Job 14: Setelah Mati Tidak Ada Harapan Lagi
Kamis, Juli 05, 2018
Edit
Klik:
Job 14
Job 14:1 "Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan.
Job 14:2 Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan.
Job 14:3 Masakan Engkau menujukan pandangan-Mu kepada orang seperti itu, dan menghadapkan kepada-Mu untuk diadili?
Job 14:4 Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorangpun tidak!
Job 14:5 Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu pada-Mu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya,
Job 14:6 hendaklah Kaualihkan pandangan-Mu dari padanya, agar ia beristirahat, sehingga ia seperti orang upahan dapat menikmati harinya.
Job 14:7 Karena bagi pohon masih ada harapan: apabila ditebang, ia bertunas kembali, dan tunasnya tidak berhenti tumbuh.
Job 14:8 Apabila akarnya menjadi tua di dalam tanah, dan tunggulnya mati di dalam debu,
Job 14:9 maka bersemilah ia, setelah diciumnya air, dan dikeluarkannyalah ranting seperti semai.
Job 14:10 Tetapi bila manusia mati, maka tidak berdayalah ia, bila orang binasa, di manakah ia?
Job 14:11 Seperti air menguap dari dalam tasik, dan sungai surut dan menjadi kering,
Job 14:12 demikian juga manusia berbaring dan tidak bangkit lagi, sampai langit hilang lenyap, mereka tidak terjaga, dan tidak bangun dari tidurnya.
Job 14:13 Ah, kiranya Engkau menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati, melindungi aku, sampai murka-Mu surut; dan menetapkan waktu bagiku, kemudian mengingat aku pula!
Job 14:14 Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? Maka aku akan menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku;
Job 14:15 maka Engkau akan memanggil, dan akupun akan menyahut; Engkau akan rindu kepada buatan tangan-Mu.
Job 14:16 Sungguhpun Engkau menghitung langkahku, Engkau tidak akan memperhatikan dosaku;
Job 14:17 pelanggaranku akan dimasukkan di dalam pundi-pundi yang dimeteraikan, dan kesalahanku akan Kaututup dengan lepa.
Job 14:18 Tetapi seperti gunung runtuh berantakan, dan gunung batu bergeser dari tempatnya,
Job 14:19 seperti batu-batu dikikis air, dan bumi dihanyutkan tanahnya oleh hujan lebat, demikianlah Kauhancurkan harapan manusia.
Job 14:20 Engkau menggagahi dia untuk selama-lamanya, maka pergilah ia, Engkau mengubah wajahnya dan menyuruh dia pergi.
Job 14:21 Anak-anaknya menjadi mulia, tetapi ia tidak tahu; atau mereka menjadi hina, tetapi ia tidak menyadarinya.
Job 14:22 Hanya tubuhnya membuat dirinya menderita, dan karena dirinya sendiri jiwanya berduka cita."
Tafsiran Wycliffe
13:20-14:22. Maka aku tidak akan bersembunyi terhadap Engkau (13:20b). Jika diizinkan untuk diadili dengan benar, maka Ayub, berbeda dengan Adam, tidak akan menyembunyikan diri dari Allah karena malu.
Jika saja Allah berhenti sejenak dari menekan Ayub dan berhenti meliputi dia dengan kemegahan-Nya yang dahsyat itu (13:21; bdg. 9:34, 35), Ayub akan tampil di hadapan-Nya sebagai pembela atau sebagai penggugat (ay. 22).
Jika Ayub berhasil mempertahankan integritasnya, maka akan terbukti, menurut konsepnya yang tidak memadai tentang penderitaan manusia, bahwa Allah telah membuat kesalahan dengan menyiksa dirinya secara demikian berat. Atau, jika Ayub ingin berhasil meyakinkan Allah akan kesalahan-Nya itu, maka dia harus terlebih dahulu menunjukkan integritas dirinya. Dengan membayangkan dirinya berhadapan dengan Penyiksanya di sidang pengadilan yang demikian dinanti-nantikan, sang penderita kini menuntut sebuah penjelasan tentang mengapa Allah memusuhinya (13:23, 24). Akan tetapi, suasana hukum ini memudar dengan cepat dan pidato hukum tersebut berubah menjadi sebuah ratapan penutup (13:25 dst.).
Engkau ... menghukum aku karena kesalahan pada masa mudaku (13:26b). Bandingkan kalimat ini dengan pengakuan akan keberdosaan manusia yang universal di 14:4.
Ketika berdebat dengan para sahabatnya, hal yang dipersoalkan adalah integritas umum Ayub yang ia sendiri jelas yakini.
Tetapi tampaknya, dalam pertemuan bayangan dengan Sang Hakim, hal tersebut diperdalam lagi dengan membahas kedudukan seorang berdosa di hadapan Pribadi yang benar-benar kudus.
Tanggapan Ayub kemudian, ketika Allah menampakkan diri kepadanya tergambar lebih dulu di sini (bdg. 40:3-5).
Sementara itu, kehancurannya yang menakutkan, yang tidak bisa dijelaskan menurut kaidah keberdosaan manusia secara umum, meremukkan jiwanya.
Hendaklah Kaualihkan pandangan-Mu dari padanya, agar ia beristirahat, sehingga ia seperti orang upahan dapat menikmati harinya (14:6). Sekalipun keluhan ini diungkapkan dalam kaitan dengan kelemahan semua makhluk yang fana, toh sifatnya pribadi (bdg. 14:3b).
Bagi Ayub, kiranya segenap jerih payah dan kesedihan manusia itu cukup demikian saja (bdg. 7:1 dst.; Kej. 3:17-19).
Sampai langit hilang lenyap, mereka tidak terjaga (14:12b). Begitu terbaring dalam kematian, bagaikan pohon yang tertebang (14:7-9), manusia tidak memiliki harapan lagi untuk bangkit (14:10-12).
(Tentang keabadian langit lih. Mzm. 72:5, 7, 17; 89:29, 36, 37; Yer. 31:35, 36).
Ayub tidak berharap dirinya dimusnahkan, namun dia tidak melihat adanya kehidupan sesudah kematian selain berada di dunia orang mati yang bukan kehidupan nyata.
Ketika bangkit dari kesuraman tersebut, Ayub berseru, "Ah, kiranya Engkau menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati ... kemudian mengingat aku pula" (14:13). Seandainya keinginan ini terwujud, dan seandainya dunia orang mati hanya merupakan tempat untuk singgah saja dan benar-benar suatu tempat untuk bebas dari permusuhan Allah yang tidak dapat dipahami saat itu (ay. 13); seandainya di balik dunia orang mati ada giliran kebangkitan (ay. 14c) yang muncul karena ada pembaharuan belas kasihan oleh sang Khalik (ay. 15) - betapa bahagianya masa depan yang akan mengubah pergumulan yang dihadapi saat itu (ay. 14b).
Konsep kebangkitan bukan kunci untuk membuka rahasia penderitaan Ayub ketika itu, namun konsep tersebut memberikan kerangka untuk berharap.
Kerinduan Ayub ini belakangan menjadi keyakinannya (19:25 dst.), dan harapan semacam itu mulia adanya.
Namun, harapan tertinggi berupa keselamatan bukan merupakan tema utama Kitab Ayub.
Kitab ini memang menantang dan mendorong kita untuk bertahan terus dengan senantiasa berharap.
Namun kitab ini memperhadapkan kita dengan tuntutan yang malah lebih besar lagi. Kitab ini berisi panggilan utama dan abadi untuk menyerahkan diri dengan sukacita, apa pun akibatnya, kepada Tuhan perjanjian.
Sungguhpun Engkau menghitung langkahku (14:16a). Kurva dari keadaan rohani Ayub sepanjang perdebatan besar ini grafiknya menurun dalam jawaban-jawaban individu semacam ini, di mana klimaksnya bukan pada akhir melainkan diikuti oleh suatu luapan emosi yang kian lama kian lemah.
Api pengharapan Ayub padam, sekalipun hanya untuk sesaat, oleh pemikiran yang pahit tentang perlakuan keras tanpa kenal ampun dari Allah yang mengumpulkan setiap dosa Ayub untuk dihukum (14:16, 17).
Demikianlah Kauhancurkan harapan manusia (14:19c). Penderitaan yang berkesinambungan seperti halnya suatu kekuatan alam yang terus-menerus merusak hal-hal yang paling kokoh (14:18, 19).
Engkau menggagahi dia untuk selama-lamanya (14:20a). Keganasan Allah berpuncak pada pukulan yang mematikan, dengan memisahkan manusia dari dunia ini, bahkan dari ingatan keturunannya (14:21), dengan mengurung manusia dalam kematian, dalam penderitaan pembusukan yang membosankan dan tanpa akhir serta dalam nyanyian penguburan yang suram bagi jiwanya (14:22).
Jawaban Ayub kepada Zofar (12:1-14:22).
Karena sangat jengkel dengan sahabat-sahabatnya, Ayub kemudian melancarkan kecaman yang amat pedas kepada mereka yang dengan sombong meragukan keadaan dirinya (12:1-13:12).
Ayub menyatakan dirinya benar kepada sahabat-sahabatnya itu (13:13-19), dan sesudah itu dia kembali mengajukan permohonan langsung kepada Allah (13:20-14:22).
Ketika mengajukan permohonan ini, di dalam jiwa Ayub muncul secercah harapan baru - yaitu harapan hidup di balik syeol (dunia orang mati).
Sekalipun keadaan gundah menggelapkan kata-kata penutup yang diutarakan Ayub, jelas di dalam tanggapannya kepada Zofar, imannya mulai naik menuju kemenangan meninggalkan jurang keputusasaan.
Keputusan-keputusan Manusia (4:1-37:24).
Karena dialog antara Ayub dengan sahabat-sahabatnya terkait dengan keluhan Ayub dan bukan secara langsung dengan penderitaan yang dialaminya, maka misi dari para sahabat lebih merupakan usaha penghakiman daripada penghiburan pastoral, dan ini makin nyata dalam siklus pembicaraan selanjutnya (tentang struktur siklus dialog ini lihat Garis Besar).
Para sahabat tersebut mengambil kedudukan sebagai dewan penatua yang siap menghakimi seorang pelanggar yang keras hati.
Pertimbangan kesalahan Ayub mencakup pembahasan tentang aspek-aspek yang lebih luas dari masalah teodise, tetapi selalu dengan memperhatikan penghukuman dan kasus khusus Ayub.
Oleh karena itu, bagi Ayub perdebatan itu bukan merupakan penyelidikan akademis yang obyektif tentang penderitaan pada umumnya, melainkan suatu fase baru yang lebih menyakitkan dari penderitaannya.
Para sahabat itu diperdaya oleh ketaatan mereka pada teori tradisional sehingga ikut membantu serta bersekongkol dengan Iblis dalam memusuhi Allah dan menggelapkan jalan hikmat bagi hamba Allah, Ayub.
Tetapi perdebatan ini berguna untuk membungkam hikmat dunia dan dengan demikian mempersiapkan penyajian pendekatan sesuai perjanjian terhadap hikmat yang muncul dalam percakapan antara Elihu dan Tuhan sendiri.
Sekali lagi, di dalam permohonan banding Ayub kepada mahkamah tertinggi mengingat keputusan-keputusan manusia tidak sesuai dengan keadaan, yang terungkap dalam kerinduan Ayub yang mendalam untuk membela dirinya di hadapan Tuhan, perdebatan tersebut sampai membuat Allah harus menampakkan diri.
Sumber bahan: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.