Kisah Para Rasul 17:1-9: Keributan di Tesalonika
Selasa, Juli 21, 2020
Edit
Klik:
Act / Kisah Para Rasul 17:1-9
Act 17:1 Paulus dan Silas mengambil jalan melalui Amfipolis dan Apolonia dan tiba di Tesalonika. Di situ ada sebuah rumah ibadat orang Yahudi.
Act 17:2 Seperti biasa Paulus masuk ke rumah ibadat itu. Tiga hari Sabat berturut-turut ia membicarakan dengan mereka bagian-bagian dari Kitab Suci.
Act 17:3 Ia menerangkannya kepada mereka dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati, lalu ia berkata: "Inilah Mesias, yaitu Yesus, yang kuberitakan kepadamu."
Act 17:4 Beberapa orang dari mereka menjadi yakin dan menggabungkan diri dengan Paulus dan Silas dan juga sejumlah besar orang Yunani yang takut kepada Allah, dan tidak sedikit perempuan-perempuan terkemuka.
Act 17:5 Tetapi orang-orang Yahudi menjadi iri hati dan dengan dibantu oleh beberapa penjahat dari antara petualang-petualang di pasar, mereka mengadakan keributan dan mengacau kota itu. Mereka menyerbu rumah Yason dengan maksud untuk menghadapkan Paulus dan Silas kepada sidang rakyat.
Act 17:6 Tetapi ketika mereka tidak menemukan keduanya, mereka menyeret Yason dan beberapa saudara ke hadapan pembesar-pembesar kota, sambil berteriak, katanya: "Orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia telah datang juga ke mari,
Act 17:7 dan Yason menerima mereka menumpang di rumahnya. Mereka semua bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar dengan mengatakan, bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus."
Act 17:8 Ketika orang banyak dan pembesar-pembesar kota mendengar semuanya itu, mereka menjadi gelisah.
Act 17:9 Tetapi setelah mereka mendapat jaminan dari Yason dan dari saudara-saudara lain, merekapun dilepaskan.
Tafsiran Wycliffe
Perluasan Gereja di Asia Kecil dan Eropa (13:1-21:17).
Pasal 13 membawa kita ke bagian separuh kedua dari Kitab Kisah Para Rasul.
Di bagian separuh pertama, Yerusalem merupakan pusat cerita, dan tema utamanya ialah perluasan Gereja dari Yerusalem ke seluruh Palestina.
Sekarang, Yerusalem terdesak ke belakang, dan Antiokhia menjadi pusat cerita, karena Antiokhia menyokong perluasan Gereja di Asia dan Eropa.
Perluasan ini dilaksanakan dengan tiga perjalanan misi oleh Paulus, masing-masing dimulai dan diakhiri di Antiokhia.
Misi Kedua: Asia Kecil dan Eropa (15:36-18:22).
Lukas sekarang mencatat persiapan dari apa yang kita namakan perjalanan pemberitaan Injil yang kedua.
Sesudah jangka waktu yang tidak disebutkan, Paulus berniat mengunjungi kembali dan memperkuat Gereja-gereja yang sudah berdiri.
Waktu itulah, sayangnya, terjadi suatu perbedaan pendapat di antara Paulus dan Barnabas.
Barnabas ingin membawa Yohanes Markus, yang pernah menyertai mereka dalam perjalanan pemberitaan Injil yang pertama, tetapi meninggalkan mereka ketika tiba di dataran Asia Kecil dan kembali ke Antiokhia.
Paulus menganggap tindakan ini sebagai bukti yang begitu nyata tentang ketidakmantapan, sehingga dia menolak keinginan Barnabas.
Akibatnya adalah perpisahan di antara Paulus dengan Barnabas.
Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus untuk mengunjungi Gereja-gereja yang didirikan pada perjalanan pemberitaan Injil yang pertama.
Paulus meminta Yerusalem mengirimkan Silas, yang baru saja berkunjung ke Antiokhia, dan yang dipandang oleh sang rasul sebagai orang yang dapat diandalkan.
17:1. Paulus, Silas dan Timotius menuju ke barat melalui jalan raya militer yang dinamakan Via Egnatia.
Kenyataan bahwa mereka melewati Amfipolis dan Apolonia menunjukkan, bahwa Paulus mengikuti rencana yang pasti untuk menanamkan Injil di berbagai kota yang strategis.
Paulus tidak bertujuan untuk sekadar memberitakan Injil di mana saja ia dapat menemukan pendengar.
Sebaliknya, dia adalah seorang penginjil dengan kapasitas seorang negarawan, yang memiliki program untuk mendirikan Gereja di pusat-pusat penting, yang dari situ Injil dapat diberitakan ke lingkungan sekitarnya.
Tesalonika adalah ibu kota propinsi Makedonia.
Di dalam surat yang kemudian ditulis Paulus kepada jemaat di Tesalonika, Paulus menunjukkan, bahwa Injil telah menyebar dari mereka bukan saja di Makedonia dan Akhaya, tetapi di semua tempat lainnya (I Tes. 1:8).
2. Rasul Paulus mengikuti kebiasaannya, yakni memberitakan Injil di rumah ibadah Yahudi terlebih dahulu.
Hal ini ia lakukan selama tiga hari Sabat berturut-turut.
Di dalam surat ke Tesalonika, Paulus menyebutkan, bahwa ia melakukan pekerjaan membuat tenda, agar dirinya tidak menjadi beban bagi orang-orang percaya yang ada di situ (I Tes. 2:9; II Tes. 3:7-12).
Karena itu, tiga minggu tersebut bukan menunjukkan jangka waktu misi Paulus memberitakan Injil di Tesalonika.
3. Khotbah Paulus terdiri atas: menerangkan Perjanjian Lama dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati; dan bahwa Mesias itu sesungguhnya adalah Yesus, yang ia beritakan.
Paulus mengutip Perjanjian Lama dan menunjukkan penggenapannya di dalam diri Yesus dari Nazaret.
Orang Yahudi tidak mengerti, bagaimana Mesias bisa merupakan Raja yang mengalahkan segala sesuatu, dan sekaligus juga Hamba Yang Menderita.
Sebab itu, mereka tidak pernah berpikir untuk memperlakukan nubuat tentang Hamba Yang Menderita kepada Mesias.
4. Seperti biasanya, hanya beberapa orang Yahudi saja yang dapat diyakinkan, sehingga bersedia mempercayai apa yang dikatakan Paulus dan Silas.
Sebagian besar orang yang bertobat, berasal dari orang-orang bukan Yahudi yang takut akan Allah.
5. Orang-orang Yahudi kemudian berbaur dengan penjahat, dan mulai menghasut masyarakat.
Yason merupakan nama Yunani yang artinya sama dengan Yosua.
Yason tampaknya adalah seorang Yahudi yang percaya, sehingga membuka rumahnya bagi Paulus dan Silas.
Orang-orang yang terhasut itu menyerbu rumah Yason untuk menyeret Paulus dan Silas ke pengadilan.
Sidang rakyat. Majelis umum orang Yunani.
7. Yason dituduh menampung orang dengan ajaran religius yang membawa akibat politik, sebab mereka memberitakan, bahwa Yesus adalah Raja, sehingga merupakan saingan bagi kaisar Romawi.
Raja merupakan istilah yang umum dalam bahasa Yunani untuk menyebut raja Romawi (Yoh. 19:15; I Ptr. 2:13, 17).
Peristiwa ini melukiskan mengapa surat-surat Paulus, maupun Kisah Para Rasul, hampir tidak membahas konsep Kerajaan Allah.
Banyak orang telah mendiskusikan kenyataan, bahwa Paulus hampir tidak pernah menyebut Yesus sebagai Raja, tetapi Tuhan.
Kadang-kadang orang mengatakan, bahwa Yesus adalah Raja orang Yahudi, tetapi Tuhan Gereja, dan bahwa kedua konsep ini merupakan pengertian yang sangat berbeda.
Peristiwa ini menunjukkan, bahwa Paulus kurang menekankan keberadaan Yesus sebagai Raja, dan juga kurang menekankan Kerajaan Allah, karena pengertian-pengertian ini cukup dikenal dan disenangi oleh kalangan Yahudi, tetapi mudah disalahpahami oleh kalangan Romawi, karena memberikan kesan adanya suatu pemerintahan tandingan.
Tuduhan semacam itu dilancarkan oleh orang-orang Yahudi kepada Yesus di hadapan Pilatus (Luk. 23:2).
Roma toleran terhadap banyak hal, tetapi tidak terhadap sesuatu yang berbau hasutan politik.
Karena itu, Paulus memberitakan Yesus sebagai Tuhan kepada orang-orang bukan Yahudi, sehingga mudah diterima oleh mereka, dan tidak mengandung implikasi politik.
8-9. Para pembesar kota merasa terganggu oleh tuduhan ini, tetapi karena Paulus dan Silas tidak dapat ditemukan, mereka kemudian memecahkan persoalan ini dengan menganggap Yason dan teman-temannya bertanggung jawab apabila kelak terjadi gangguan yang sama.
Mungkin ini yang dimaksudkan dengan halangan dari kuasa kegelapan, yang disebutkan Paulus dalam I Tesalonika 2:18, yang membuat dia tidak mungkin kembali ke Tesalonika untuk melanjutkan pelayanannya di sana.
Sumber ayat Alkitab / tafsiran: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.