Ulangan 17:14-20: Hukum Tentang Raja

Hukum Tentang Raja​.

Setelah belajar perikop Pengadilan Tertinggi dari Kitab Ulangan, sekarang kita belajar perikop lanjutannya, yakni Hukum Tentang Raja.

Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy 17:14-20 dengan judul perikop Hukum Tentang Raja).

Kita belajar perikop Hukum Tentang Raja ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.

Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.

Hukum Tentang Raja (Kitab Ulangan 17:14-20)


Deu 17:14 "Apabila engkau telah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan telah mendudukinya dan diam di sana, kemudian engkau berkata: Aku mau mengangkat raja atasku, seperti segala bangsa yang di sekelilingku,

Deu 17:15 maka hanyalah raja yang dipilih TUHAN, Allahmu, yang harus kauangkat atasmu. Dari tengah-tengah saudara-saudaramu haruslah engkau mengangkat seorang raja atasmu; seorang asing yang bukan saudaramu tidaklah boleh kauangkat atasmu.

Deu 17:16 Hanya, janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir untuk mendapat banyak kuda, sebab TUHAN telah berfirman kepadamu: Janganlah sekali-kali kamu kembali melalui jalan ini lagi.

Deu 17:17 Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri, supaya hatinya jangan menyimpang; emas dan perakpun janganlah ia kumpulkan terlalu banyak.

Deu 17:18 Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada pada imam-imam orang Lewi.

Deu 17:19 Itulah yang harus ada di sampingnya dan haruslah ia membacanya seumur hidupnya untuk belajar takut akan TUHAN, Allahnya, dengan berpegang pada segala isi hukum dan ketetapan ini untuk dilakukannya,

Deu 17:20 supaya jangan ia tinggi hati terhadap saudara-saudaranya, supaya jangan ia menyimpang dari perintah itu ke kanan atau ke kiri, agar lama ia memerintah, ia dan anak-anaknya di tengah-tengah orang Israel."

Ketentuan-ketentuan: Hidup Menurut Perjanjian (5:1-26:19).

Ketika perjanjian-perjanjian tentang kekuasaan raja dibaharui, maka peraturan-peraturannya yang merupakan bagian yang panjang dan menentukan di dalam sebuah dokumen perjanjian, diulang kembali dengan sejumlah penyempurnaan, khususnya penyempurnaan yang diperlukan sesuai dengan situasi yang berubah.

Oleh karena itu, Musa merangkum dan merumuskan ulang berbagai syarat yang dikemukakan di dalam Perjanjian Sinai.

Selanjutnya, sebagaimana peraturan-peraturan perjanjian biasanya diawali dengan tuntutan yang mendasar dan umum agar si raja yang kalah tunduk sepenuhnya kepada raja pemenang, dan sesudah itu baru dilanjutkan dengan peraturan yang lebih terinci.

Demikian pula Musa saat ini menghadapkan Israel dengan tuntutan primer, yakni mengkhususkan diri sepenuhnya untuk Tuhan (ay. 5-11), dan sesudah itu barulah dengan peraturan-peraturan tambahan tentang kehidupan sesuai perjanjian (ay. 12-26).

Berbagai Perintah Pelengkap (12:1-26:19).



Setelah melukiskan semangat batin dari kehidupan teokratis (ps. 5-11), Musa melanjutkan dengan menguraikan ketetapan dan peraturan dari bentuk lahiriah teokrasi itu (ps. 12-26).

Pasal 12:1-16:17 terutama berkenaan dengan berbagai persyaratan pentahiran dengan upacara agama.

Kewenangan pemerintahan dan hukum merupakan pokok pembahasan dalam 16:18-21:23.

Luasnya hubungan antar warga teokrasi dicantumkan di 22:1-25:19.

Rangkaian peraturan ini diakhiri dengan pengakuan ritual tentang kekuasaan Tuhan dan pernyataan akhir tentang pengesahan perjanjian (ps. 26).

Keadilan Pengadilan Pemerintah (16:18-21:23).



Bagian ini berisi serangkaian peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan teokratis, dengan penekanan utama pada unsur hukumnya.

Di samping kekudusan ibadah, Israel juga harus memiliki keadilan politik hukum.

Di antara pemerintahan dan ibadah, terdapat kesatuan otoritas tertinggi, sebab Tuhan merupakan Allah dan juga Raja Israel.

Oleh karena itu, semua lembaga teokratis, tidak seperti dalam negara yang biasa, bersifat religius, dan ada perluasan praktik ibadah hingga keluar dari wilayah tempat ibadah dan memasuki gelanggang pemerintahan.

Selanjutnya, karena seluruh hukum teokratis, baik yang menyangkut moral dan sipil maupun menyangkut ibadah dipahami menurut peraturan perjanjian dari Tuhan yang tercatat di dalam dokumen perjanjian, dan karena Kitab Hukum tersebut diserahkan kepada para imam di tempat ibadah pusat untuk dipelihara dan dijelaskan kepada bangsa itu, para imam memiliki kekuasaan utama di bidang hukum (bdg. 21:5), setidak-tidaknya hingga masa permulaan kerajaan (bdg. 17:9- 10).

Di samping pengetahuan mereka tentang hukum yang tertulis, para imam juga bisa memanfaatkan Urim dan Tumim untuk mengetahui keputusan ilahi.

Kenyataan tersebut akan memberikan peranan yang lebih tinggi kepada para imam, sekalipun di kemudian hari para raja lebih banyak berperan di bidang hukum.

Di seluruh negeri tersebut, suara lisan dari Raja ilahi yang bertakhta di tempat ibadah pusat itu makin dinyatakan kepada dan melalui seorang nabi.

Namun, sementara para nabi mencatat hukuman Tuhan yang tidak terduga kepada bangsa dan pemimpin umat-Nya, fungsi hukum dari para imam adalah menyangkut proses peradilan kasus sengketa antar orang Israel.

Para Raja dan Perjanjian Allah (17:14-20).

Seperti halnya peraturan tentang tempat ibadah yang tetap, hukum ini menggambarkan masa depan yang masih lebih jauh.

Sekalipun pendirian kerajaan tidak diberitakan sebagai perintah, tetapi sebagai hal yang dibolehkan, itu cukup untuk menunjukkan bahwa kerajaan tidak perlu bertentangan prinsip dengan pemerintahan teokratis (bdg. Kej. 17:6, 16, 35:11, 49:10).

Semua tergantung pada jenis kerajaan yang akan muncul.

Jika raja yang memerintah menyesuaikan diri dengan semangat dari ketetapan ini, yaitu memerintah di bawah Tuhan dan menurut hukum perjanjian, maka ia sebetulnya akan memperkaya gambaran simbolis Perjanjian Lama mengenai pemerintahan Mesianis.

Adalah pengabaian Israel terhadap persyaratan religius bagi seorang raja, yang membuat Samuel dahulu keberatan memenuhi permintaan mereka akan seorang raja (bdg. I Sam. 8:4 dst.).

Patut diperhatikan, bahwa di dalam perjanjian oleh raja sekular, kelalaian serupa dalam pemilihan raja oleh pihak yang tunduk, juga terjadi.

Penekanan utama dari nas ini, yang meletakkan landasan hukum perjanjian bagi kerajaan yang akan datang, ialah bahwa sekalipun raja mungkin akan menggantikan kepemimpinan hakim yang kharismatik, para raja tersebut juga harus tunduk kepada perjanjian Allah, baik dalam kehidupan dan pemerintahan mereka maupun dalam kegiatan mereka yang berhubungan dengan pengadilan (ay. 18-20).

Kewenangan hukum yang tertinggi tetap ada di tangan Tuhan, yang hukum-Nya berada di bawah pengawalan para imam (ay. 18, bdg. 11).

15. Hanyalah raja yang dipilih Tuhan. Raja yang dipilih Allah untuk menduduki takhta kerajaan dinyatakan oleh seorang nabi (bdg. I Sam. 10:24, 16:12 dst.) dari tengah-tengah saudara-saudaramu.

Ia haruslah sesama hamba perjanjian. Di dalam hal ini, raja akan seperti anti tipe Mesianisnya.

Berbagai larangan pada ayat 16-17 mencerminkan keadaan di istana kerajaan dari bangsa-bangsa sekitar Israel. Di antaranya ada yang beranggapan bahwa raja adalah dewa. Di Israel, Allah adalah Raja (bdg. Kel. 15:18, 19:5-6, Ul. 33:5, Hak. 8:23).

Tentang ayat 16b lihat Keluaran 13:17, 14:13, Ulangan 28:68.

Ketika berada di padang gurun, Israel sering kali merindukan hasil pertanian dari Mesir (Bil. 11:5, 18, 20, 14:4).

Berhadapan dengan negeri-negeri yang sumber kekuatan ekonomi dan militernya adalah kuda, mereka akan merindukan kuda dan kereta kuda Firaun yang terkenal (bdg. Yes. 30:2, I Raj. 10:28-29), dengan melupakan pentingnya pemilihan mereka serta kenyataan pelepasan mereka dari perbudakan di Mesir.

Tentang pelanggaran larangan-larangan ini yang dilakukan oleh Salomo, lihat I Raja-Raja 10:26 dan seterusnya, 11:1 dan seterusnya.

18. Salinan hukum ini. Sebuah salinan dari perjanjian diberikan kepada setiap raja yang tunduk. Salinan hukum yang di sini dianggap sebagai yang asli dan yang standar, disimpan di tempat ibadah pusat (31:9).

Tentang ayat 19-20 bandingkan dengan 31:12, 13.

Daud menunjukkan kesesuaian rohnya dengan hukum perjanjian tentang pangkat raja ini melalui tanggapannya dalam bentuk Mazmur (Lih. Mzm. 1), dan dengan menempatkan takhtanya dekat dengan tempat ibadah pusat di tempat yang telah dipilih Allah.

Perikop Selanjutnya: Penghasilan Imam dan Orang Lewi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel