Ulangan 25:1-4: Menentang Kekerasan Yang Sewenang-wenang

Menentang Kekerasan Yang Sewenang-wenang​.

Setelah belajar perikop Tentang Melindungi Sesama Manusia dari Kitab Ulangan, sekarang kita belajar perikop lanjutannya, yakni Menentang Kekerasan Yang Sewenang-wenang.

Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy 25:1-4 dengan judul perikop Menentang Kekerasan Yang Sewenang-wenang).

Kita belajar perikop Menentang Kekerasan Yang Sewenang-wenang ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.

Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.

Menentang Kekerasan Yang Sewenang-wenang (Kitab Ulangan 25:1-4)


Deu 25:1 "Apabila ada perselisihan di antara beberapa orang, lalu mereka pergi ke pengadilan, dan mereka diadili dengan dinyatakannya siapa yang benar dan siapa yang salah,

Deu 25:2 maka jika orang yang bersalah itu layak dipukul, haruslah hakim menyuruh dia meniarap dan menyuruh orang memukuli dia di depannya dengan sejumlah dera setimpal dengan kesalahannya.

Deu 25:3 Empat puluh kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih; supaya jangan saudaramu menjadi rendah di matamu, apabila ia dipukul lebih banyak lagi.

Deu 25:4 Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik."


Ketentuan-ketentuan: Hidup Menurut Perjanjian (5:1-26:19).

Ketika perjanjian-perjanjian tentang kekuasaan raja dibaharui, maka peraturan-peraturannya yang merupakan bagian yang panjang dan menentukan di dalam sebuah dokumen perjanjian, diulang kembali dengan sejumlah penyempurnaan, khususnya penyempurnaan yang diperlukan sesuai dengan situasi yang berubah.

Oleh karena itu, Musa merangkum dan merumuskan ulang berbagai syarat yang dikemukakan di dalam Perjanjian Sinai.

Selanjutnya, sebagaimana peraturan-peraturan perjanjian biasanya diawali dengan tuntutan yang mendasar dan umum agar si raja yang kalah tunduk sepenuhnya kepada raja pemenang, dan sesudah itu baru dilanjutkan dengan peraturan yang lebih terinci.

Demikian pula Musa saat ini menghadapkan Israel dengan tuntutan primer, yakni mengkhususkan diri sepenuhnya untuk Tuhan (ay. 5-11), dan sesudah itu barulah dengan peraturan-peraturan tambahan tentang kehidupan sesuai perjanjian (ay. 12-26).

Berbagai Perintah Pelengkap (12:1-26:19).



Setelah melukiskan semangat batin dari kehidupan teokratis (ps. 5-11), Musa melanjutkan dengan menguraikan ketetapan dan peraturan dari bentuk lahiriah teokrasi itu (ps. 12-26).

Pasal 12:1-16:17 terutama berkenaan dengan berbagai persyaratan pentahiran dengan upacara agama.

Kewenangan pemerintahan dan hukum merupakan pokok pembahasan dalam 16:18-21:23.

Luasnya hubungan antar warga teokrasi dicantumkan di 22:1-25:19.

Rangkaian peraturan ini diakhiri dengan pengakuan ritual tentang kekuasaan Tuhan dan pernyataan akhir tentang pengesahan perjanjian (ps. 26).

Kekudusan Tatanan Ilahi (22:1-25:19).

Kasih kepada Allah menuntut sikap menghormati ketetapan-ketetapan Allah di berbagai tahapan penciptaan, dan berbagai aspek kegiatan kemanusiaan.

Seorang hamba perjanjian harus mengakui kekudusan dari tatanan alam (22:5-12), pernikahan (22:13-30), dan kerajaan teokratis (23:1-25:12 -25:12).

Dengan pengecualian sebagian terhadap tatanan alam, wilayah yang dibahas adalah hubungan antar sesama hamba perjanjian.

Dengan demikian, seluruh bagian ini berisi hukum-hukum yang pada dasarnya berintikan kasih terhadap sesama seperti terhadap dirinya sendiri (22:1-4, 25:13-16).

Di dalam perjanjian-perjanjian antara raja di luar Alkitab, juga diatur hubungan di antara sesama orang-orang yang tunduk pada sang raja itu.

Kekudusan Perseorangan (25:1-19).

Ayat 1-12 yang merupakan hukum terakhir tentang pengudusan kerajaan (23:1-25:12) menjaga kekudusan perseorangan selaku pembawa gambar Allah.

Ayat 13-19 menutup bagian hukum tentang sikap menghormati alam, keluarga dan tatanan teokrasi (ps. 22-25) yang juga diawali dengan prinsip kaidah emas dengan mana bagian ini juga diawali sebelumnya (bdg. 22:1-4).

1-12. Hukuman yang adil terhadap orang yang bersalah, harus dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga martabatnya sebagai manusia perorangan tetap dihormati (ay. 1-3).

Prinsip tentang kekudusan setiap orang dengan demikian makin ditegaskan pada saat martabat tersebut justru paling mudah diabaikan.

Bertentangan dengan pembagian kalimat, seperti yang terdapat dalam terjemahan Inggris AV, kesimpulan baru dimulai pada ayat 2.

Pelecehan seseorang di hadapan umum, harus dicegah dengan beberapa tindakan pencegahan.

Penghukuman seorang penjahat, harus didahului oleh sebuah pengadilan dan keputusannya, dan harus diawasi langsung oleh hakim yang bertugas.

Luka-luka cambukan harus dihitung dengan teliti -- empat puluh kali harus orang itu dipukuli, jangan lebih (ay. 3) -- dan tidak dilaksanakan dengan sembarangan seperti terhadap binatang, atau dengan kemarahan hebat, sehingga lupa bahwa hukuman tersebut adalah hukuman Tuhan.

Hebatnya hukuman harus sebanding dengan hebatnya pelanggaran, tetapi tidak boleh lebih dari empat puluh kali.

4. Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik. Padanan yang positif dari larangan untuk menghina orang walau dia berbuat jahat, ialah keharusan agar ia memperoleh segala kehormatan yang layak sesuai dengan perbuatannya yang baik.

Ayat ini, yang mungkin merupakan sebuah ungkapan kiasan, di sini pun tampaknya memiliki kekuatan yang diberikan kepadanya oleh Rasul Paulus di kemudian hari (I Kor. 9:9 dan I Tim. 5:18).

Seorang hamba perjanjian adalah makhluk tidak fana dengan suatu wilayah, yang bahkan melampaui kematian dan kubur, di dalam berkat masa depan Kerajaan Allah sebagaimana dijanjikan di dalam Perjanjian Keselamatan kepada orang-orang percaya dan keturunannya (ay. 5-10).

Perikop Selanjutnya: Tentang Kawin dengan Isteri Saudara yang Telah Mati.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel