2 Petrus 1:1-2: Salam | Garis Besar dan Pendahuluan

Klik:

2 Peter / 2 Petrus 1:1-2

2Pe 1:1 Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.

2Pe 1:2 Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita.

Tafsiran Wycliffe

1. Simon (Simeon) Petrus, hamba (budak) dan rasul Yesus Kristus. Surat ini dengan jelas menunjukkan, bahwa penulisnya adalah rasul Petrus.

Jabatan, hamba dan rasul mengilustrasikan dengan baik peraturan yang ditetapkan Kristus.

"Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu" (Mat. 23:11).

Kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman. Harnack, sekalipun tidak mengakui Petrus sebagai penulis kedua Surat ini, beranggapan bahwa orang yang menulis II Petrus ini juga telah menulis pembukaan dan bagian penutup I Petrus.

Sang rasul menilai sangat penting iman di sini, mengapa tidak?

Iman merupakan "mata uang yang berlaku" di dalam Kerajaan Allah.

Penulis menemukan dasar iman, dan pencapaiannya oleh manusia, di dalam keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.

Iman, tentu saja, merupakan dasar dari seluruh alam etika.

Ini bukan hanya keadilan yang teoretis dan yuridis saja, melainkan suatu keadilan yang hangat, penuh kasih dan pemeliharaan yang mencakup seluruh rencana penebusan Allah.

Hanya di dalam "keadilan Allah" saja iman bisa bertumbuh.

Dan juga melalui iman inilah keadilan Allah dinyatakan (Rm. 1:17).

2. Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi. Salam yang sama dengan yang dijumpai di I Petrus, salam yang khas Kristen (lih. tafsiran I Ptr. 1:2).

Oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita. Pemakaian kata Yunani epignosis ("pengenalan yang tepat dan tidak salah" - Thayer) di sini, menarik.

Surat ini berisi peringatan yang keras terhadap ajaran palsu.

Beberapa penafsir berkesimpulan, bahwa mereka itu adalah kaum Gnostik, dan ini mereka gunakan sebagai alasan untuk menetapkan, bahwa Surat II Petrus ditulis pada masa pasca rasuli, yaitu katakanlah dalam abad kedua, ketika kontroversi Gnostik mencapai puncaknya.

Penafsir lainnya, seperti Bigg, tidak dapat melihat tanda-tanda apologetik anti Gnostik yang jelas di dalam Surat ini.

Mungkin ada pandangan tengah yang cukup masuk akal.

Dapat dipastikan, bahwa Gnostik merupakan masalah aktual pada zaman rasuli dan di Asia Kecil, sebagaimana nyata dalam Surat Paulus kepada jemaat di Kolose yang intinya dialamatkan untuk menangkal penyusupan ajaran sesat ini.

Sebuah kata kunci di dalam Surat Kolose adalah epignosis yang secara umum dikaitkan dengan Allah atau Kristus (Kol. 1:9, 10; 2:2; 3:10).

Golongan Gnostik menganut sebuah sistem doktrin yang sangat rumit dan di luar Alkitab, dengan memberikan perhatian besar kepada malaikat dan kebiasaan askese, cenderung menyimpang dari ke-Allah-an Kristus, dan menganggap penganutnya memiliki hikmat unggul.

Surat Kolose sejak awal meninggikan Kristus, inti dari "segala harta hikmat dan pengetahuan", yang sepenuhnya disamakan dengan Allah.

Apologetik ini tidak diragukan lagi juga dianut oleh para rasul lainnya, dan sangat mungkin juga tercermin di sini (seperti di 1:3, 8; 2:20).

Pendahuluan Kitab 2 Petrus

Penulis.

Pada awal dari Surat ini, dengan penggunaan kata-kata yang sedikit berbeda dengan I Petrus, disebutkan bahwa penulis Surat ini adalah Simon Petrus (bdg. dengan Kis. 15:14; di naskah kuno yang baik nama penulis ialah Simeon), seorang "hamba dan rasul Yesus Kristus" (1:1).

Dengan singkat dan tanpa ungkapan perasaan, penulis kembali mengaku dirinya termasuk golongan rasul (3:2).

Penulis ini mengenal tulisan-tulisan Paulus dan menyatakan persetujuan penuh dengan "Paulus, saudara kita yang kekasih" (3:15-16).

Dia mengacu kepada pemuliaan Kristus di atas bukit dengan keyakinan seorang saksi mata.

Surat ini disebut olehnya "Surat yang kedua" (3:1).

Dia memberitakan, bahwa kematian mengenaskan yang akan menimpa dirinya, sesuai dengan yang dinubuatkan Tuhannya (Yoh. 21:18) sudah dekat (1:13, 14).

Jadi, rupanya di sini terdapat sebuah pengakuan, bahwa penulisnya sama dengan yang menulis I Petrus, dan tentu pengakuan bahwa dirinya adalah Petrus, rasul Tuhan Yesus.

Apakah di dalam Surat ini ada kesulitan-kesulitan yang membuat seorang pembaca yang jujur, beranggapan bahwa pengakuan di atas itu berlebihan?

Sejak masa sangat dini, para kritikus sudah mengarahkan perhatian mereka kepada ketidaksamaan gaya penulisan di antara Surat ini dengan I Petrus.

Di dalam II Petrus, tidak tampak kesederhanaan dan kelancaran dalam pengungkapan seperti dalam I Petrus.

Penulis I Petrus rupanya bukan orang Yunani (mis., dia tidak pernah memakai partikel an), tetapi tidak diragukan, bahwa dia memiliki kemampuan memanfaatkan bahasa dengan tepat.

Gaya penulisan II Petrus, tidak menunjukkan bahwa penulisnya memiliki keahlian seperti itu.

Participle yang dipakai lebih sedikit dibandingkan dengan yang dipakai dalam I Petrus dan partikel men tidak dipakai.

Perbedaan gaya ini membuat beberapa kritikus zaman dulu dan beberapa orang reformator mempertanyakan keaslian Surat ini.

Yerom (346-420 M), penerjemah Alkitab versi Vulgata, sekalipun menerima II Petrus bersama dengan Surat umum lainnya (Epistle to Paulinus), pada saat yang bersamaan menyadari, bahwa beberapa orang pakar telah meragukan keasliannya karena perbedaan gaya ini (Catalogus Scriptorum Ecclesiasticoruni).

Di dalam karya yang lain (Epistle to Hedibia, hlm. 20), beliau menjelaskan perbedaan ini sebagai akibat dari pemakaian penerjemah yang berbeda bagi kedua Surat ini oleh Petrus.

Di dalam konteks yang sama, Yerom menyebutkan, bahwa Paulus pernah memakai Titus sebagai penerjemah dan Petrus yang mendiktekan kepada Markus bahan untuk menulis Injil yang kemudian memakai namanya.

Bagi sebagian orang yang memiliki pemahaman mengenai pengilhaman secara sangat harfiah, ide tentang peranan penyuntingan seperti yang dilakukan Silas (I Ptr. 5:12), mengurangi pengilhaman dan kewenangan Surat tersebut, sekalipun mereka ini cukup mengetahui, bahwa ahli-ahli tulis sering kali dimanfaatkan oleh para penulis yang terilhamkan (Yer. 36:2, 4; Rm. 16:22; catatan-catatan tradisional sesudah I dan II Korintus, Ef. Flp. Kol. dan Flm.).

Sebagian orang lain merasa tidak ada kesulitan dalam hal ini; Roh Kudus membantu Silas untuk menulis sebagaimana Dia membantu Petrus untuk mendikte.

Bagian terbanyak dari Gereja sepanjang sejarah, menganut pandangan kedua.

Masalah lain di dalam Surat ini yang telah dikemukakan untuk menyangkal kepenulisan Petrus ialah kenyataan, bahwa penulisnya cukup mengenal tulisan-tulisan Paulus, yang bersama dengan acuannya terhadap otoritas tulisan-tulisan tersebut (3:15-16), dianggap sebagai petunjuk, bahwa kanon Perjanjian Baru sudah ditetapkan ketika Surat II Petrus ini ditulis, sehingga bagi penganut pandangan ini, waktunya sudah terlalu belakangan untuk dapat dianggap sebagai tulisan sang rasul.

Alur berpikir semacam itu, rasanya memang terlalu dibuat-buat, sebab jika Petrus tiba di Roma sekitar dua atau tiga tahun sesudah Paulus dipenjara di sana, pastilah dia berkesempatan untuk mengetahui Surat-surat Paulus dan tentu juga sangat mungkin berhubungan dengan Paulus sendiri.

Bagaimanapun juga, tampaknya terdapat bukti yang cukup dapat diterima, bahwa Surat-surat Paulus telah diperbanyak dan disebarkan dari Gereja ke Gereja langsung setelah Surat-surat itu diterima (lih. Kol. 4:16).

Satu hal di dalam Surat ini hendaknya juga dipertimbangkan, yaitu adanya kemiripan beberapa pernyataan di Surat ini dengan di Surat Yudas.

Berikut adalah tiga dari kesamaan-kesamaan yang paling penting:

~ 2:4 dengan Yudas 6 mengacu kepada hukuman bagi para malaikat yang jatuh, mengingatkan kepada suatu pernyataan di dalam kitab apokrif Enoch.

~ 2:11 dengan Yudas 9 berbicara tentang ketidaksediaan malaikat untuk melancarkan tuduhan terhadap Iblis, dengan pernyataan Yudas tampaknya menyinggung kitab apokrif Assumption of Moses, di mana Iblis dikisahkan sebagai menuntut tubuh Musa.

~ 3:3-4 dengan Yudas 17-18 mengingatkan tentang datangnya penghujat pada akhir zaman.

Surat ini menyebutkan akhir zaman sebagai masih akan, Yudas menyebutnya suatu kenyataan sekarang, sebagaimana telah dinubuatkan oleh para rasul, termasuk, tentu saja, Petrus.

Dr. Charles Bigg (St. Peter and St. Jude, hlm. 216, 217), yang menerima bahwa Surat ini ditulis oleh Petrus, mengemukakan dengan meyakinkan, bahwa Surat II Petrus ditulis lebih dahulu.

Kiranya perlu pula diingat, bahwa terdapat sejumlah pertimbangan yang bisa diterima, bahwa Surat Yudas ditulis agak dini.

Ada anggapan, bahwa Surat tersebut sudah ditulis tahun 65 M, dan mereka yang beranggapan bahwa tahun penulisannya adalah tahun 80 atau 90 M, harus memperhitungkan laporan dari Hegesippus (sebagaimana dikisahkan oleh Eusebius), bahwa dua orang cucu Yudas telah diseret ke hadapan kaisar Domitian yang memerintah tahun 81-96 M, yang dilukiskan sebagai dua orang yang sudah dewasa, petani yang bekerja keras, ketika itu.

Ingatlah bahwa Yudas adalah saudara Tuhan Yesus.

Kesamaan di antara Surat II Petrus ini dengan Surat Yudas, tampaknya tidak mengharuskan Surat yang pertama ditulis pasca masa kehidupan Petrus.

Lalu, bagaimana dengan bukti-bukti yang dari luar Surat ini?

Surat ini tidak pernah dikutip secara langsung oleh para Bapa Gereja sebelum awal abad ketiga, sekalipun ada kemungkinan Surat ini pernah disinggung sebelumnya di dalam beberapa tulisan yang terdahulu.

Eusehius (Ecclesiastical History, 6.14.1), yang menulis sekitar tahun 324 M, mengatakan bahwa Klemens dari Aleksandria (wafat sekitar tahun 213 M) telah mengumpulkan berbagai rangkuman dari semua Kitab yang terilhamkan, termasuk yang keasliannya sedang dipersoalkan, dan di dalam daftar rangkuman tersebut, semua Surat umum ikut tercakup.

Origenes, yang wafat tahun 253 M, sekalipun menyadari, bahwa Surat II Petrus ini masih dipertanyakan, menerima Kitab ini sebagai benar-benar ditulis oleh rasul Petrus.

Sahabat dan murid Origenes yang bernama Firmilian, uskup Kaesarea di Kapadokia tahun 256 M, dengan kuat mendukung kepenulisan Petrus ketika di dalam suratnya kepada Siprian berbicara tentang seorang bersama Stefanus sebagai "menyangkal rasul Petrus dan rasul Paulus yang mulia ... yang di dalam Surat-surat mereka mengucapkan kutuk atas orang yang sesat dan mengingatkan agar kita menjauhi mereka itu" (Letters, no. 75).

Orang sesat disebutkan di dalam II Petrus, dan bukan di I Petrus.

Eusebius sendiri yang ditugaskan oleh kaisar Konstantinus untuk mempersiapkan lima puluh buah Kitab Suci menyebut Yakobus, Yudas, dan II Petrus sebagai Kitab-kitab yang dipersoalkan, namun sangat dikenal di kalangan sebagian besar orang Kristen.

Yerom (kurang lebih 346-420 M), ketika membahas masalah keaslian Surat ini, mengatakan bahwa persoalan ini muncul karena adanya perbedaan gaya penulisan dengan gaya yang dipakai untuk menulis I Petrus, dan beliau memberikan penjelasan tentang hal tersebut, yang sudah kita bahas sebelumnya.

Beliau sendiri menerima II Petrus dan mencantumkannya di dalam Alkitab versi Vulgata karyanya.

Alkitab ini diakui oleh Konsili di Laodikea (kurang lebih 342 M) dan secara formal diakui sebagai bagian dari kanon oleh Konsili di Kartago (397 M).

Kitab ini tidak tercantum di dalam fragmen Muratoria, sebuah daftar Kitab Perjanjian Baru yang dibuat sekitar akhir abad kedua.

Daftar ini sekarang dalam keadaan rusak.

Sebagaimana adanya saat ini, tidak tercantum Surat Ibrani, I atau II Petrus, Yakobus atau III Yohanes.

Mungkin sebagian, atau semua Kitab ini tercatat di bagian yang rusak itu, namun karena Kitab-kitab ini tidak ada, dari perkembangan kanon bahwa daftar Muratoria ini tidak dianggap sebagai menentukan oleh Gereja.

Surat II Petrus juga tidak dicantumkan di dalam Alkitab Siria yang dinamakan Pesyita (Peshitta). Perjanjian Lama Pesyita sudah diterjemahkan pada saat yang sangat dini.

Terjemahan Perjanjian Baru, mungkin merupakan hasil karya Rabula, uskup Edessa di Siria tahun 411-435 M.

Versi ini tidak mencantumkan II Petrus, II dan III Yohanes, Yudas dan Wahyu.

Sangat mungkin, Perjanjian Baru yang paling awal dari Gereja di Siria tidak mencantumkan ketujuh Surat umum.

Beberapa orang menduga, bahwa karena penekanan praktis dan disipliner dari Surat-surat umum ini, mungkin Surat-surat ini dianggap "bukan dari Paulus" di wilayah di mana nama Paulus sangat dihormati karena keanggotaannya di Gereja Antiokhia, dan dukungannya terhadap kebebasan orang percaya non-Yahudi dari hukum-hukum Yahudi di sidang di Yerusalem.

Pihak lainnya menduga, bahwa dicantumkannya beberapa acuan kepada kitab-kitab apokrif oleh beberapa Surat umum membuat Surat-surat ini ditolak oleh Gereja di Siria yang secara khusus sangat terganggu oleh doktrin Yahudi mengenai malaikat yang tercermin di dalam beberapa kitab apokrif tersebut.

Mungkin ada yang perlu disebutkan dari argumentasi sarjana Inggris Joseph B. Mayor (The Epistle of St. Jude and the Second Epistle of St. Peter), yang menganggap I Petrus memang ditulis oleh rasul Petrus, sedangkan II Petrus dianggap palsu.

Mayor melandaskan pandangannya pada bukti-bukti yang terdapat di dalam Kitab dan bukan dari luar Kitab.

Setelah mengulas bukti-bukti yang terdapat di luar Kitab ini, dengan acuan-acuan yang berkenaan dengan pro dan kontra mengenai keaslian Surat ini, Mayor membuat rangkuman dengan mengatakan: "Jika kita tidak memiliki masukan apapun selain bukti dari luar untuk menentukan keaslian II Petrus, kita pasti cenderung untuk berpikir, bahwa Eusebius dapat dibenarkan ketika ia menyatakan, bahwa Surat kita ini, karena rupanya berguna bagi banyak orang, diakui bersama dengan Kitab lainnya" (op. cit., hlm. cxxiv).

Mayor mengajukan sebuah penelitian yang terinci mengenai perbedaan kosakata dan menyebutkan 369 kata yang dipakai dalam I Petrus, tetapi tidak dipakai dalam II Petrus, dan 230 buah kata yang dipakai dalam II Petrus, tetapi tidak dipakai dalam I Petrus.

Mayor menemukan sekitar 100 buah kata ayat kuat (secara praktis semuanya kata benda dan kata kerja), yang dipakai di dalam kedua Surat ini.

Kemudian, secara mengejutkan, ia tampaknya menuliskan hasil penelitian ini sebagai alasan untuk menganggap, bahwa kedua Kitab ini tidak ditulis oleh satu orang, karena "jumlah persamaannya 100 dibandingkan dengan 599 perbedaan, maksudnya: jumlah perbedaan nyaris enam kali persamaannya" (op. cit., hlm. lxxiv).

Bagaimana mungkin mengharapkan adanya kesamaan kosakata yang lebih banyak di dalam dua buah Surat pendek yang ditulis dengan perbedaan beberapa tahun serta tema, alasan penulisan dan situasi yang berbeda?

Ini merupakan alasan berdasarkan ketidakjelasan yang mencapai taraf yang paling membahayakan.

Pastilah dua buah Surat pendek, tidak akan mulai menguras habis kosakata seseorang yang pandai.

Kenyataan bahwa ada seperenam dari kata-kata yang dipakai di dalam kedua Surat ini sama, pastilah akan membuat orang justru cenderung beranggapan, bahwa kedua Surat ini ditulis oleh satu orang, dan bukan sebaliknya.

Mayor kemudian melanjutkan penelitiannya dengan suatu pemeriksaan canggih terhadap tata bahasa dan gaya penulisan dari kedua Surat ini, aspek yang perbedaannya sudah dicatat sejak dini, dan yang sudah kita bahas.

Kesimpulan Mayor agak lunak: "Di antara kedua Surat ini tidak ada perbedaan sebagaimana coba ditunjukkan oleh beberapa orang" (op.cit., hlm. civ).

Kemudian: "Perbedaan gaya penulisan tidak semenonjol perbedaan kosakata, dan itupun tidak semenonjol perbedaan pokok bahasan, sedangkan di atas segalanya terdapat perbedaan besar di dalam pikiran, perasaan dan watak, atau singkatnya kepribadian."

Perlu kiranya ditegaskan, bahwa perbedaan dalam pokok bahasan, pikiran dan perasaan, belum tentu menunjuk kepada kepribadian yang berbeda.

Orang yang sama, karena tujuan yang berbeda, dapat menulis dalam suasana hati dan membahas pokok-pokok yang sangat berbeda.

Mayor kemudian rupanya memberikan bobot menentukan pada penilaiannya tentang perbedaan dan persamaan di antara kedua Surat - Cara mengambil kesimpulan yang sangat berbahaya, sebab perasaan seseorang bisa sangat berbeda dari saat ke saat karena berbagai alasan.

Berawal di halaman lxxvi dari bagian Pendahuluan, Mayor membahas soal kenang-kenangan dari kehidupan Kristus yang terdapat di dalam kedua Surat ini.

Menurut hasil pengamatannya, Surat II Petrus memuat kenangan lebih sedikit dan sifatnya "tidak seakrab Surat yang lain (I Petrus)" (op. cit., hlm. lxxvii).

Mayor kemudian melanjutkan pembahasannya dengan memperhatikan kelembutan I Petrus yang dikontraskan dengan ketegasan II Petrus, yang disebut olehnya: "tidak memiliki simpati mendalam pancaran kasih, yang menandai I Petrus."

Mayor melanjutkan jenis penelitian yang sama terhadap berbagai acuan mengenai kedatangan Kristus yang kedua kali, dan air bah pada zaman Nuh yang terdapat di dalam kedua Surat ini.

Akan tetapi, bukankah semua perbedaan ini dapat diduga mengingat perbedaan tujuan penulisan dari kedua Surat ini?

I Petrus bertujuan untuk menghibur orang yang menderita, sedangkan II Petrus bertujuan mengingatkan orang-orang percaya akan berbagai kejahatan rohani dan menasihati mereka untuk hidup kudus.

Tentu saja, nada yang pertama bersifat lembut sedangkan yang berikutnya bersifat keras.

Hal yang menakjubkan ialah, bahwa dengan tujuan yang demikian berbeda yang diacu adalah fakta dasar yang sama - kedudukan sentral Kristus dan kepastian bahwa Dia akan datang lagi.

Di dalam peristiwa besar yang akan datang tersebut, orang percaya yang menderita memperoleh penghargaan, dan orang percaya yang berpotensi untuk murtad, diperingatkan.

Mengenai penyebutan air bah pada zaman Nuh di dalam I Petrus (3:20) yang menekankan kemurahan Allah dan di dalam II Petrus (2:5; 3:6) yang menekankan hukuman Allah (sekalipun 2:5 juga menyebutkan bahwa "Allah menyelamatkan Nuh), ini pun secara mengagumkan tetap cocok dengan perbedaan tujuan penulisan yang baru disebutkan sebelumnya.

Dan kenyataan bahwa ilustrasi yang sama dipakai untuk menekankan unsur yang berbeda, tampaknya justru menegaskan, bahwa penulis kedua Surat ini sama, dan bukannya berbeda.

Mayor sangat adil dalam menyajikan gambaran keseluruhan.

Beliau melanjutkan dengan membahas kesamaan di antara kedua Surat ini, tanpa ada pengamatan yang diabaikan, dalam hal sabda nubuat yang lisan dan tertulis, dengan mengemukakan, bahwa di dalam hal ini, kedua Surat sangat sesuai dengan kata-kata Paulus dalam Kisah Para Rasul 26:22-23.

Mayor juga secara khusus memperhatikan kesamaan pandangan dari I Petrus dan II Petrus mengenai pertumbuhan Kristen (I Ptr. 2:2; II Ptr. 3:18).

Setelah membaca tulisan Mayor ini, orang memperoleh kesan, bahwa dia memperkuat dan bukannya melemahkan pengakuan, bahwa II Petrus ditulis oleh rasul Petrus.

Kalau begitu, mengapa Mayor menolak pengakuan ini?

Orang tidak dapat membuang kesan, bahwa pandangannya ini menunjukkan pengaruh kuat dari konsensus kritis dari para pakar Perjanjian Baru dan terutama dari kesimpulan Dr. F. H. Chase, yang dikenalnya secara pribadi dan sering ia kutip.

Artikel Chase dalam HDB tentang Petrus dan Yudas oleh Mahor dikatakan: "jelas merupakan pendahuluan paling baik yang saya ketahui tentang kedua Surat yang dibahas" (op. cit., hlm. vii).

Cukuplah kiranya, jika dikatakan, bahwa melalui semua pertimbangan ini, tampaknya tidak ada alasan meyakinkan untuk menolak pengakuan, bahwa Surat II Petrus ini ditulis oleh rasul yang namanya disebutkan.

Saat dan Tempat Penulisan.

Sangat mungkin, Surat ini ditulis kepada orang Kristen di Asia Kecil (3:1), ketika ingatan akan Surat I Petrus masih segar di dalam pikiran mereka.

Jika kita menganggap, bahwa I Petrus ditulis dari Roma sekitar tahun 64 M, masuk akal kalau kita menganggap, bahwa Surat ini ditulis dari Roma sekitar akhir pemerintahan Nero, katakanlah tahun 67 M.

Amanat Surat Ini.

Beban Petrus yang khusus saat ini, rupanya adalah bertumbuhnya sikap liar dan antinomianisme di dalam Gereja, dan juga sikap skeptis terhadap kemungkinan kedatangan Kristus yang kedua kali.

Beberapa penafsir beranggapan, bahwa para guru palsu yang dilukiskan di dalam Surat ini merupakan wakil-wakil ajaran sesat Gnostik tahap awal.

Namun, sekalipun sangat terbeban dengan kerusakan yang diakibatkan oleh para guru palsu ini, dan membahas masalah ini dengan sedikit penekanan, sang rasul menyadari, bahwa kebutuhan mendasar para pembacanya ialah pembinaan dan kekuatan rohani yang dapat membuat mereka mampu mengatasi bahaya-bahaya tersebut.

Oleh karena itu, Petrus membuka dan menutup Suratnya ini dengan mendorong pembacanya untuk melakukan penaklukan rohani sambil menyisipkan peringatan-peringatannya terhadap para guru palsu pada pasal dua.

Garis Besar Kitab 2 Petrus

Tema: Perintah untuk penaklukan rohani.

Ayat Kunci 3:18

I. Pembaca Didorong untuk Maju Dalam Kasih Karunia

A. Salam dan Doa untuk Kemajuan Rohani Pembaca (1:1-2)

B. Mengingatkan Tentang Realitas Warisan Rohani Mereka (1:3-4)

C. Tantangan untuk Menggapai Seluruh Implikasinya (1:5-11)

D. Perasaan Tanggung Jawab Petrus untuk Menantang Mereka (1:12-21)

1. Karena Mereka Memerlukan Peningkatan Motivasi (1:12)

2. Karena Kepergiannya Sudah Dekat (1:13-15)

3. Karena Keaslian Mutlak dari Injil (1:16-21)

II. Peringatan Petrus Terhadap Bahaya Guru Palsu (2:10-22)

A. Adanya Guru Palsu Tidak Bisa Dielakkan (2:1-3a)

B. Hukuman Bagi Guru Palsu (2:3b-9)

C. Ciri-ciri Guru Palsu (2:10-22)

1. Kedagingan Mereka (2:10-12)

2. Penyimpangan Mereka dari Keramahtamahan Kristiani (2:13)

3. Ketidakstabilan Moral Mereka (2:14)

4. Motivasi Mereka yang Sangat Mengutamakan Diri (2:15-16)

5. Kemandulan Rohani dan Kebinasaan Rohani Mereka (2:17-19)

6. Dasar Kemurtadan Mereka (2:20-22)

III. Kedatangan Kristus Kedua Kali Mengharuskan penaklukan Rohani (3:1-18)

A. Kedatangan Kristus Dalam Kemuliaan yang Sudah Diketahui (3:1-2)

B. Objek Keraguan (3:3-9)

C. Mengandung Bencana (3:10)

D. Perangsang untuk Hidup Kudus (3:11-18a)

IV. Berkat Rasuli (3:18b)

Sumber ayat Alkitab / tafsiran: Software e-sword dan Alkitab.sabda.org.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel