmat Ayub Diutarakan (1:1-5)
B. Hikmat Ayub Disangkal dan Diperagakan (1:6-2:10)
1. Permusuhan oleh Iblis (1:6-12)
2. Integritas Ayub (1:13-22)
3. Kegigihan Iblis (2:1-6)
4. Kesabaran Ayub (2:7-10)
II. Keluhan: Jalan Hikmat Hilang (2:11-3:26)
A. Kedatangan Orang-orang Berhikmat (2:11-13)
B. Ketidaksabaran Ayub (3:1-26)
III. Penghakiman: Jalan Hikmat Dibuat Kabur dan Dijelaskan (4:1-41:25)
A. Keputusan-keputusan Manusia (4:1-37:24)
1. Putaran Pertama Perdebatan (4:1-14:22)
a. Kata-kata Nasihat Pertama dari Elifas (4:1-5:27)
b. Jawaban Ayub kepada Elifas (6:1-7:21)
c. Kata-kata Nasihat Pertama dari Bildad (8:1-22)
d. Jawaban Ayub kepada Bildad (9:1-10:22)
e. Kata-kata Nasihat Pertama dari Zofar (11:1-20)
f. Jawaban Ayub kepada Zofar (12:1-14:22)
2. Putaran Kedua Perdebatan (15:1-21:34)
a. Kata-kata Nasihat Kedua dari Elifas (15:1-35)
b. Jawaban Kedua Ayub kepada Elifas (16:1-17:16)
c. Kata-kata Nasihat Kedua dari Bildad (18:1-21)
d. Jawaban Kedua Ayub kepada Bildad (19:1-29)
e. Kata-kata Nasihat Kedua dari Zofar (20:1-29)
f. Jawaban Ayub kepada Zofar (21:1-34)
3. Putaran Ketiga Perdebatan (22:1-31:40)
a. Kata-kata Nasihat Ketiga dari Elifas (22:1-30)
b. Jawaban Ketiga Ayub kepada Elifas (23:1-24:25)
c. Kata-kata Nasihat Ketiga dari Bildad (25:1-6)
d. Jawaban Ketiga Ayub kepada Bildad (26:1-14)
e. Pengajaran Ayub kepada Rekan-rekan yang Membisu (27:1-28:28)
f. Protes Terakhir Ayub (29:1-31:40)
4. Pelayanan Elihu (32:1-37.24)
B. Suara Allah (38:1-41:25)
1. Tantangan Ilahi (38:1-39:35)
2. Ayub Menyerah (39:36-38)
3. Tantangan Ilahi Diulangi (40:1-41:25)
IV. Pengakuan Dosa: Man Hikmat Diperoleh Kembali (42:1-6)
V. Pemulihan: Kemenangan Hikmat Ayub (42:7-17)
A. Hikmat Ayub Dibenarkan (42:7-9)
B. Hikmat Ayub Diberkati (42:10-17)
Pendahuluan Ayub
Judul. Nama dari kitab ini maupun tokoh utamanya, iyyob muncul di dalam naskah-naskah non-alkitabiah sejak tahun 2000 sM. Judul Ayub ini diambil dari versi Vulgata yang berbahasa Latin.
Jenis Penulisan. Inti dari kitab ini adalah puisi, yang disusun bagaikan sebuah permata di antara pendahuluan dan penutup yang berupa prosa epik.
Struktur A B A semacam itu sering dijumpai di dalam naskah-naskah kuno.
Sebagai contoh, Hamurabi menempatkan hukum-hukumnya di antara sebuah pendahuluan dan penutup berupa puisi. Sebuah karya sastra Mesir, The Eloguent Peasant, berisi sembilan buah protes sang petani yang berbentuk semi puisi di antara pendahuluan dan penutup berbentuk prosa.
Bersama dengan Amsal, Pengkhotbah dan di dalam beberapa hal tertentu, Kidung Agung, Ayub tergolong jenis sastra Hikmat (hokma), yaitu jenis penulisan yang banyak contohnya dengan aneka bentuk dalam sastra Timur Dekat.
Di dalam kanon Perjanjian Lama, sumbangan khas dari kitab-kitab sastra Hikmat ialah uraian kitab-kitab tersebut tentang relevansi penyataan perjanjian pokok melalui Musa dengan isu-isu besar kehidupan manusia di dalam dunia ini, lebih khusus lagi, isu-isu kehidupan manusia terlepas dari konteks teokratis sejarah Israel yang khas itu.
Terdapat banyak kesamaan formal di antara Kitab Ayub ini dengan berbagai tulisan sastra Hikmat non-alkitabiah; misalnya, gaya dialog dan berbagai pokok pembahasan seperti masalah penderitaan dan keinginan untuk mati.
Sekalipun demikian, ajaran yang hakiki dari Kitab Ayub sama sekali berbeda dengan sastra Hikmat non-alkitabiah, sebab Kitab Ayub menyajikan pesan khusus tentang penyataan penebusan, hikmat Allah yang menjadikan hikmat manusia itu kebodohan.
Bahkan struktur penulisannya, jika dipandang secara menyeluruh, merupakan struktur yang unik - sebuah karya agung yang diakui secara universal.
Terkait erat dengan bentuk penulisan ialah masalah kesesuaian dengan sejarah.
Ayub jelas merupakan tokoh sejarah (bdg. Yeh. 14:14, 20; Yak. 5:11), dan apa yang dialami olehnya pada dasarnya adalah sebagaimana yang dikisahkan di dalam kitab ini.
Sekalipun demikian, puisi yang indah dalam beberapa bagian telah mendorong adanya kesepakatan umum untuk menyimpulkan, bahwa laporan kisah pengalaman Ayub itu tidak bersifat harfiah, tetapi tulisan bebas.
Lagi pula, gaya epik semi puitis dari pendahuluan dan penutup (dengan susunan bait dan pengulangannya), walaupun tidak berarti, bahwa narasi ini harus dianggap sebagai legenda, menunjukkan kemungkinan, bahwa sejumlah rincian dibahas secara kiasan dengan bebas.
Kepenulisan dan Tanggal Penulisan. Pembahasan mengenai kepenulisan Kitab Ayub oleh sebagian besar kritikus modem diperumit oleh keraguan mereka tentang kesatuan kitab ini sebagaimana adanya sekarang.
Bukti-bukti yang ada bukan terutama dari luar kitab ini, sebab sekalipun teks LXX tentang Ayub lebih pendek sekitar seperlima dari teks Masoret, bagian-bagian yang dihilangkan jelas tidak penting.
Bagian-bagian yang secara luas dianggap sebagai tambahan terhadap karya asli adalah bagian pendahuluan dan penutup, syair tentang hikmat (ps. 28), bahan dari Elihu (ps. 32-37) dan bagian atau seluruh wejangan Tuhan (ps. 38-41).
Demikian pula pasal 24-27 dianggap sangat rancu.
Sekalipun demikian, pembelaan yang kuat terhadap integritas dari teks yang ada pada kita saat ini terdapat dalam kesatuan struktural yang mengagumkan dari keseluruhan dan aneka ragam hubungan timbal balik di antara semua bagiannya.
Masalah tanggal penulisan telah memperoleh berbagai jawaban yang menunjukkan, bahwa tanggal penulisan yang tepat sulit untuk diketahui.
Tanggal penulisan kitab ini jangan dikacaukan dengan tanggal terjadinya peristiwa yang dikisahkan.
Tokoh Ayub rupanya hidup pada awal zaman leluhur Israel.
Dapat dilihat, misalnya, lamanya hidup Ayub dan juga banyaknya pelaksanaan agama yang sejati (sebagaimana ditandai dengan sejumlah penyataan adikodrati) di luar batas-batas perjanjian dengan Abraham serta aneka perkembangan ekonomi dan politik masa dini di dalam kitab ini.
Jadi, pertanyaan mengenai tanggal penulisan kitab ini adalah: Berapa lamakah kisah tentang Ayub itu dikisahkan - baik secara lisan atau setidak-tidaknya sebagian secara tertulis - sebelum seorang penulis Israel yang tidak diketahui namanya, dengan ilham ilahi, mengubah tradisi tersebut menjadi Kitab Ayub yang kanonik.
Sebagian besar kritikus yang negatif memilih tanggal zaman Pembuangan atau pasca-Pembuangan.
Kesimpulan ini dipengaruhi oleh cara mereka menafsirkan keterikatan di antara Ayub, Yesaya dan Yeremia - serta oleh tanggal yang mereka berikan untuk penulisan sejumlah bagian dari Kitab Yesaya.
Tanggal yang paling ekstrem (abad ke-2 sM) tampaknya tidak mungkin, sebab bertentangan sekali dengan fragmen-fragmen naskah Kitab Ayub yang ditemukan di antara temuan di Laut Mati, khususnya fragmen dalam naskah berbahasa Ibrani kuno.
Kemegahan dan spontanitas kitab ini dan penciptaan ulangnya yang sangat tegas akan berbagai sentimen manusia yang berada pada awal dalam perkembangan penyataan ilahi menunjuk kepada permulaan zaman pra-Pembuangan, yaitu zaman sebelum adanya sumbangan doktrin, khususnya eskatologi, dari para nabi.
Banyak pakar konservatif memilih sebuah tanggal pada zaman Salomo, yaitu pada zaman Sastra Hikmat Alkitabiah (bdg. misalnya kemiripan-kemiripan di antara kitab ini dengan Mazmur 88 dan 89 yang berasal dari zaman Salomo; bdg. I Raj. 4:31).
Tema. Dengan perantaraan masalah teodise, Kitab Ayub mengumandangkan kembali tuntutan religius yang pokok dari Perjanjian.
Kitab ini meminta manusia untuk menyerahkan diri tanpa syarat kepada Tuhan.
Dan cara dari Perjanjian ini, yaitu penyerahan diri kepada Sang Pencipta yang transenden dan tidak terpahami ini sama dengan jalan hikmat.
Karena itu, Kitab Ayub memberikan kepada Gereja, kesaksian yang tepat tentang penyataan penebusan di hadapan berbagai aliran hikmat dunia.
Sumber bahan: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.