Ulangan 17:2-7: Hukuman Mati Untuk Penyembah Berhala

Hukuman Mati Untuk Penyembah Berhala​.

Setelah belajar perikop Larangan Terhadap Berhala dan Terhadap Persembahan Hewan Yang Cacat dari Kitab Ulangan, sekarang kita belajar perikop lanjutannya, yakni Hukuman Mati Untuk Penyembah Berhala.

Berikut ini tampilan ayat-ayat Firman Tuhan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy 17:2-7 dengan judul perikop Hukuman Mati Untuk Penyembah Berhala).

Kita belajar perikop Hukuman Mati Untuk Penyembah Berhala ini dengan menggunakan tafsiran / catatan Wycliffe. Semua ayat dikutip dalam bentuk tulisan italic warna biru, sedangkan tafsiran / komentar dalam tulisan biasa.

Ayat Akitab dikutip dari software e-Sword, sedangkan komentarinya dari situs Alkitab.sabda.org. Yuk kita belajar.

Hukuman Mati Untuk Penyembah Berhala (Kitab Ulangan 17:2-7)


Deu 17:2 "Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjian-Nya,

Deu 17:3 dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu;

Deu 17:4 dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel,

Deu 17:5 maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati.

Deu 17:6 Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati.

Deu 17:7 Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu."

Ketentuan-ketentuan: Hidup Menurut Perjanjian (5:1-26:19).

Ketika perjanjian-perjanjian tentang kekuasaan raja dibaharui, maka peraturan-peraturannya yang merupakan bagian yang panjang dan menentukan di dalam sebuah dokumen perjanjian, diulang kembali dengan sejumlah penyempurnaan, khususnya penyempurnaan yang diperlukan sesuai dengan situasi yang berubah.

Oleh karena itu, Musa merangkum dan merumuskan ulang berbagai syarat yang dikemukakan di dalam Perjanjian Sinai.

Selanjutnya, sebagaimana peraturan-peraturan perjanjian biasanya diawali dengan tuntutan yang mendasar dan umum agar si raja yang kalah tunduk sepenuhnya kepada raja pemenang, dan sesudah itu baru dilanjutkan dengan peraturan yang lebih terinci.

Demikian pula Musa saat ini menghadapkan Israel dengan tuntutan primer, yakni mengkhususkan diri sepenuhnya untuk Tuhan (ay. 5-11), dan sesudah itu barulah dengan peraturan-peraturan tambahan tentang kehidupan sesuai perjanjian (ay. 12-26).

Berbagai Perintah Pelengkap (12:1-26:19).



Setelah melukiskan semangat batin dari kehidupan teokratis (ps. 5-11), Musa melanjutkan dengan menguraikan ketetapan dan peraturan dari bentuk lahiriah teokrasi itu (ps. 12-26).

Pasal 12:1-16:17 terutama berkenaan dengan berbagai persyaratan pentahiran dengan upacara agama.

Kewenangan pemerintahan dan hukum merupakan pokok pembahasan dalam 16:18-21:23.

Luasnya hubungan antar warga teokrasi dicantumkan di 22:1-25:19.

Rangkaian peraturan ini diakhiri dengan pengakuan ritual tentang kekuasaan Tuhan dan pernyataan akhir tentang pengesahan perjanjian (ps. 26).

Keadilan Pengadilan Pemerintah (16:18-21:23).



Bagian ini berisi serangkaian peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan teokratis, dengan penekanan utama pada unsur hukumnya.

Di samping kekudusan ibadah, Israel juga harus memiliki keadilan politik hukum.

Di antara pemerintahan dan ibadah, terdapat kesatuan otoritas tertinggi, sebab Tuhan merupakan Allah dan juga Raja Israel.

Oleh karena itu, semua lembaga teokratis, tidak seperti dalam negara yang biasa, bersifat religius, dan ada perluasan praktik ibadah hingga keluar dari wilayah tempat ibadah dan memasuki gelanggang pemerintahan.

Selanjutnya, karena seluruh hukum teokratis, baik yang menyangkut moral dan sipil maupun menyangkut ibadah dipahami menurut peraturan perjanjian dari Tuhan yang tercatat di dalam dokumen perjanjian, dan karena Kitab Hukum tersebut diserahkan kepada para imam di tempat ibadah pusat untuk dipelihara dan dijelaskan kepada bangsa itu, para imam memiliki kekuasaan utama di bidang hukum (bdg. 21:5), setidak-tidaknya hingga masa permulaan kerajaan (bdg. 17:9- 10).

Di samping pengetahuan mereka tentang hukum yang tertulis, para imam juga bisa memanfaatkan Urim dan Tumim untuk mengetahui keputusan ilahi.

Kenyataan tersebut akan memberikan peranan yang lebih tinggi kepada para imam, sekalipun di kemudian hari para raja lebih banyak berperan di bidang hukum.

Di seluruh negeri tersebut, suara lisan dari Raja ilahi yang bertakhta di tempat ibadah pusat itu makin dinyatakan kepada dan melalui seorang nabi.

Namun, sementara para nabi mencatat hukuman Tuhan yang tidak terduga kepada bangsa dan pemimpin umat-Nya, fungsi hukum dari para imam adalah menyangkut proses peradilan kasus sengketa antar orang Israel.

17:2-7. Berawal dari sini, peraturan tentang pembuktian dan penghukuman dikemukakan.

Kasus kemurtadan yang disebutkan di sini (ay. 2-3) merupakan sekadar ilustrasi dari kasus yang memerlukan hukuman mati.

Perumusan prinsip yang bersifat konkret dan bukan abstrak, merupakan ciri khas perumusan hukum di dalam Kitab Ulangan ini.

Mengenai peraturan yang berkenaan dengan kemurtadan itu sendiri, lihat Ulangan pasal 13 (bdg. Kel. 22:20).

Pemilihan ilustrasi ini sangat cocok, sebab menggarisbawahi penekanan kontekstual kepada ketuhanan mutlak dari Allah di dalam semua proses hukum.

2. Dengan melangkahi perjanjian-Nya. Larangan terhadap ketaatan yang asing ini muncul berkali-kali sebagai larangan dasar dari perjanjian.

3. Hal yang telah Kularang itu. Kata ganti orang pertama mengingatkan kepada kita, bahwa Musa berbicara selaku jurubicara Tuhan (bdg. 1:3, 7:4).

Maksud pokoknya adalah tuntutan agar keadilan dipelihara melalui suatu penelitian yang sungguh-sungguh (ay. 4, bdg. 13:14), dan ketegasan di dalam menuntut adanya pembuktian yang memadai (ay. 6-7, bdg. 19:15).

Diperlukan paling sedikit dua orang saksi (lih. juga Bil. 35:30), dan kepastian akan kesaksian mereka harus dibuktikan dengan kesediaan untuk ikut terlibat di dalam pelaksanaan hukuman mati pada terdakwa jika terbukti bersalah (bdg. 13:9).

Pengaturan ini juga ikut mencegah dilancarkannya tuduhan tersembunyi dalam penuntutan pertikaian pribadi.

5. Engkau harus membawa ... ke luar ke pintu gerbang. Pelaksanaan hukuman harus dilaksanakan di luar perkemahan (bdg. Im. 24:14, Bil. 15:36, Ibr. 13:12).

Perikop Selanjutnya: Pengadilan Tertinggi.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel