Ulangan 21:22-23: Penguburan Orang Yang Dihukum Mati

Penguburan Orang Yang Dihukum Mati​.

Setelah belajar perikop Anak Yang Durhaka dari Kitab Ulangan, sekarang kita belajar perikop lanjutannya, yakni Penguburan Orang Yang Dihukum Mati.

Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy 21:22-23 dengan judul perikop Penguburan Orang Yang Dihukum Mati).

Kita belajar perikop Penguburan Orang Yang Dihukum Mati ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.

Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.

Penguburan Orang Yang Dihukum Mati (Kitab Ulangan 21:22-23)


Deu 21:22 "Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang,

Deu 21:23 maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu."


Ketentuan-ketentuan: Hidup Menurut Perjanjian (5:1-26:19).

Ketika perjanjian-perjanjian tentang kekuasaan raja dibaharui, maka peraturan-peraturannya yang merupakan bagian yang panjang dan menentukan di dalam sebuah dokumen perjanjian, diulang kembali dengan sejumlah penyempurnaan, khususnya penyempurnaan yang diperlukan sesuai dengan situasi yang berubah.

Oleh karena itu, Musa merangkum dan merumuskan ulang berbagai syarat yang dikemukakan di dalam Perjanjian Sinai.

Selanjutnya, sebagaimana peraturan-peraturan perjanjian biasanya diawali dengan tuntutan yang mendasar dan umum agar si raja yang kalah tunduk sepenuhnya kepada raja pemenang, dan sesudah itu baru dilanjutkan dengan peraturan yang lebih terinci.

Demikian pula Musa saat ini menghadapkan Israel dengan tuntutan primer, yakni mengkhususkan diri sepenuhnya untuk Tuhan (ay. 5-11), dan sesudah itu barulah dengan peraturan-peraturan tambahan tentang kehidupan sesuai perjanjian (ay. 12-26).

Berbagai Perintah Pelengkap (12:1-26:19).



Setelah melukiskan semangat batin dari kehidupan teokratis (ps. 5-11), Musa melanjutkan dengan menguraikan ketetapan dan peraturan dari bentuk lahiriah teokrasi itu (ps. 12-26).

Pasal 12:1-16:17 terutama berkenaan dengan berbagai persyaratan pentahiran dengan upacara agama.

Kewenangan pemerintahan dan hukum merupakan pokok pembahasan dalam 16:18-21:23.

Luasnya hubungan antar warga teokrasi dicantumkan di 22:1-25:19.

Rangkaian peraturan ini diakhiri dengan pengakuan ritual tentang kekuasaan Tuhan dan pernyataan akhir tentang pengesahan perjanjian (ps. 26).

Keadilan Pengadilan Pemerintah (16:18-21:23).



Bagian ini berisi serangkaian peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan teokratis, dengan penekanan utama pada unsur hukumnya.

Di samping kekudusan ibadah, Israel juga harus memiliki keadilan politik hukum.

Di antara pemerintahan dan ibadah, terdapat kesatuan otoritas tertinggi, sebab Tuhan merupakan Allah dan juga Raja Israel.

Oleh karena itu, semua lembaga teokratis, tidak seperti dalam negara yang biasa, bersifat religius, dan ada perluasan praktik ibadah hingga keluar dari wilayah tempat ibadah dan memasuki gelanggang pemerintahan.

Selanjutnya, karena seluruh hukum teokratis, baik yang menyangkut moral dan sipil maupun menyangkut ibadah dipahami menurut peraturan perjanjian dari Tuhan yang tercatat di dalam dokumen perjanjian, dan karena Kitab Hukum tersebut diserahkan kepada para imam di tempat ibadah pusat untuk dipelihara dan dijelaskan kepada bangsa itu, para imam memiliki kekuasaan utama di bidang hukum (bdg. 21:5), setidak-tidaknya hingga masa permulaan kerajaan (bdg. 17:9- 10).

Di samping pengetahuan mereka tentang hukum yang tertulis, para imam juga bisa memanfaatkan Urim dan Tumim untuk mengetahui keputusan ilahi.

Kenyataan tersebut akan memberikan peranan yang lebih tinggi kepada para imam, sekalipun di kemudian hari para raja lebih banyak berperan di bidang hukum.

Di seluruh negeri tersebut, suara lisan dari Raja ilahi yang bertakhta di tempat ibadah pusat itu makin dinyatakan kepada dan melalui seorang nabi.

Namun, sementara para nabi mencatat hukuman Tuhan yang tidak terduga kepada bangsa dan pemimpin umat-Nya, fungsi hukum dari para imam adalah menyangkut proses peradilan kasus sengketa antar orang Israel.

Kewenangan Tempat Ibadah dan Rumah (21:1-23).

Pasal ini menutup bagian yang membahas kewenangan pemerintah.

Karena semua bentuk kewenangan merupakan perluasan dari kewenangan setiap kepala rumah tangga (lih. titah kelima), perangkat peraturan yang terakhir ini secara cocok sekali berkenaan dengan pengaturan kewenangan di dalam rumah tangga.

Terdapat sejumlah sanksi untuk menegaskan kewenangan ini (ay. 18-21), dan juga dikemukakan peraturan untuk menjamin penggunaannya yang sah (ay. 10-17).

Ayat-ayat pembukaan bagian ini melukiskan prosedur hukum di dalam kasus di mana hukuman tidak dapat dikenakan, sebab terdakwanya tidak dikenal (ay. 1-9).

Ketetapan-ketetapan itu dibuat sedemikian rupa untuk lebih jauh menunjukkan orientasi semua pemerintahan teokratis pada tempat ibadah.

Demikian pula peraturan penutup menandaskan agar hukum seremonial keagamaan dihormati di dalam memberlakukan hukum kejahatan (ay. 22-23).

Mezbah dan ruang sidang teokratis merupakan dua manifestasi dari keadilan Raja teokrasi, yaitu Pribadi kudus yang memilih Israel sebagai tempat tinggal-Nya.

Penguburan mayat seorang penjahat (21:22-23).

Hukum yang terdahulu sudah bergerak dari kewenangan orang tua kepada kewenangan hukum resmi, serta telah menentukan hukuman mati.

Bagian ini melangkah lebih jauh dari pelaksanaan hukuman yang telah ditetapkan, dengan membahas soal mayat penjahat itu sebagai pemberitahuan kepada umum, bahwa keadilan telah dipenuhi.

Prinsip yang dijelaskan ialah, bahwa seluruh pelaksanaan hukum teokratis harus berjalan dalam pelayanan agama perjanjian.

23. Seorang yang digantung terkutuk oleh Allah. Orang yang tergantung tersebut pastilah telah melakukan kesalahan yang dikutuk oleh perjanjian.

Sebagai orang yang telah dijatuhi hukuman mati, dengan penggantungan mayatnya tersebut dia secara lahiriah menunjuk kutuk Allah.

Dan sebagaimana mayat itu kemudian menjadi mangsa dari burung nazar dan hewan-hewan liar lainnya (bdg. II Sam. 21:10), orang yang digantung akan menunjukkan puncak dari kutukan Allah terhadap umat manusia yang terjatuh ke dalam dosa (bdg., Mis. Why. 19:17).

Di dalam bagian penutup serangkaian peraturan di dalam mana Allah menuntut keadilan hukum yang sempurna dan pemenuhan setiap tuntutan keadilan, jika perlu melalui seorang terhukum pengganti, orang beriman zaman Perjanjian Baru diingatkan tentang Dia yang dikutuk oleh Allah untuk menebus umat-Nya dari kutuk yang dikenakan oleh hukum Taurat (Gal. 3:13 [baca perikop: Dibenarkan Oleh Karena Iman]).

Perikop Selanjutnya: Tentang Tolong-Menolong.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel