Ulangan 24:1-5: Tentang Perceraian
Kamis, Desember 28, 2017
Edit
Tentang Perceraian. |
Setelah belajar perikop Dari Hal Memetik Buah Anggur dan Bulir Gandum di Tanah Orang Lain dari Kitab Ulangan, sekarang kita belajar perikop lanjutannya, yakni Tentang Perceraian.
Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy 24:1-5 dengan judul perikop Tentang Perceraian).
Kita belajar perikop Tentang Perceraian ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.
Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.
Deu 24:1 "Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,
Deu 24:2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain,
Deu 24:3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati,
Deu 24:4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.
Deu 24:5 Apabila baru saja seseorang mengambil isteri, janganlah ia keluar bersama-sama dengan tentara maju berperang atau dibebankan sesuatu pekerjaan; satu tahun lamanya ia harus dibebaskan untuk keperluan rumah tangganya dan menyukakan hati perempuan yang telah diambilnya menjadi isterinya."
Hukum-hukum Tentang Keluarga (24:1-5).
Perceraian sebagaimana diizinkan di dalam hukum Musa (bdg. Im. 27:7-14, 22:13, Bil. 30:9) akibat kekerasan hati orang Israel (Mat. 19:8, Mrk. 10:5), membahayakan martabat perempuan di dalam teokrasi.
Oleh karena itu, setiap penyalahgunaan izin tersebut dicegah dengan cara membatasinya dengan berbagai alasan teknis, dan pembatasan lainnya (24:1-4).
Terjemahan bahasa Inggris RSV secara tepat menganggap ayat 1-4 ini sebagai satu kalimat, dengan ayat 1-3 sebagai kondisinya dan ayat 4 sebagai kesimpulannya.
Terjemahan bahasa Inggris AV bisa mendapat penafsiran, bahwa perceraian itu wajib jika terjadi situasi yang dilukiskan.
Sebetulnya, yang bersifat wajib bukan perceraiannya, melainkan (jika terpaksa harus bercerai) proses hukum yang mencakup empat unsur berikut:
(a) Harus ada alasan yang serius untuk bercerai.
Arti yang sesungguhnya dari istilah tidak senonoh (ay. 1, bdg. 23:14), tidak jelas.
Yang dimaksudkan bukan perzinahan, sebab hukum menetapkan hukuman mati untuk dosa perzinahan (22:13 dst, Im. 20:10, bdg. Bil. 5:11 dst.).
(b) Sebuah dokumen perceraian harus diserahkan kepada pihak perempuan untuk perlindungannya sesudah ini.
Mempersiapkan dokumen resmi ini berarti ada keterlibatan dari:
(c) seorang pejabat resmi yang mungkin juga memiliki hak untuk menentukan apakah alasan perceraian bisa diterima atau tidak.
(d) Pihak laki-laki harus secara resmi mengusir sang istri -- menyuruh dia pergi dari rumahnya (ay. 1).
Sekalipun demikian, tujuan utama dari hukum ini ialah, bahwa seorang laki-laki tidak boleh menikah lagi dengan mantan istrinya jika sang mantan istri sudah menikah kembali sesudah diceraikan, sekalipun suaminya yang kedua sudah menceraikan dia atau sudah meninggal sekalipun.
Berkenaan dengan suami pertama, mantan istri yang telah kawin lagi itu telah dicemari (ay. 4).
Demikian ketidaknormalan situasi ini, yang ditolerir pada masa Perjanjian Lama, namun dibatalkan oleh Tuhan kita demi terwujudnya patokan pertama (Mat. 19:9, Mrk. 10:6-9, bdg. Kej. 2:23-24).
5. Satu tahun lamanya ia harus dibebaskan. Penghormatan selanjutnya ditunjukkan kepada kekudusan hubungan pernikahan, dan khususnya kesejahteraan pihak perempuan dengan memberikan cuti sepanjang satu tahun dari tugas dan kewajiban militer bagi laki-laki yang baru menikah tersebut, agar pengantinnya bisa dibahagiakan dengan kehadirannya.
Perikop Selanjutnya: Tentang Melindungi Sesama Manusia.
Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy 24:1-5 dengan judul perikop Tentang Perceraian).
Kita belajar perikop Tentang Perceraian ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.
Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.
Tentang Perceraian (Kitab Ulangan 24:1-5)
Deu 24:1 "Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,
Deu 24:2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain,
Deu 24:3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati,
Deu 24:4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.
Deu 24:5 Apabila baru saja seseorang mengambil isteri, janganlah ia keluar bersama-sama dengan tentara maju berperang atau dibebankan sesuatu pekerjaan; satu tahun lamanya ia harus dibebaskan untuk keperluan rumah tangganya dan menyukakan hati perempuan yang telah diambilnya menjadi isterinya."
Ketentuan-ketentuan: Hidup Menurut Perjanjian (5:1-26:19).
Ketika perjanjian-perjanjian tentang kekuasaan raja dibaharui, maka peraturan-peraturannya yang merupakan bagian yang panjang dan menentukan di dalam sebuah dokumen perjanjian, diulang kembali dengan sejumlah penyempurnaan, khususnya penyempurnaan yang diperlukan sesuai dengan situasi yang berubah.
Oleh karena itu, Musa merangkum dan merumuskan ulang berbagai syarat yang dikemukakan di dalam Perjanjian Sinai.
Selanjutnya, sebagaimana peraturan-peraturan perjanjian biasanya diawali dengan tuntutan yang mendasar dan umum agar si raja yang kalah tunduk sepenuhnya kepada raja pemenang, dan sesudah itu baru dilanjutkan dengan peraturan yang lebih terinci.
Demikian pula Musa saat ini menghadapkan Israel dengan tuntutan primer, yakni mengkhususkan diri sepenuhnya untuk Tuhan (ay. 5-11), dan sesudah itu barulah dengan peraturan-peraturan tambahan tentang kehidupan sesuai perjanjian (ay. 12-26).
Berbagai Perintah Pelengkap (12:1-26:19).
Setelah melukiskan semangat batin dari kehidupan teokratis (ps. 5-11), Musa melanjutkan dengan menguraikan ketetapan dan peraturan dari bentuk lahiriah teokrasi itu (ps. 12-26).
Pasal 12:1-16:17 terutama berkenaan dengan berbagai persyaratan pentahiran dengan upacara agama.
Kewenangan pemerintahan dan hukum merupakan pokok pembahasan dalam 16:18-21:23.
Luasnya hubungan antar warga teokrasi dicantumkan di 22:1-25:19.
Rangkaian peraturan ini diakhiri dengan pengakuan ritual tentang kekuasaan Tuhan dan pernyataan akhir tentang pengesahan perjanjian (ps. 26).
Kekudusan Tatanan Ilahi (22:1-25:19).
Kasih kepada Allah menuntut sikap menghormati ketetapan-ketetapan Allah di berbagai tahapan penciptaan, dan berbagai aspek kegiatan kemanusiaan.
Seorang hamba perjanjian harus mengakui kekudusan dari tatanan alam (22:5-12), pernikahan (22:13-30), dan kerajaan teokratis (23:1-25:12 -25:12).
Dengan pengecualian sebagian terhadap tatanan alam, wilayah yang dibahas adalah hubungan antar sesama hamba perjanjian.
Dengan demikian, seluruh bagian ini berisi hukum-hukum yang pada dasarnya berintikan kasih terhadap sesama seperti terhadap dirinya sendiri (22:1-4, 25:13-16).
Di dalam perjanjian-perjanjian antara raja di luar Alkitab, juga diatur hubungan di antara sesama orang-orang yang tunduk pada sang raja itu.
Perlindungan bagi yang Lemah (23:19-24:22).
Setiap hamba perjanjian Tuhan harus dihormati.
Perangkat peraturan yang diutarakan di bagian ini dirancang untuk menjamin kekudusan dari seorang warga teokratis melalui peraturan-peraturan yang menjamin kesejahteraan, kemakmuran, dan kebebasan di dalam komitmen perjanjian terhadap seluruh umat Allah, tetapi khususnya bagi kelompok-kelompok yang kesejahteraannya terusik oleh berbagai keadaan.
Peraturan tersebut tampaknya disusun dalam kelompok-kelompok sesuai dengan titah keenam hingga kesepuluh di dalam Dasa Titah, namun dengan urutan yang agak berbeda sebagai berikut: hukum tentang kemakmuran (23:19-25), tentang keluarga (24:1-5), tentang kehidupan (24:6-15), tentang keadilan (24:16-18), dan tentang perbuatan baik (24:19-22).
Hukum-hukum Tentang Keluarga (24:1-5).
Perceraian sebagaimana diizinkan di dalam hukum Musa (bdg. Im. 27:7-14, 22:13, Bil. 30:9) akibat kekerasan hati orang Israel (Mat. 19:8, Mrk. 10:5), membahayakan martabat perempuan di dalam teokrasi.
Oleh karena itu, setiap penyalahgunaan izin tersebut dicegah dengan cara membatasinya dengan berbagai alasan teknis, dan pembatasan lainnya (24:1-4).
Terjemahan bahasa Inggris RSV secara tepat menganggap ayat 1-4 ini sebagai satu kalimat, dengan ayat 1-3 sebagai kondisinya dan ayat 4 sebagai kesimpulannya.
Terjemahan bahasa Inggris AV bisa mendapat penafsiran, bahwa perceraian itu wajib jika terjadi situasi yang dilukiskan.
Sebetulnya, yang bersifat wajib bukan perceraiannya, melainkan (jika terpaksa harus bercerai) proses hukum yang mencakup empat unsur berikut:
(a) Harus ada alasan yang serius untuk bercerai.
Arti yang sesungguhnya dari istilah tidak senonoh (ay. 1, bdg. 23:14), tidak jelas.
Yang dimaksudkan bukan perzinahan, sebab hukum menetapkan hukuman mati untuk dosa perzinahan (22:13 dst, Im. 20:10, bdg. Bil. 5:11 dst.).
(b) Sebuah dokumen perceraian harus diserahkan kepada pihak perempuan untuk perlindungannya sesudah ini.
Mempersiapkan dokumen resmi ini berarti ada keterlibatan dari:
(c) seorang pejabat resmi yang mungkin juga memiliki hak untuk menentukan apakah alasan perceraian bisa diterima atau tidak.
(d) Pihak laki-laki harus secara resmi mengusir sang istri -- menyuruh dia pergi dari rumahnya (ay. 1).
Sekalipun demikian, tujuan utama dari hukum ini ialah, bahwa seorang laki-laki tidak boleh menikah lagi dengan mantan istrinya jika sang mantan istri sudah menikah kembali sesudah diceraikan, sekalipun suaminya yang kedua sudah menceraikan dia atau sudah meninggal sekalipun.
Berkenaan dengan suami pertama, mantan istri yang telah kawin lagi itu telah dicemari (ay. 4).
Demikian ketidaknormalan situasi ini, yang ditolerir pada masa Perjanjian Lama, namun dibatalkan oleh Tuhan kita demi terwujudnya patokan pertama (Mat. 19:9, Mrk. 10:6-9, bdg. Kej. 2:23-24).
5. Satu tahun lamanya ia harus dibebaskan. Penghormatan selanjutnya ditunjukkan kepada kekudusan hubungan pernikahan, dan khususnya kesejahteraan pihak perempuan dengan memberikan cuti sepanjang satu tahun dari tugas dan kewajiban militer bagi laki-laki yang baru menikah tersebut, agar pengantinnya bisa dibahagiakan dengan kehadirannya.
Perikop Selanjutnya: Tentang Melindungi Sesama Manusia.